#39

900 72 55
                                    

Pagi ini aku terbangun begitu merasakan sinar matahari memaksa menyelinap di balik tirai yang baru terbuka setengahnya. Aku menarik nafas panjang, malam tadi adalah malam yang panjang dan melelahkan—malam yang penuh tangis dan penyesalan.

Aku melirik ke samping tempat tidur—kosong.

Aku panik. Jangan bilang kalau dia pergi lagi! Aku langsung bangun dari tempat tidur, berusaha mencari tanda-tanda bahwa lelaki itu masih di rumah ini dan nggak kabur kemanapun.

Aku langsung bernafas lega begitu melihat kopernya ada di dekat crib Juno. Baju yang kemarin ia pakai juga ada di laundry basket. Aku menghela nafas berkali-kali, dadaku yang tadi bergemuruh kencang perlahan mulai normal.

Ternyata begini rasanya; karena pernah ditinggalkan, aku nggak mau ditinggalkan untuk kesekian kalinya.

Aku berjalan keluar dari kamar. Suasana rumah memang begitu sepi—tapi tidak sesepi saat aku sendirian. Entah bagaimana, kehadiran Jaehyun walaupun baru satu malam seolah membawa energi baru ke rumah ini. Energi yang telah lama meluap, kini mulai muncul kembali.

Pintu kamar Juno terbuka, dan dari tempatku berdiri aku bisa melihat Jaehyun yang sedang berdiri memandang dinding yang sudah dia lukis dengan gambar little zoo beberapa hari sebelum Juno lahir.

"Jaehyun?" panggilku pelan.

Jaehyun nggak langsung menoleh. Dia menunduk sebentar, aku bisa melihatnya menghapus air mata.

"Hi, good morning," sapanya dengan suara serak.

"Lagi apa?" tanyaku sambil mendekat ke arahnya.

Jaehyun kembali memandang dinding di depan kami. Our little Juno bahkan belum sempat tidur di kamar ini karena semenjak pulang dari rumah sakit, dia pasti tidur di kamar aku dan Jaehyun.

"Dia bahkan belum lihat lukisan papanya,"ujar Jaehyun dengan suara yang tercekat. "Dinding yang sebelah sini bahkan belum sempat dilukis karena Juno keburu lahir."

Aku memejamkan mata—perkataan Jaehyun seolah bring back our memories. Masa-masa saat mengandung Juno, saat mempersiapkan kelahirannya dan saat dimana our little Juno baru lahir ke dunia. God, he's too young to be gone.

Jaehyun melingkarkan tangannya di bahuku, membawaku semakin rapat dengan tubuhnya.

"Juno pasti bahagia di surga, kan?" tanya Jaehyun.

Aku menoleh lalu mengangguk dengan pasti. "He's much happier there."

Jaehyun memaksakan seulas senyum. Matanya masih merah dan bengkak setelah hampir semalaman menangis. Tadi malam aku seolah melihat sosok Jaehyun yang baru; sosok yang sangat rapuh dan putus asa.

"Aku siapin sarapan," ujarku. "Aku tunggu di bawah, ya."

Jaehyun mengangguk.

Aku kemudian keluar dari kamar Juno dan menuruni tangga menuju dapur. Aku membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa butir telur dan bersiap memasak nasi. Saat tengah sibuk di dapur aku mendengar bunyi bel—rasanya asing karena sudah lama nggak terima tamu.

Aku berjalan ke arah intercom, alisku berkerut begitu melihat dua orang sedang berdiri di depan pagar rumah.

"Hi, noona," sapa Mark dengan ceria. "Aku bawa bahan masakan, nih. Kita sarapan bareng."

"Hi, eonni," ujar Arin sambil melambaikan tangannya. "Aku bawa chocolate cake buat eonni."

Aku tersenyum melihat tingkah love bird yang tengah dimabuk asmara ini. Aku langsung membuka pintu dan menyambut mereka. Mark nampak sibuk menenteng paper bag yang cukup besar dengan daun bawang yang mencuat keluar sementara Arin memegang sekotak cake yang cukup besar.

IT STARTED IN THE WINTER [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang