#38

847 75 63
                                    

Time to go home.

Akhirnya setelah adegan penuh dramatis di ruang inap tadi, aku akhirnya bisa pulang ke rumah. Sebenarnya orang tua Jaehyun menawarkan kami untuk tinggal di hotel namun aku menolak—tujuan awalku ke Shanghai kan ingin berlibur di rumah ayah dan ibu—namun sialnya aku malah terjebak di rumah sakit.

"Pokoknya kalau ada apa-apa telepon aja," ujar Kun sambil membantu Jaehyun memasukkan tas ke dalam bagasi. "Entar kirim aja alamatnya. Aku yang kesana."

Aku mengangguk. "Makasih, Kun."

"Thanks, Kun," ujar Jaehyun sambil menepuk bahu Kun. "Kita pulang dulu."

Kun mengangguk sambil melambaikan tangannya. Kadang aku merasa beruntung bertemu dengan banyak orang baik setelah menikah dengan Jaehyun. Aku serasa punya keluarga baru padahal selama ini selalu kesepian karena anak tunggal dan tinggal jauh dari orang tua.

Jaehyun membuka pintu, seolah memberi kode supaya aku masuk. Aku masuk ke mobil, memasang seatbelt selagi menunggu Jaehyun duduk di kursinya.

"Mau langsung pulang?" tanya Jaehyun begitu menstarter mobil.

Aku mengangguk, habisnya mau kemana lagi jam sepuluh malam.

Jaehyun mulai melajukan mobilnya, tidak ada suara apapun di dalam mobil, bahkan nggak ada lagu kesukaan Jaehyun maupun kesukaanku—hanya kesunyian yang meliputi kami berdua.

Bbbrrrkkk.

Aku otomatis menoleh ke arah Jaehyun begitu mendengar suara yang muncul dari perut lelaki itu. Jaehyun menoleh kearahku lalu meringis.

"Kamu lapar?" tanyaku.

Jaehyun berdeham. "Nggak kok."

"Tadi suara perut kamu, kan?" tanyaku, nggak lucu kalau itu suara lain yang tiba-tiba muncul.

Jaehyun tertawa canggung. "Iya, hehe."

"Mau beli makan dulu?" tanyaku. "Kamu emang belum makan malem, kan?"

"Nggak usah," ujar Jaehyun, pandangan matanya fokus pada jalanan didepannya. "Langsung pulang aja. Kamu pasti capek, harus banyak istirahat."

"Nanti kamu nggak bisa tidur semaleman," ujarku sambil menatap jalanan di luar berharap menemukan kedai makanan yang masih buka. "Kamu kan kalau laper nggak bisa tidur."

Jaehyun tersenyum sambil memandangku. "Masih inget ternyata."

Aku mendelik menatapnya. "Aku kan nggak amnesia. Mana mungkin lupa."

"Bercanda, Jiho," ujar Jaehyun menyadari perubahan sikapku. "Jangan serius gitu deh."

Aku hanya menghela nafas lalu menydarkan tubuh ke kursi. Seriously, Jaehyun, aku nggak ada waktu buat bercanda.

"Itu ada yang jual Guo Tie di depan,"ujarku sambil menunjuk sebuah kedai sebelum berbelok di jalan menuju rumah.

"Guo Tie?"

"Semacam dumpling, kamu pasti suka."

Jaehyun kemudian menepikan mobilnya di depan kedai. Ia melepas seatbeltnya.

"Kamu mau?" tanya Jaehyun.

Aku menggeleng. "Kamu aja."

"Ya udah aku pesen takeaway aja supaya kita bisa langsung pulang," ujar Jaehyun setelah mengambil dompet yang ditaruh di dashboard. "Supaya kamu bisa istirahat."

Lelaki itu kemudian keluar dari mobil dan memasuki kedai yang sepi karena sudah malam. Aku memejamkan mata—menangis selalu saja membuatku mengantuk. Apa kalian juga begitu?

IT STARTED IN THE WINTER [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang