#23

675 80 47
                                    

Memasuki usia kehamilan sembilan bulan, perutku semakin membesar dan pergerakan baby Juno di dalam perut makin aktif. Aku bisa kebangun malem-malem hanya karena tendangan super bayi dalam perut. Pernah juga lagi nonton TV tiba-tiba di tendang, dan itu kaget banget.

Sama halnya malam ini. Aku dan Jaehyun sedang menonton film di TV. Aku duduk di atas sofa, sementara Jaehyun berbaring sambil membaringkan kepalanya di pahaku. Tanganku terangkat untuk mengusap rambutnya.

"Hari ini kerjaanya banyak banget?" tanyaku, mataku fokus menatap layar televisi.

"He-em," ujar Jaehyun, kalau sudah begini tandanya Jaehyun sudah mengantuk.

Aku tersenyum, meskipun nggak bisa melihatnya dalam posisi seperti ini. Tapi aku sudah membayangkan mata Jaehyun mulai kreyep-kreyep, apalagi kalau diusap-usap gini, makin cepat tidurnya.

"Juno," panggilku pelan. "Bangunin papa, gih! Jangan tidur disini, nanti susah pindahnya."

Dan bagaikan sebuah keajaiban. Aku merasakan tendangan super kuat di perutku. Jaehyun langsung terbangun saking kagetnya. Ia memandangiku dengan wajah terkejutnya.

"Tadi Juno?" tanya Jaehyun, masih nggak percaya.

Aku mengangguk.

Jaehyun tersenyum lebar, ia langsung menunduk untuk mensejajarkan wajahnya dengan perutku. "Hei, buddy, ngapain tendang-tendang? Udah malem loh."

Aku tertawa. "Tadi aku suruh dia bangunin kamu biar nggak ketiduran disini."

Jaehyun tersenyum lalu mengecup perutku. "Oh, gitu? Kamu sukses bangunin papa, buddy. Papa jadi seger lagi, nih."

Aku mengusap rambut Jaehyun. "Kalau papa udah seger lagi bisa bahaya, dek."

Jaehyun memandangiku bingung. "Bahaya apa?"

Aku menunduk, memelankan suaraku padahal Jaehyun masih bisa dengar. Anggap aja, lagi curhat bertiga. "Bahaya suka minta yang aneh-aneh."

Jaehyun menegakan tubuhnya lalu memandangiku dengan tatapan menggoda. "Misalnya?"

Aku tertawa melihat ekspresinya. "Udah, ah. Pokoknya urusan dewasa. Juno nggak boleh tahu."

Jaehyun tertawa lalu ia menyadarkan kepalanya di bahuku. Kadang aku berpikir, semenjak hamil Jaehyun justru lebih manja dibanding aku. Biasanya kan ibunya yang manja, nah ini malah papanya.

"Aku laper," ujarku tiba-tiba. Entah ada pikiran darimana.

"Hah?" tanya Jaehyun langsung menegakkan tubuhnya. "Mau dipesenin apa?"

"Mau spaghetti."

Jaehyun langsung meraih ponselnya, hendak memesan take-out dari restoran.

"Tapi nggak mau beli," ujarku sambil meraih ponsel Jaehyun. "Mau dimasakin Haechan"

"HAH?" tanya Jaehyun, mukanya kelihatan shock banget. "Haechan nggak bisa masak. Udah beli aja."

Aku merengek, merangkul lengan Jaehyun dan memeluknya dengan erat. "Pokoknya mau dimasakin Haechan."

"Beli aja, ya?" tanya Jaehyun, lagi. "Ini aku belinya dari restoran Haechan, kok."

Aku menggeleng. "Mau Haechan yang masak. Aku mau lihat dia masak."

"Sumpah, Jiho. Dia nggak bisa masak."

Aku mengerucutkan bibir. "Kamu mau anak kita ngeces terus pas lahir?"

Jaehyun langsung melotot. "Nggak mau, lah. Iya ini aku mau telepon Haechan."

IT STARTED IN THE WINTER [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang