Clara malam itu tertidur dipelukanku setelah puas menangis dan mengeluarkan semua isi hatinya.Sementara di kamar ini aku terdiam sunyi tak bisa memejamkan mata, hanya memandangi atap hotel dan menerawang jauh melewati dimensi khayalku.
Malam ini aku merasa sepenuhnya telah memiliki Clara, wanita yg pertama kali membuatku merasa dicintai itu adalah sebuah anugerah yg luar biasa, yg mampu membuat kehidupan menjadi lebih seru untuk dijalani dan selalu antusias untuk bangun menatap hari setiap paginya.
Aku selalu berharap ini akan terus berlanjut hingga kami dewasa dan tua bersama nanti.
Meski tak melulu kisah kami penuh dengan hal indah setiap harinya, bahkan sekitar enam bulan yg lalu aku sempat kehilangan sosok Clara dan terpuruk dalam fase tersebut.Sebuah masa dimana hidup tanpa kehadirannya, sebuah masa dimana tak lagi mendengar suara manjanya, sebuah masa dimana tak lagi mendekap erat sosoknya.
Itulah masa dimana waktu berdetak lebih lama dari biasanya, bergerak lebih lambat dari kepakan sayap merpati yg patah. Proyeksi itu muncul kembali dipikiranku, kenangan pahit yg tak pernah bisa kuusir dari ingatanku.
Namun bagiku itu semua terelaborasi sempurna dalam sebuah cerita cinta yg melengkapi pahit manis hubunganku dengan Clara. Mari kuajak kalian mundur lagi kebelakang sebentar.
Bandung, 2005
Pagi-pagi disaat Bandung masih damai dan sunyi pintu kamar kosanku digedor yg riuhnya memecah keheningan fajar yg tenang itu, dipadu suara cempreng dan sangat ku kenal siapa pemiliknya.
Suara yg memaksaku untuk membukakan pintu sebelum berisiknya membuat pengang gendang telingaku.
“Berisik banget kampret!” sungut kepada Regas saat membuka pintu kamar kosan ku.
“Lo udah tiga hari ngerem di kamar kagak kuliah ngapain sih? betelor?” cerocos Regas yg membuatku emosi pagi itu.Ya sudah tiga hari ini aku tidak keluar kamar, bolos kuliah, merebahkan diriku di kasur dan sesekali hanya terpaku duduk didepan laptopku memandangi foto-foto jaman SMA ketika masih bersama Clara Helen Regas dan Angga.
Semenjak kejadian di Jakarta kemarin saat Clara secara sadar dalam logika otak kirinya bukan perintah bawah sadar untuk memutuskan hubungan kami, harus kuakui hal itu telah sukses membuat diriku tenggelam dan hancur dalam rasa luka yg tak kasat mata.
Saat meninggalkan Clara tanpa pamit waktu kejadian itu bersama pria kampret yg datang menganggu hubungan kami, aku langsung terbang kembali ke Bandung.
Aku sudah muak dengan Jakarta bahkan aku sama sekali tidak pulang kerumah untuk sekedar mengunjungi orangtuaku. Rasanya hari itu, aku enggan menginjakan kakiku lagi ke Jakarta.
Rasanya terlalu sakit buatku untuk kembali ke tempat dimana disana aku jatuh cinta dengan Clara namun di tempat itu pula aku dibuangnya.
Nyeri ini berbeda seperti saat di SMA dulu, rasa sakitnya tak lagi berupa fisik melainkan sebuah kehilangan asa untuk sekedar melanjutkan hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
"YOUTH"
RomancePANJI dan kisah Persahabatan humor nan rumit 3 (tiga) pemuda di sekolah. dengan percintaan rumit khas darah muda. penuh gairah seks dan DRAMA.