THE SENIOR.

3.1K 44 28
                                    


Andini pernah bilang jika Arsitek adalah seorang pemimpi, maka Sipil adalah pewujud impian itu. Baginya menjadi Insinyur Sipil jauh lebih keren dibanding seorang Arsitek sehingga di mata Andini anggapan semua orang tentang kehebatan Arsitek terlalu tinggi karena tanpa Insinyur Sipil, desain dan perancangan gambar yg dibuat oleh Arsitek hanya akan berakhir diatas kertas.

Andini adalah cucu dari salah seorang Insinyur Sipil yg turut andil berada dibalik layar pembuatan Bendungan Jatiluhur yg merupakan terbesar dan menjadi ikon kemajuan konstruksi bendungan di Indonesia saat itu.

Sementara Ayahnya merupakan Insinyur Sipil yg bekerja di Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung dan sudah terlibat dalam beberapa Proyek Pembanguan termasuk yg paling ikonik dan terkenal saat itu adalah Jalan Layang Pasupati.

Kakek dan Ayahnya adalah inspirasinya yg membuat Teknik Sipil seolah mendarah daging dalam dirinya, itu alasan Andini melanjutkan kuliah di jurusan ini. Dari situ aku paham mengapa ia sangat terobsesi dengan Sipil dan menjadi antipati dengan Arsitektur karena jika kalian googling tentang Pembangunan Bendungan Jatiluhur atapun Jalan Layang Pasupati, pasti yg muncul hanyalah nama Arsiteknya.

Andini seolah ingin menggeser stigma masyarakat bahwasannya peran kunci dari pembangunan sebuah konstruksi berada ditangan Insinyur Sipil. Apalagi semenjak dipisahnya Arsitektur dari Fakultas Sipil di kampus ku, seolah menambah kuat pandangan Andini akan perbedaan kedua jurusan tersebut.

Aku sendiri tak pernah membandingan keduanya baik dalam kelimuan maupun dunia profesi karena sebagai orang yg sekarang berkecimpung langsung dalam dunia konstruksi, bagiku peran keduanya sama penting.

Nilai Estetika yg menjadi ikon sebuah bangunan hanya dapat dibuat oleh para Arsitek, sedangkan aku yg memang dasarnya tak punya bakat dalam seni visual hanya mampu menghitung konstruksi rangka, struktur serta pondasinya di lapangan dan jika tak masuk dalam hitungan walaupun dengan segala cara mengakalinya tentu aku membutuhkan Arsitek agar merubah desain dan rancangannya tanpa mengurangi nilai estetika filosofi bangunan yg dibuatnya.

Meski sepanjang karirku, belum pernah ada satupun rancangan yang kuajukan untuk dirubah karena bagiku bekerjasama dengan para Arsitek dalam mencari jalan ide membuat bangunan dengan desain unik tanpa mengabaikan kekuatan konstruksinya adalah kesenangan tersendiri.

Namun apabila perubahan itu membuat RAB membengkak dari perkiraan awal, aku tak ikut campur dan menyerahkan tangungjawab itu pada mereka untuk dilaporkan kepada Developer.

Alasanku memilih jurusan bahkan akhirnya berkarir dalam dunia Sipil sangat berbeda dengan Andini, aku tidak punya obsesi sekuat dirinya, juga tidak punya antipati dengan profesi lain karena mengapa aku mengambil jurusan ini tak lain adalah..

Memasuki awal bulan Agustus perkuliahan di kampus ku pun mulai berjalan, aku resmi menginjak semester tiga atau tingkat dua kuliah yg artinya selain mata kuliah sudah fokus pada program jurusan para mahasiswa pun sudah diminta untuk mengisi peminatan keahlian atau PK saat penyusuan rencana studi semester ini agar para Dosen Pembimbing KRS dapat mengarahkan kami dalam membuat rencana studi kedepannya sesuai PK yg diambil.

Teknik Sipil dikampusku saat itu memiliki lima peminatan, dan biasanya Rekayasa Struktur adalah PK yang paling banyak diambil oleh mayoritas anak Sipil karena hampir mencakup semua aspek konstruksi baik itu gedung, jembatan, ataupun jalan.

Sementara aku saat itu memilih PK Rekayasa Sumber Daya Air, yg mencakup konstruksi bendungan, daerah aliran sungai, drainase, struktur daerah dataran rendah, rawa dan pantai.

PK yg bisa dibilang paling minim peminat saat itu dan jika kalian bertanya alasanku adalah karena PK ini yg paling banyak memiliki perbedaan mata kuliah pilihan dengan PK Rekayasa Struktur.

"YOUTH"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang