Part 9

3.6K 174 12
                                    

Zero berjalan menaiki tangga dengan membawa beberap cemilan dari kulkas, ia melihat Bunda nya sedang berada di dapur. Lalu ia mengurungkan langkahnya menuju kamarnya.

Zero berbalik, dan berjalan menuju dapur untuk melihat bundanya.

"Bun.." panggil Zero.

"Eh sayang, kenapa? Ada yang mau bunda buatin?" Tanya Ara.

"Enggak, Zero cuma mau temenin bunda aja" ujar Zero.

"Oh, yaudah kamu tunggu disini, biar bunda buatin susu" ujar Ara.

"Zero gak mau susu" ujar Zero.

Ara menghela nafas, lalu berdiri di samping anak sulungnya, dan menoleh.

"Ada masalah?" Tanya Ara.

"Enggak, Zero cuma heran" ucap Zero.

"Heran kenapa?"

"Kenapa Leon selalu menjauh dari Zero? Padahal Zero gak pernah ngelakuin apapun ke dia," ujarnya, membuat Ara merasa sesak.

***
Aleeza sedang mempersiapkan diri untuk tidur, ia menarik selimutnya ketika mendengar pintu kamarnya terbuka.

Aleeza sengaja mengintip sedikit, untuk melihat siapa yang membuka pintu kamarnya, ia sedikit terlonjak karena Soraya, ibunya yang membuka pintu kamarnya.

Sudah beberapa tahun yang lalu Soraya tak berkunjung ke kamar Aleeza, semenjak Ayah Aleeza sudah tak ada, dan juga Soraya yang sibuk dengan Bimo dan juga pekerjaannya.

Terdengar helaan nafas dari Soraya.

"Maafin mamah sayang, mamah belum bisa jadi mamah yang baik untuk kamu. Mamah udah kecewa in ayah kamu" ujar Soaraya menahan tangisnya.

Kecewain ayah? Maksudnya?. Batin Aleeza bicara.

Lalu tangan Soraya terangkat untuk membelai rambut hitam Aleeza, ada rasa rindu dalam diri Aleeza, ia merindukan kasih sayang ibunya.

"Maafin mamah sayang" ujar Soraya, lagi.

***
Zero siap dengan setelan hoodie putih serta jeans hitam nya, pagi ini ia akan menjemput Aleeza terlebih dahulu.

"Pagi banget bang?" Ujar Ara bersuara.

"Eh bun, biasa"

"Mau jemput pacar" ujar Zero lalu terkekeh.

"Aleeza?" Tanya Ara.

"Nah, sejuta buat bunda. Di potong pajak ya, sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu" ujar Zero, jangan tanya Ara bagaimana, ia hanya memutar bola matanya.

"Bunda cuma dapet seribu dong" ujar Ara.

Dan Zero hanya terkekeh.

Setelah beberapa menit mengobrol dengan anak lelakinya, Fathan, Leon, dan Leona datang untuk sarapan.

"Sarapan apa nih?" Tanya Leona.

"Roti" ujar Fathan.

Lalu mereka duduk di bangku masing masing, memulai sarapa dengan tenang. Walau dengan tenang, Ara merasa canggung dengan keadaan ini.

"Gimana sekolah kalian?" Tanya Ara, menoleh ke arah Leon dan Leona.

"Baik"

"Baik"

Ujar keduanya kompak, walau dengan nada datar.

"Jangan buat ulah lagi, kalian masih kelas sepuluh" ujar Fathan.

Lalu keadaan kembali canggung, Fathan seolah menyalahkan Leon. Ah lebih tepatnya menyindir.

"Namanya juga remaja Yah" ujar Ara, membela.

"Zero pamit dulu, pacar Zero udah nunggu" ujar Zero sambil terkekeh.

"Hati hati, jangan ngebut. Nanti pulang ajak Aleeza kesini ya!" Ujar Ara.

"Ah males, Bunda bau" ujar Zero.

Dan...

"Heh! Enak aja, bunda wangi begini" ujar ara

"Becanda bun" ujar Zero.

***
Gadis putih dengan hidung mancung serta rambut sedikit kecoklatan tersebut menatap dirinya di depan cermin, ucapan mamah nya masih terngiang - ngiang di kepalanya.

"Liza cape yah" ujarnya.

"Liza cape hidup kayak gini"

"Liza mau ikut ayah"

Tiba tiba ponselnya bergetar, Aleeza mengambil ponselnya dari tasnya, lalu mengerutkan keningnya, Zero? Untuk apa ia menelefon pagi pagi buta seperti ini.

"Halo" ujar Aleeza, sambil menyingkirkan anak rambutnya ke belakang telinga, lalu menempelkan handphonenya ke dun telinga.

"Turun Za, gue di bawah"

Aleeza melotot, lalu ia membuka gorden. Dan benar saja, sudah ada Zero yang duduk di atas motornya.

"Aduh.." ujar Aleeza menepuk jidat.

"Gak usah ngintip - ngintip" ujar Zero.

"Aku siap - siap sekarang kak" ujar Aleeza langsung mematikan sambungannya.

Sementara Zero hanya mendengus pelan, apakah semua perempuan seperti ini? Jika di tunggu selalu lama.

"Eleuh.." keluh Zero.

Tak lama pintu gerbang rumah Aleeza terbuka, menampilkan wajah cantik yang membawa tas ransel kecil berjalan ke arah Zero.

"Maaf lama kak, abisnya kak Al gak bilang kalo mau jemput" ujar Aleeza.

"Iya gak apa, yaudah yok berangkat" ajak Zero.

Aleeza naik dengan hati hati, lalu ia berpegangan di pundak Zero.

Zero? Ia segera menarik tangan Aleeza lalu melingkarkannya di perut Zero, ia tersenyum di balik helmnya. Sementara Aleeza, melotot mendapat respon tersebut, jantungnya bisa berhenti jika mendapat perilaku seperti ini.

"Kesannya kalo lo pegangan di pundak, gue nya kek tukang ojek" ujar Zero.

Aleeza terlonjak, lalu tersenyum kecil.

"I.. iya" ujarnya gugup.

Zero menyalakan mesin motornya lalu melajukannya dengan tenang.

Please guys.. aku gk ada ide:(

Next? Follow InstagramAuthor dulu..

@_nbilla26

Dan jngn lupa follow akun Rolleplayer FAT-ARA :

@storyfatara
@Vregar.ofc
@zhrsyeila_
@vin.noo
@rvn.saputra_
@rembulan.alfred
@fathan_gardien
@kaatetrine
@naila.savera
@chillanaya_
@naufal.gardien
@reynat.vregasya
@nasya.arzalina

AL - ZERO (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang