Setelah selesai makan malam, Zero pergi ke kamarnya untuk segera tidur.
Ia menghela nafas saat mengingat kejadian sebelum makan malam, dimana adiknya tak mau menerima rangkulan darinya.
Sebenarnya bisa di maklumi saja, jika ia marah oleh Zero, tapi sampai kapan? Sampai Zero meninggal?
Kepala Zero mau pecah kalau begini terus. Zero mulai memejamkan matanya, membayangkan sesuatu yang ia inginkan selama ini.
Tujuh tahun lalu, saat ia berumur dua belas tahun, semuanya masih baik baik saja. Sebelum kejadian itu terjadi..
"Leon minta mobil" Ucap Leon.
"Kamu masih kecil, belum punya KTP" Ucap Fathan.
"Tau lo yon, gue aja masih minta sepeda." Ucap Zero.
Tak lama Zero meminta sepeda, dan langsung di iya kan oleh ayahnya. Zero menatap Leon yang membanting sendok serta garpunya.
Zero membuka matanya, kejadian itu terus terulang ulang jika ia pulang kerumah. Ah sial, semuanya kenapa seperti ini?
Zero bangun, berjalan kearah balkon untuk melihat betapa indahnya bulan serta bintang pada malam ini.
Dia jadi ingat dengan gadis yang beberapa hari ini mengisi otaknya, Zero menerogoh saku celana boxernya lalu mengambil handphonenya dan mengetik sesuatu disana, tak lama ia menempelkan handphonenya di daun telinganya.
"Halo" Ucap gadis itu.
"Lagi apa za?" Tanya Zero.
Ya, Aleeza gadis yang mengisi Fikiran Zero beberapa hari ini, entah mengapa Zero menjadi ingin terus bersamanya sekarang.
"Belajar, kakak ada apa telepon?" Tanya Aleeza.
"Oh lagi belajar, yaudah belajar dah. Sorry gue ganggu ya" Ucap Zero.
"Eh gak ganggu kok," Ucap Aleeza.
Zero mengembangkan senyumnya.
"Besok gue jemput" Ucap Zero.
"Ak- aku berangkat sen-" Ucapan Aleeza terhenti karena di potong oleh Zero.
"Pokoknya harus bareng," Ucap Zero lalu memutuskan panggilannya.
***
Pagi tiba, Aleeza masih bersiap untuk pergi ke kampusnya. Hari ini ia akan menggunakan setelan hoodie birunya dan juga celana jeans birunya.Aleeza berjalan menuruni anak tangga, menuju tempat dimana ia akan sarapan bersama mamah dan asisten rumah tangga ibunya.
"Liza, duduk dulu" Ucap Soraya.
Aleeza mengerutkan keningnya, Tumben sekali mamahnya sarapan di rumah. Biasanya ia selalu sarapan, makan siang, bahkan makan malam bersama pak Bimo.
Aleeza duduk, lalu mengambil roti tawarnya dan mengolesinya dengan selai coklat.
"Mamah mau nikah sama om Bimo" Ucap Soraya.
Aleeza terlonjak, memberhentikan aktivitasnya untuk sementara, lalu menatap ibunya tanpa arti.
"Mamah serius?" Tanya Aleeza.
"Iya, mamah sudah sepakat akan menikah dengan om Bimo" Ucap Soraya.
"Mah.. aku gak setuju" Ucap Aleeza menahan sesaknya.
"Terlanjur sayang.. kita akan menikah dalam waktu satu bulan lagi" Ucap Soraya.
Aleeza melemas, ia tak habis fikir dengan ibunya. Hanya memikirkan perasaannya saja.
"Mah.. om Bimo masih punya istri dan anak" Ucap Aleeza.
"Mamah tau, tapi om Bimo sendiri yang minta mamah untuk menjadi isterinya" Ucap Soraya.
"Aleeza gak sangka sama mamah, mamah tega nikah lagi dan ninggalin papah" Ucap Aleeza masih menahan sesaknya.
"Za, mamah sama ayah menikah bukan Karena saling suka, kita di jodohkan. Mamah sebelumnya memang sudah suka sama om Bimo" Ucap Soraya.
Aleeza menggeleng, lalu mengambil tasnya dan pergi keluar rumah, tak sarapan tak apa. Dari pada ia harus mendengar semua celotehan ibunya yang terus meminta persetujuannya.
"Kasian Anita pasti sedih" Ucap Aleeza.
Aleeza berjalan sambil menangis, mengingat semua perkataan ibunya tadi. Bahwa ibu dan ayahnya menikah bukan karena saling sayang dan suka, rasanya benar benar menusuk ke hati. Lalu ia adalah anak yang tak diinginkan oleh ibu dan ayahnya?
Aleeza masih menangis, ia berjalan tanpa arah, menutupi wajahnya dengan cupluk hoodie nya dan menunduk.
Suara derum motor terdengar, Aleeza masih sibuk menangis. Tak sadar jika itu Zero.
Zero memberhentikan motornya di samping Aleeza, lalu membuka helmnya dan menepuk pundak Aleeza pelan.
"Za.." panggil Zero.
Aleeza menoleh, lalu Zero melihat mata sembab Aleeza. Didalam ya terdapat sorot mata yang sangat sedih.
"Lo kenapa?" Tanya Zero.
Aleeza buru buru menghapus jejak air matanya dengan tangannya, lalu kembali menoleh ke arah Zero.
Belum sempat Aleeza menoleh, Zero sudah menarik tangan Aleeza dan Aleeza terbentur dada bidang Zero.
"Nangis semau lo" Ucap Zero.
Aleeza lalu menangis sesegukan di pelukan Zero, Zero paham dengan semuanya ia peka, Lalu tangan Zero mengusap bahu belakang Aleeza dengan sayang.
Setelah beberapa menit, Zero tak mendengar suara tangisan lagi. Barulah Zero mulai bertanya dengan pelan.
"Are you okay?" Tanya Zero,
Aleeza melepas pelukannya, lalu mendongak menatap Zero dengan mata sembab dan berairnya.
"Makasih kak," Ucap Aleeza.
"Apapun buat lo" Ucap Zero lalu tersenyum.
"Udah selesai nangisnya? Ayo kita berangkat" Ucap Zero terkekeh pelan.
Aleeza naik ke jok motor milik Zero, Zero menarik pergelangan tangan Aleeza lalu melingkarkannya di bagian perutnya.
Lalu Zero memakai helmnya dan segera melajukan motornya ke arah kampusnya.
Maaf up nya lama guys, mood aku jelek banget belakangan ini hehe..
Gimana part ini?
Next? Spam komen and vote..
Jangan lupa follow Instagram Author
@_nbilla26
Jangan lupa juga follow akun intagram rolleplayer FAT-ARA karena disitu bakal di kasih tau tentang KELANJUTAN FAT-ARA.
@storyfatara
@fathan_gardien
@zhrasyeila_See you di next part guys!
KAMU SEDANG MEMBACA
AL - ZERO (selesai)
Teen FictionZero, itulah panggilan dari sekian banyak orang yang mengenalnya. Berbeda dengan Aleeza yang memanggilnya Al atau lebih tepatnya Kak Al. Al- Zero Gibran Gardien, anak dari Fathan Dan ara. Lelaki dengan penuh prestasinya, dan ketampanan yang dimiliki...