Part 21.

1K 97 1
                                    

Aleeza terdiam. Kali ini ia sudah ada di tempat tidur, bersama dengan Aneta.

"Za?" Panggil Aneta.

"Za"

"Astagfirullah" ujar Aneta, karena Aleeza belum juga menoleh atau menyahut.

"Aleeza!" Panggil Aneta dengan nada sedikit meninggi.

Aleeza terloncat. Dan segera menoleh.

"Kenapa, Ta?"

Aneta memutar bola matanya malas.

"Mikirin apasih?!" ujar Aneta.

"A—ah enggak ada kok"

"Maaf Aleeza bukannya gue gak percaya. Tapi lo gak pandai bohong" Aneta.

Aleeza menghela nafas.

"Menurut kamu, kalo mantan kamu ngajak balikan, kamu mau gak?" Tanya Aleeza.

"Ya tergantung ju—"

"ZERO NGAJAK LO BALIKAN?!" Tanya Aneta histeris.

"Ihh, enggak!" Bohong Aleeza.

"Halah! Bohong!"

"Mantan lo yang mana lagi selain Zero, untuk sekarang?" Sambung Aneta.

Kemudian, Aneta melihat tangan Aleeza yang mengisyaratkan untuk mendekat. Karena ke-kepoan Aneta, akhirnya ia mengikuti instruksi sang adik.

"Jangan kasih tahu siapa - siapa ya!" Ancam Aleeza.

"Iya, udah Cepet"

"Tadi waktu kak Al antar Aleeza. Dia bilang Za, ayo balikan gitu katanya" ujar Aleeza meniru Zero saat tadi.

"Terus lo jawab gak?"

"Enggak, karena udah sampai jadi Aleeza langsung pamit untuk turun" jawab jujur Aleeza.

"Kok gak lo terima?!"

"Gak mau! Tunggu kak Al romantis" ujarnya sambil terkekeh.

Sementara Aneta hanya memutar bola matanya malas.

"Dasar kecebong!"

***
"Tadi gue ngajak balikan Liza" ketiga sahabatnya yang sedang berada di dekatnya tercengang.

Tak lama, Hans, Tio, dan Romano langsung mendekat ke arah Zero.

"Ngapain lo pada?" Tanya Zero.

"Ya mau dengar cerita lo, lah!" Ujar Tio.

"No, lo selesain dulu cuci piringnya" ujar Hans.

"Nanti aja, nunggu si Jero cerita"

"Pamali, goblok!" Ketus Hans.

"Jodoh lu berjenggot lu" sambung Hans.

Kemudian, Romano segera bangun dan melanjutkan kegiatannya.

"Lanjut, Ro" ujar Romano sambil mencuci piring.

"Dia gak jawab" ujar Zero mulai lesu.

"Maksud lo, dia ga jawab setelah lo tawarin untuk balikan?" ucap Tio, di angguki Zero.

Tak lama Hans, Tio, dan Romano saling tatap dan tertawa bersamaan.

"Lo pada kenapa dah?"

"Demen banget liat sahabatnya rapuh" sambung Zero.

"Makanya, kemarin - kemarin lo kemana aja bego!" ujar Hans.

"Dia udah ada cem - cem an baru kali" comblang Romano.

"Gua sih kalo jadi si Liza malah mau buang lo aja Ro"

"Bye aja lo kelaut" sambung Tio sambil meniru gaya alay.

"Sialan lo semua!" Dan terdengar kekehan lagi.

"Yaudah lah berjuang" ujar Hans.

"Tau lo, jangan berenti sampe disini doang" — Romano.

"Yaa, gapapa sih kalo misalnya mau sampe disini doang"

"Aleeza buat gue" sambung Tio sambil terkekeh.

Dan tentu mendapat tatapan maut dari Zero.

"Pawangnya marah" ujar Romano terkekeh.

"Canda Ro, b aja nata pnya anjir!" — Tio.

"Terus lo mau ngapain kalo udah di tolak begitu?" Tanya Hans.

"Ya berjuang lah bego!"

"Tadi kata lo suruh berjuang" sambung Zero kesal.

"Iya maksudnya berjuangnya gimana, goblok!" balas Hans tak kalah kesal.

"Kepo lo semua, kayak Dora!"

"Anjir lu!" Ujarnya bertiga dengan kompak.

"Eh btw gimana sama Leon?" tanya Tio.

Zero menghela nafas.

"Sama aja" ujarnya lesu.

"Lo...masih di diemin Leon?" tanya Hans dengan hati - hati.

"Udah baikan kok, gak terlalu cuek" selalu. Selalu saja jika di tanya oleh Hans, Tio atau Romano. Jawabannya selalu udah baikan.

Ketiganya lalu menghela nafas. Tahu jika Zero berbohong.

Sadar jika ketiga sahabatnya tahu, Zero langsung menegakkan bahunya.

"Ngapa jadi sedih sih anjir!" ujar Zero mencairkan suasana.

"No, lo nyuci piring gak selesai - selesai dari tadi!" lagi. Selalu mengalihkan pembicaraan.

Hans dan Tio saling tatap. Tahu jika Zero hanya memcairkan suasana hanya untuk membuat hatinya tak sedih, dan juga membuat sahabat - sahabatnya tidak cemas.

Zero memang selalu terlihat ceria. Tapi di balik keceriaannya, terdapat sejuta kesedihan yang disimpan olehnya sendirian.

Entah itu masalah kecil atau besar.

AL - ZERO (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang