Hari ini, Zero sebenarnya ingin bermalas - malasan di kasur tercintanya, tapi dengan keinginan temannya yang laknat, ia juga harus ikut.
Keluarga Hans dan Zero memang sudah saling kenal, bahkan karena kebawelan Hans, neneknya pun jadi tahu Zero.
"Bunda, Zero mau ke rumah nenek ya!" Ujar Zero.
"Lho, kok dadakan? Teman kamu juga gak ada" ujar Ara keheranan.
"Tau tuh, Zero di telfon sama mereka. Mereka tunggu di kampus katanya" ujar Zero.
"Kamu bolos kuliah?!" Zero tersentak, karena nada bicara bundanya meninggi.
"Wahai bunda - bunda, tolong kurangi suudzon mu terhadap anakmu"
"Zero, bunda serius. Kamu bolos kuliah, kan?!"
"Enggak lah! Mereka itu kurang kerjaan. Ke kampus padahal hari ini itu dosen gak ada" ujar Zero kesal.
Ara memicing mata, "bunda kok agak sedikit gak percaya, ya?"
"Kalo gak percayanya sedikit, berarti percayanya banyak dong?"
"Yaudah Zero berangkat dulu bunda cantik, sampai jumpa di hari yang akan datang" sambungnya sambil melambaikan tangan.
"Kapan pulangnya?"
"Entah, sebosannya disana aja" ujar Zero.
Ara menghela nafas, "hati - hati" lalu Zero mengangguk dan segera berjalan keluar rumah.
***
"Za, ke rumah mimi gue yuk?" ajak Aneta."Mimi?"
"Iya, rumah tante gue" jelas Aneta.
"Dimana rumahnya, Ta?"
"Lumayan jauh sih dari kampus kita, tapi gue pengen banget kesana. Udah mau tiga tahun, gak kesana. Lagian kan sekalian bilang ke mimi, kalo gue udah mau punya mama baru" ujar Aneta.
Aleeza terkekeh, Aneta benar - benar sudah berubah. Menjadi terbuka dan juga menjadi lebih dekat dengan Aleeza.
"Boleh, yuk" ujar Aleeza.
"Tapi izin sama papah dulu, aku takut nanti kita di omeli" ujar Aleeza.
"Papah gak akan marahin anaknya" ujar Aneta.
"Aku kabari lewat chat aja, pasti di bolehin kok" sambung Aneta, karena melihat wajah adiknya berubah.
Aleeza tersenyum lalu mengangguk. Sementara Aneta membalas senyuman adiknya dan merangkul Aleeza sampai garasi.
***
"Si Jero lama bener, bocah otw apa naik haji, lama banget" ujar Tio."Tidur dulu dia kali ya" sambung Hans kesal.
"Asli, mau sampe kapan kita nunggu si Jero, woi?!"sambung Tio.
"Sabar, anjir. Dia siapa tau beli makanan yang banyak buat kita" ujar Romano.
"Bisa jadi sih, tapi gak mungkin" ujar Tio.
"Gue ngaso dulu lah kalo gitu" ujar Hans.
"Lo chat Zero, suruh dateng ke perpus aja" sambung Hans, di angguki Romano.
Mereka betul pergi ke perpustakaan hanya untuk ngadem. Sudah sering sih mereka seperti ini, jadi ini bisa di bilang menjadi rutinitas mereka juga jikalau sedang gabut atau malas memandang wajah dosen yang menjelaskan.
Karena sering ke perpustakaan, tak jarang juga mereka kena hukuman atau omelan para dosen yang sedang berada disana.
"Pelan - pelan anjir ketawa lu. Ntar ketauan bu Darmi, berabe" ujar Romano sambil mengurangi suara tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AL - ZERO (selesai)
Teen FictionZero, itulah panggilan dari sekian banyak orang yang mengenalnya. Berbeda dengan Aleeza yang memanggilnya Al atau lebih tepatnya Kak Al. Al- Zero Gibran Gardien, anak dari Fathan Dan ara. Lelaki dengan penuh prestasinya, dan ketampanan yang dimiliki...