18 : Stranger

396 54 5
                                    

Vote dan komen jangan lupa

*

*

*

Renjun menyesap kembali vodka-nya. Pikirannya masih dipenuhi Sue dan kata-katanya yang menusuk hati. Ia menghela panjang seakan dunia ini akan berakhir besok. Kepalanya sakit bukan lantaran meneguk cairan alkohol tetapi kepada masalah hati dan perasaannya.

Puk!

Haechan menepuk pundak Renjun pelan lalu mengambil duduk di samping pemuda itu. Yeaah, Renjun sekarang berada di club milik Haechan. Menghabiskan sedikit waktunya disana daripada kembali ke apartemen yang mana pasti ada Rei.

"Galau nih, bro?"

Haechan tahu temannya itu pasti sedang suntuk kalau sudah main ke club. Sudah lama juga Renjun tidak terlihat batang hidungnya.

Tidak ada respon dari Renjun, Haechan cuma menggeleng pelan dan lebih memilih duduk diam disamping Renjun sambil menikmati minumannya sendiri.

"Mau ditemenin gak nih?" Haechan kembali buka suara. Agak bosan karena sedari tadi mereka hanya saling diam.

"Kalo kamu sibuk ya sana," akhirnya Renjun bersuara.

Haechan berdecak, "Maksudnya mau ditemenin ama yang anget-anget gak? Tar aku panggilin. Anak baru pada semok-semok."

Renjun langsung menolehkan kepalanya pada Haechan dan memberikan tatapan mematikan andalannya. Haechan cuma nyengir lebar. Ini temannya lagi galau juga bukannya dikasih nasehat atau hal yang berguna. Lah si Haechan malah ngajak maksiat. Ini teman atau apa sih.

"Ya kali cuma nawarin. Kalo kagak mau ya udah. Gak usah sok galak mukanya," Haechan masih dengan senyuman tanpa dosanya menepuk punggung Renjun.

"Udah sana. Bawel!" Usir Renjun.

Haechan pun pamit undur diri sebelum Renjun benar-benar ngamuk. Jadilah ia tinggal sendirian disana tanpa ada yang berani mendekat terutama gadis-gadis malam yang bekerja di club Haechan. Ya itu tadi, mukanya Renjun gak santai pemirsa. Lagi mode senggol bacok. Jadi biarkan pemuda Hwang ini menikmati kesendiriannya dengan ditemani vodka dan ke-galau-annya.

* * *

Malamnya ke club besoknya ke gereja. Bayaran yang setimpal bukan? Renjun memang selalu datang ke gereja setiap dua kali dalam sepekan. Dia tidak religius. Tapi masih ingat dengan Tuhan tentu saja. Beda dengan Sue yang bahkan dengan kurang ajarnya memaki Tuhan. Haaah. . . Baru saja Renjun memutuskan untuk tidak memikirkan gadis itu hari ini. Tapi Sue Park seakan terus menginvasi otaknya.

Renjun keluar dari gereja, kini hati dan pikirannya jauh lebih baik sekarang. Bibirnya menyunggingkan senyuman tipis saat Pendeta Kun menyapanya.

"Ini," Pendeta Kun menyerahkan sebuah gelang sederhana berwarna biru pada Renjun yang langsung diterima pria itu.

"Terima kasih, Bapa," kata Renjun tulus.

"Untuk menjagamu dari hal buruk," Pendeta Kun menepuk bahu Renjun pelan dengan senyuman hangat di wajahnya.

"Ya, saya akan menjaganya dengan baik. Terima kasih."

"Bagaimana dengan saya, Bapa?" Seseorang tiba-tiba muncul yang membuat Renjun mengalihkan atensinya. Yang semula pada gelang pemberian Pendeta Kun kini pada lelaki yang sekarang berdiri disampingnya.

Renjun | CHOCO X LATTE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang