Misunderstanding

15.9K 2.2K 64
                                    

Pagi Lucas dimulai dengan kejutan. Betapa tidak? Ibunya menelepon, mengajak putra tunggalnya bertemu malam ini. Lebih setahun terakhir, Martha mengabaikan putranya. Meski bukan berarti selama ini Lucas terbiasa dihujani perhatian. Lelaki itu tetap memberi kabar secukupnya tentang aktivitasnya setelah tak lagi bekerja pada Rudolf.

Lelaki itu mematikan kompor karena tak mau telur orak-ariknya hangus. Dia berusaha fokus mendengarkan ucapan Martha.

"Mama mau ke Bogor? Jam berapa mau ketemu aku?" Dia mendengarkan jawaban ibunya. Perasaan heran membuat perut Lucas mendadak mulas.

"Di mana, Ma? Di Candrasa?" Dia menyebut nama sebuah tempat yang sedang populer. Candrasa itu sebuah restoran dengan konsep unik. Bangunannya bertingkat tiga. Lantai pertama adalah restoran biasa. Namun lantai kedua dan ketiga diubah menjadi ruang-ruang berbagai ukuran yang kedap suara. Pengunjung bisa menggunakannya untuk pertemuan bisnis atau arisan dengan jumlah anggota tidak terlalu banyak.

Setelah hubungan telepon itu berakhir, Lucas merasa seolah sedang bermimpi. Dia menepuk pipinya beberapa kali, memastikan bahwa ini memang nyata. Mungkin, di dunia ini, cuma Lucas yang bereaksi seperti itu hanya karena diminta bertemu ibunya. Andai ayahnya yang bergengsi selangit itu meneleponnya dengan tujuan sama, reaksi Lucas mungkin jauh lebih parah. Sayang, selama ini Rudolf mengontaknya karena menginginkan sesuatu.

Lucas akhirnya kembali menyalakan kompor setelah meletakkan ponselnya di meja makan. Dia baru pindah rumah seminggu yang lalu, tak terlalu jauh dari pet shop. Lelaki itu bisa berjalan kaki sekitar sepuluh menit Rumahnya di Depok masih belum terjual. Namun Lucas tak melihat alasan untuk tetap bertahan di sana. Karena sekarang sebagian besar aktivitas laki-laki itu dilakukan di Bogor.

Berada di daerah Tajur, rumah kontrakan Lucas tidaklah besar tapi nyaman. Hanya memiliki dua kamar, satu ruang tamu, satu kamar mandi, serta dapur yang juga menjadi ruang makan. Ini hanya tempat tinggal sementara sebelum Lucas menemukan rumah yang lebih baik. Niatnya sudah bulat untuk menetap di Bogor.

Sambil menyantap orak-arik telur bertabur merica bubuk dan dua lembar roti tawar, Lucas memikirkan aktivitas yang akan dilakukannya seharian ini. Renovasi Animal City sudah hampir selesai. Tammy sudah tidak lagi datang ke pet shop karena urusan jual beli sudah kelar. Kini, Lucas yang mengurus tempat itu bersama Vonny.

Laki-laki itu biasanya tiba di Animal City sekitar pukul sembilan, tepat saat jam buka. Vonny lebih dulu datang dan mengurus semuanya. Lucas mempertahankan tujuh orang karyawan yang sudah bekerja di tempat itu sejak awal. Empat orang di antaranya memiliki spesifikasi di bidang grooming. Jika layanan panggilan ke rumah ternyata banyak peminatnya, mungkin Lucas harus menambah karyawan.

"Mas, tadi ada yang nelepon. Namanya Tasha," lapor Vonny, tak lama setelah Lucas tiba di Animal City.

"Dia bilang apa?" balas Lucas, tanpa semangat.

"Cuma minta ditelepon balik, Mas." Vonny menyeringai. "Katanya, tadi udah nelepon ke hape tapi nggak diangkat."

"Hmm," ucap Lucas, tak jelas. Mendadak, dia terpikirkan satu ide. "Kalau dia nelepon lagi, bilang aja aku lagi sibuk sama pacarku. Nggak sempat nelepon cewek lain."

"Oke." Vonny terkekeh. "Tapi, tumben nolak cewek. Kalau dia tau nomor ponselmu, artinya udah lolos seleksi kan, Mas?"

"Waktu itu lagi khilaf," jawab Lucas, seenaknya. "Lagian, kesannya aku cowok murahan. Aku tersinggung, Von," cetusnya. Vonny terkekeh geli mendengar ucapan Lucas.

Sepanjang hari itu, Lucas disibukkan dengan pekerjaannya. Dia membantu salah satu pegawai yang sedang memandikan anjing hingga kausnya basah kuyup. Namun, Lucas menyukai aktivitas itu. Dia juga minta diajari secara khusus, cara menggunting kuku dan mengeringkan bulu anjing.

Bidadari Badung | ✔ | Fin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang