Selama sesaat, seolah ada momen magis yang mengikat mereka. Hingga suara klakson dari arah belakang mobil Lucas, membuat keduanya terlonjak. Lucas pun buru-buru kembali menghadap ke arah kemudi dan menyetir lagi.
Saat mereka tiba di The Steel dan bertemu staf marketing bernama Nabila, Lucas dan Arwen tak ada yang membuat bantahan saat dikira sebagai pengantin baru. Pilihan itu jauh lebih aman jika mengingat apa yang terjadi di Kastel Nirwana tadi.
The Steel ternyata tidak menarik minat Lucas. Menurut lelaki itu, rumah-rumah di sana terkesan kumuh meski menyasar kalangan menengah ke atas. Lagi-lagi Arwen setuju dengan keputusan lelaki itu. Sebelum menuju perumahan ketiga, Mandalika Graha, keduanya menyempatkan makan siang terlebih dahulu.
Mandalika Graha menyediakan hunian bergaya mediterania. Nyaman dan cantik. Namun bangunannya terlalu besar dengan halaman nan luas. Menurut Lucas, dia hanya butuh rumah dengan ukuran hanya sepertiga dari bangunan yang tersedia di sana.
"Udah waktunya pulang, Wen. Berburu rumahnya kita lanjut minggu depan aja. Kalau kamu punya waktu, sih." Keduanya berjalan bersisian menuju mobil Lucas.
Arwen mendadak teringat sesuatu. Dia sempat mengecek arlojinya. Saat ini sudah pukul setengah empat sore.
"Di dekat rumah ibuku, ada perumahan yang belum lama dibuka, Luc. Gayanya minimalis dengan ukuran yang nggak terlalu spektakuler kayak di sini. Mau ngeliat?"
"Boleh. Mumpung belum terlalu sore."
Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka sudah tiba di perumahan bernama Indraloka Residen. Arwen sendiri pun belum pernah melihat langsung rumah contoh yang ada. Akan tetapi, perempuan itu sering melewati area depan perumahan tiap kali mengunjungi orangtuanya.
Bangunan bergaya minimalis itu jelas kalah mewah dibanding Mandalika Graha atau Kastel Nirwana. Namun, Arwen menyukai apa yang dilihatnya. Terutama rumah berkamar dua dengan ruang keluarga yang agak luas dan teras belakang yang menghadap ke arah taman bermain untuk para penghuni kompleks. Rumah itu diberi nama Akasia. Arwen juga menyukai jendela-jendela lebar yang memungkinkan sinar matahari masuk ke dalam rumah dengan leluasa.
"Nggak nyangka bisa ketemu Indraloka Residen. Jujur, tadi udah hampir putus asa. Yang direkomen Vonny nggak ada yang cocok. Masih ada dua nama lagi, tapi aku udah nggak antusias. Karena pasti setipe." Lucas menoleh ke kanan. "Makasih ya, Wen. Udah ngajak ke sini."
Mereka berdiri berdampingan sembari bersandar di mobil. Lucas dan Arwen sudah selesai melihat-lihat rumah contoh tapi belum meninggalkan kompleks hunian itu. Matahari sore bersinar cukup terang. Arwen berkeringat dan ingin segera mandi.
"Nggak nyangka juga kalau tempat ini bagus. Aku sering lewat sini tiap kali mau ke rumah ibuku. Tapi nggak pernah masuk ke sini. Jadi, kamu nggak perlu bilang makasih. Karena ngajak kamu ke sini bisa dibilang coba-coba."
Lucas membuka pintu untuk pengemudi. Setengah menit kemudian, lelaki itu menyerahkan sekotak tisu pada Arwen. "Kamu keringatan, Wen. Panas sih ya seharian ini."
Arwen menarik selembar tisu lalu mengelap wajahnya dengan hati-hati. "Bogor masa kini memang panas banget."
"Setelah ini, mau ke mana? Saskia pulang jam berapa?"
"Nggak ada rencana mau ke mana-mana. Saskia mungkin nyampe rumah jam delapan."
Lucas melihat jam tangannya. "Berarti masih sempat makan malam bareng aku, kan? Jangan langsung pulang dulu ya, Wen?"
"Kamu itu kayaknya ambisius banget pengin bikin aku makin gendut," gumam Arwen. "Tadi beli roti aja segitu banyak."
"Memangnya siapa yang bilang kamu gendut, sih? Perasaan sejak kita kenal, sering banget ngomongin kata itu," kritik Lucas. "Kamu itu nggak gendut. Sintal sih, iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Badung | ✔ | Fin
ChickLitSeumur hidup, tak ada yang pernah mengira bahwa Lucas adalah seorang gigolo. Pria ini malah dianggap sebagai playboy karier yang selalu memacari model-model bule. Hingga Lucas bertemu perempuan sintal bernama Arwen yang ingin menyewa "jasa"-nya.