The Search is Over

8K 1.7K 138
                                    

Arwen buru-buru merespons, "Kamu mau?"

"Kamu nggak percaya sama aku? Tadi kan udah kubilang, aku menolak permintaan Mama dan Papa," sergah Lucas. Dia membuang napas. Dua hari terakhir terasa begitu berat bagi lelaki itu. "Masa kamu kira aku bohong, Wen?"

"Aku percaya sama kamu, tapi aku harus mastiin apa yang kita hadapi, Luc. Penginnya, semua jelas. Jangan sampai aku salah paham yang nantinya malah berujung sama kekecewaan dan patah hati."

Lucas seolah baru saja ditinju, tepat di wajah. Seharusnya, dia paham bahwa bukan dirinya sendiri yang susah. Arwen juga. Kekasih Lucas pasti cemas karena situasi yang mereka hadapi. Sangat wajar jika Arwen merasa khawatir.

"Maaf ya, Wen. Seharusnya aku nggak ngomong gitu. Aku lagi nggak bisa mikir jernih." Lucas menarik tangan kanan Arwen, menempelkan telapaknya di dada kiri lelaki itu. "Sejak kemarin, jantungku nggak berhenti bekerja keras. Berdenyut kencang berkali-kali, sampai rasanya kayak mau rontok. Kepalaku pun sakit. Barusan, dengar kamu ngomong gitu, makin nggak keruan. Aku nggak mau kehilangan kamu."

Arwen berkedip. "Luc, kuulangi sekali lagi. Aku nggak akan ke mana-mana," tandasnya.

Lucas tersenyum. Dia berdoa mati-matian semoga kata-kata Arwen menjelma nyata. "Cerita tentang drama hidupku, udah kelar, Wen. Cuma kamu satu-satunya orang yang tau detailnya. Sisanya nggak ada, termasuk Oma atau Quentin. Harapanku, semoga apa yang kuceritain tadi, nggak akan mengubah perasaanmu sama aku."

Arwen menggeleng. Saat itulah Lucas menyadari, mata Arwen berkaca-kaca. "Makasih karena percaya sama aku."

"Hei, jangan nangis dong, Sayang," gumam Lucas sambil menghapus air mata yang menetes saat Arwen mengerjap. "Ada apa? Kamu harus cerita sama aku."

"Nggak ada apa-apa. Aku cuma sedih karena nggak bisa ngelakuin apa pun untuk mengurangi bebanmu. Hidupmu berat banget ternyata ya, Luc. Kalau aku jadi kamu, nggak sanggup rasanya ngadepin kayak gitu."

Ah, ucapan Arwen hanya membuat Lucas makin mencintai perempuan itu. Arwen begitu pengertian, menerima semua cerita mengerikan dari Lucas dengan tenang.

"Kamu justru udah ngurangin bebanku banget. Karena kamu bisa terima aku apa adanya. Sejak kemarin, kamu yang paling kucemaskan. Yang lain-lain, aku nggak peduli."

"Jadi, kita baik-baik aja, kan?" Arwen melontarkan pertanyaan mengejutkan.

"Ya ampun! Harusnya aku yang ngomong gitu, bukan kamu," sergah Lucas. "Tentu aja kita baik-baik aja, Wen. Sekarang, besok, selamanya. Kita akan baik-baik aja."

Arwen akhirnya tersenyum. Lucas kembali menghapus air mata yang masih bergulir pelan di pipi perempuan itu.

"Aku nggak suka ngeliat kamu nangis. Karena ini bukan kamu banget. Tau nggak, sih? Kamu adalah salah satu perempuan paling tangguh yang pernah kukenal, selain Oma dan Cybil. Aku nggak mau kamu berubah cengeng gara-gara aku."

Arwen membantah, "Aku nggak cengeng."

"Iya, kamu nggak cengeng," Lucas tertawa. "Sekarang, kuantar kamu pulang, ya?"

Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah Arwen. Lucas sekarang lebih rileks. Bebannya sudah terangkat sebagian meski dia tahu masalahnya belum sepenuhnya selesai. Dia harus berhati-hati pada Martha dan Rudolf. Ayahnya mungkin hanya mengikuti dorongan dari ibunya. Namun Martha pasti punya rencana yang belum bisa ditebak oleh putranya.

Lucas tidak tahu seberapa besar keinginan ayah dan ibunya untuk melihat lelaki itu menikah dengan Izara. Tadi, dia sudah menolak mentah-mentah. Imelda pun memberi dukungan sembari mengingatkan Rudolf dan Martha bahwa mereka tak bisa memaksa Lucas menikahi orang yang tak dicintainya.

Bidadari Badung | ✔ | Fin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang