Lucas ketakutan setengah mati setelah mengucapkan kata-katanya. Arwen tampak terperangah dengan bibir terbuka, menatap ke arahnya. Butuh keberanian luar biasa untuk membuat pengakuan barusan. Sejak kemarin, Lucas sudah berjuang untuk memikirkan cara terbaik memberi tahu Arwen tentang kebenaran yang baru diketahuinya. Namun, ternyata hal itu jauh lebih sulit dibanding bayangan Lucas.
Dia terlalu cemas akan reaksi Arwen. Karena Lucas mencintai perempuan itu. Akhirnya, setelah sekian tahun berlalu, Lucas menemukan cinta lagi. Jadi, Arwen sangat penting baginya. Hal terakhir yang ingin dilakukannya adalah membuat Arwen terluka. Kebenaran bahwa Lucas memiliki anak, bisa disalahpahami perempuan itu. Arwen mungkin mengira Lucas sudah berbohong atau semacamnya.
"Wen," Lucas akhirnya bersuara lagi. "Jangan diam aja. Ngomong sesuatu, apa aja. Mau ngamuk atau maki aku, jauh lebih baik ketimbang kamu cuma diam aja."
Arwen berkedip. "Aku terlalu kaget, Luc."
"Kamu kira, aku nggak? Perasaanku nggak keruan, Wen. Hidupku memang nggak mulus-mulus aja, pasti ada masalah. Tapi, sama sekali nggak pernah terbayang kalau suatu hari ada yang ngasih tau kalau aku punya anak," respons Lucas. Dia baru menyadari bahwa kata-katanya bernada defensif setelah kalimatnya tergenapi.
"Maaf, aku nggak bermaksud untuk membela diri atau merasa sok suci. Kejadian ini beneran nggak terduga. Jujur, aku memang pernah tidur sama perempuan itu. Mungkin kamu nggak akan percaya kalau kubilang cuma sama dia aku pernah melangkah sejauh itu. Setelah itu, aku mati-matian menahan diri. Aku nggak mau mengulangi kesalahan yang sama. Karena buatku, hubungan sejauh itu nggak bisa dilakukan dengan sembarang orang."
Lucas akhirnya bersandar di sofa. Tubuhnya agak merosot dengan kepala mendongak. Mata lelaki itu terpejam. Pikirannya begitu kusut. Namun di saat yang sama, dia mensyukuri apa yang terjadi pada ayah dan ibunya. Mereka tanpa sengaja sudah membuat Lucas bersumpah tidak lagi melewati garis. Lucas boleh saja memiliki daftar panjang pacar atau teman kencan setelah Izara. Akan tetapi, semuanya tak pernah sampai hingga ke ranjang. Walau godaan untuk ke sana selalu ada.
"Kamu bisa cerita detailnya sampai bisa tau soal ini?" pinta Arwen dengan suara datar.
"Hmm," gumam Lucas. "Kamu ingat pas kita terakhir aku nelepon, Wen? Dua hari yang lalu?"
"Ingat."
"Beberapa menit setelah kita kelar ngobrol, ada telepon masuk. Awalnya, nggak kuangkat karena nomornya sama sekali tak kukenal. Tapi kemudian si penelepon ngirim WhatsApp, ngenalin diri." Lucas berdeham. "Namanya Izara. Kami pernah pacaran selama tiga tahun. Tapi, sekitar lima tahun lalu, dia mendadak ngilang begitu aja. Waktu itu, aku masih di Aussie tapi kuliahku udah hampir kelar. Aku ngambil S2, jurusan bisnis. Aku sempat nyari Izara ke mana-mana tapi nggak ketemu."
Lucas mengumpulkan keberanian untuk membuka mata dan menoleh ke kanan. Ekspresi Arwen tak berubah. Datar saja. Apa yang dilihatnya justru membuat Lucas kian kalut. Dia lebih suka jika Arwen menunjukkan emosinya. Supaya Lucas tahu cara menghadapinya.
"Trus?"
Helaan napas lelaki itu terdengar. "Ya udah, sejak itu kami nggak pernah kontak sama sekali. Tapi, belum lama ini Quentin sempat bilang kalau ada perempuan yang salah ngenalin dia, ciri-cirinya kayak Izara. Ngira kalau Quentin adalah aku. Mereka ketemu di salah satu supermarket papaku. Katanya, Izara sengaja ke sana untuk ketemu aku. Tapi, waktu itu aku nggak mikir macem-macem. Aku pun nggak tertarik nyari tau kabar terkini Izara.
"Sampai kemudian dia nelepon aku. Izara nggak bilang dari mana dia tau nomorku. Dia cuma minta waktu untuk ketemuan karena ada hal penting yang mau dibahas. Aku nolak, Wen. Karena kami udah selesai waktu dia ninggalin aku gitu aja tanpa alasan apa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Badung | ✔ | Fin
ChickLitSeumur hidup, tak ada yang pernah mengira bahwa Lucas adalah seorang gigolo. Pria ini malah dianggap sebagai playboy karier yang selalu memacari model-model bule. Hingga Lucas bertemu perempuan sintal bernama Arwen yang ingin menyewa "jasa"-nya.