Best Mistake

15.2K 2.3K 104
                                    

Arwen menatapnya dengan wajah merengut. Kejadian hari ini sama sekali di luar dugaan Lucas. Dia tidak berniat memberi tahu siapa pun tentang nama belakang yang disandangnya. Dia cuma ingin mengoreksi kesalahan Arwen setelah resepsi ini selesai. Atau, setelah mereka meninggalkan Bali.

Akan tetapi, rencana hanya tinggal rencana. Lucas tak pernah sedetik pun mengira bahwa dia akan bertemu seseorang yang dikenalnya di acara resepsi itu. Apalagi jika orang tersebut ternyata pernah nyaris menjadi ipar Arwen. Karena identitasnya terbuka, keluarga besar Arwen malah antusias mengajaknya mengobrol.

Hal semacam itu bukanlah sesuatu yang asing bagi Lucas. Nama Chakabuana menjadi beban berat yang harus dipikulnya. Banyak orang yang memandangnya dengan cara berbeda setelah tahu asal-usulnya. Lalu, tak keberatan memanfaatkan Lucas untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Dulu, dia sempat merasa terintimidasi dan terganggu. Hingga Lucas memutuskan untuk mengabaikan hal-hal semacam itu. Dia tak mau terus-menerus terganggu karena sesuatu yang tak bisa diubahnya. Dia juga makin fasih mengucapkan kata "tidak" jika merasa tak nyaman.

"Aku minta maaf banget ya, Luc. Tapi kamu juga andilnya gede. Kenapa mau aja digeret sampai ke sini. Berarti, kamu nggak niat-niat banget untuk benerin kesalahanku."

Itu argumen yang masuk akal. Lucas pun menjawab, "Memang, sih. Awalnya sebelum kita ketemu Mawar dan Lena di restoran, aku memang mau ngasih tau kamu yang sebenarnya. Tapi, aku berubah pikiran setelah kenal mereka. Aku nggak pernah suka ngeliat orang-orang penindas. Jadi, aku berubah pikiran dan berniat bantuin kamu hari ini. Setelah kita balik, baru deh bakalan ngomong jujur kalau aku bukan gigolo."

"Ya ampun! Kamu bikin aku makin malu. Aku nggak tau harus ngomong apa." Wajah Arwen memerah lagi. "Luc, kalau kubilang kamu orangnya baik, itu bukan gara-gara aku baru tau kamu berasal dari keluarga Chakabuana. Tapi karena kamu mau bantuin aku sejauh ini, padahal nggak ada untungnya. Aku bahkan ngira kamu ... gigolo."

"Mungkin memang aku punya gen pahlawan, Wen," balasnya enteng.

"Jujur aja, aku nggak pernah dengar nama Chakabuana. Itu tadi Shawna yang ngomong," imbuh Arwen dengan ekspresi lucu. "Balik dari sini, ibu dan ayahku pasti penasaran pengin tau gimana ceritanya aku bisa 'pacaran' sama kamu," ungkapnya sembari membuat tanda petik di udara.

Lucas cenderung memiliki insting yang bisa membedakan kapan seseorang berbohong atau sebaliknya. Detik ini, dia memercayai pengakuan Arwen. Kecuali perempuan ini ahli berakting, ekspresi kagetnya saat bicara dengan Shawna tadi, benar-benar natural.

"Bisa kita berhenti ngobrolin soal ini? Aku lapar," kata Lucas. Lelaki itu memandang ke sekelilingnya. Tamu-tamu dengan pakaian bagus memenuhi ruangan berlangit-langit tinggi itu. Meja-meja makanan tersebar di berbagai pernjuru, ditata dengan cantik dan memikat. Sementara di bagian tengah ruangan, tertata meja-meja bundar dengan kursi-kursi berlapis kain putih yang mahal.

"Aku udah nggak lapar. Keburu kenyang karena terlalu kaget," gumam Arwen. "Kamu mau makan apa? Mau keliling dulu ngeliat apa aja yang ada di tiap meja?"

"Boleh juga."

Suara napas tajam Arwen terdengar. "Mamanya Mawar manggil tuh, minta kita bergabung di meja mereka. Percaya nggak kalau kubilang, selama ini mereka nggak pernah bersikap baik sama aku? Cuma keluarga Tante Hana yang perhatian. Tante Yasmin, biasa aja."

Perempuan itu mungkin tidak menyadari jika nada suaranya seolah mengiris udara. Menyedihkan. Lucas mengikuti pandangan Arwen dan mendapati ibunda dari Mawar dan Lena kembali melambai ke arah mereka. Lucas hanya mengangguk sopan.

"Ayah dan ibumu nggak keliatan, Wen."

Arwen menunjuk dengan tangan kanannya. "Lagi keliling nyari makanan enak," candanya. "Ayahku doyan makan, tapi punya riwayat sakit jantung dan darah tinggi. Jadi, Ibu selalu ngekorin kalau Ayah pengin makan di acara kayak gini. Supaya nggak kebablasan."

Bidadari Badung | ✔ | Fin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang