36

710 17 57
                                    

Now playing :
Falling - Trevor Daniel

Now playing :Falling - Trevor Daniel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💔

Meski rasanya ia memang telah melupakan semuanya, tetap saja apa yang dikatakan Ardi kemarin tentang datangnya Audy ke rumahnya masih terniang jelas di kepalanya. Bahkan, tamparan ke pipinya serasa masih membekas pada pipi kanannya. Bagaimana dirinya merasa tak berguna di depan gadisnya, dan bagaimana Audy itu ingin menolongnya ataupun menolong Wilda. Ya, Audy telah tahu sisi kehidupannya yang asli.

Sekarang apa? Memikirkan Audy yang makin terbuka padanya, atau membawa Wilda pergi saja dari rumah peninggalan ayah kandungnya? Tapi kemana? Arkan tak pernah dapat pencerahan tentang itu.

"Masa iya soto ayam naik seribu. Maruk amat, dah, Ibu kantinnya."

Celoteh itu keluar dari mulut Reyhan yang baru saja duduk di hadapan dengan wajah cemberut. Ia mendumel kesal lagi setelah tahu kalau makanan soto itu naik menjadi sepuluh ribu.

"Gini, ya. Dulu soto Bude jadi langganan anak SMA Nusa Jaya, karena murah, enak, terus kadang gratis nasi. Lah, sekarang pakai nasi aja harus bayar. Boro-boro sepuluh ribu, buat beli minuman aja bayar tiga ribu. Males, ah makan di sana lagi."

"Terus, kenapa enggak lo batalin aja pesanannya?"

Reyhan menatap Arkan dengan bibir mencurut. "Udah terlanjur. Gue, 'kan orangnya enggak enakan."

Setelah itu, hening. Hening bahkan manusia di kantin yang sebanyak itu --entahlah, pokoknya banyak lebih dari satu-- tidak ada yang masuk ke telinga Arkan. Telinganya itu hanya terisi oleh bisikan-bisikan bentakan dari Ardi.

"Sudah berapa kali Ayah bilang jangan bawa dia kesini atau orang lain ke rumah ini!"

"Semuanya udah Ayah atur. Masa depan kamu ada di tangan Ayah. Ayah yang tahu siapa wanita yang akan menjaga kamu kelak. Sekali lagi kalau Ayah tahu kamu masih sama dia, enggak segan-segan Ayah yang keluarin kamu dari rumah ini."

"Woi! Enak banget lo ngelamun. Ngelamunin masa depan lo?"

Arkan terkekeh. Setidaknya bayang-bayang kemarin hilang begitu kicauan dari Reyhan keluar lagi. Selain Audy tempatnya untuk bersandar, ada Reyhan sang sahabat setianya untuk ia jadikan tampungan sampah curhatnya. Memang tak ia pungkiri bahwa tak ada lagi manusia yang ia percayai di dunia ini, selain Bunda, Reyhan, dan Audy. Mereka adalah penolong, bukan sekadar pelengkap hidup saja. Mereka lebih dari itu.

"Rumit hidup gue, Han. Gimana mau mikirin masa depan," Arkan mencairkan suasana dengan tawa kecut yang ia keluarkan.

Merasa ada yang janggal pada tingkah laku Arkan hari ini, Reyhan selaku sahabat merasa curiga. "Masalah, ya? Coba bilang, jangan dipendem sendiri. Kita itu lebih dari sahabat, 'kan?"

Kembali Arkan terkekeh. "Coba lo ngaca dulu, siapa awalnya yang sering pendem masalahnya sendiri? Atau mau gue belikkan kaca yang paling bersih untuk lo?"

ArkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang