𝙲𝚘𝚗𝚝𝚞𝚜𝚒𝚘𝚗!

641 92 7
                                    

Biarkan kita seperti ini saja. Nampak dekat, tapi sulit menyatu. Biarkan kita tetap ada dengan segala perbedaan rasa, karena aku akan tetap mencintai pilihanku.

-Panji-

------------

Tepat bibir Panji mengucapkan cintanya. Fatimah lantas menepuk dadanya pilu. Sungguh ini benar-benar lebih sakit dari sekadar ditinggal sepekan lebih. Betapa berusahanya ia menghadirkan cinta untuk suaminya, tapi apa yang bisa ia harapkan selain luka? Panjinya telah memutlakkan hati pada wanita lain dan itu bukan dirinya. Jelas sekali nama itu tereja dalam gendang telinganya. K-i-r-a-n-a. Wanita yang katanya teman kecil Panji. Namun kenyataannya apa? Bahkan lebih dari sekadar teman. Oh betapa malangnya Fatimah. Segala kemampuannya telah ia hadirkan untuk lelaki yang menjadi suaminya itu, tapi apa yang ia dapatkan? Hanya bingkisan luka memar yang tak kasat mata. Hatinya hancur. Pertahanannya runtuh dan bahunya rapuh. Adakah yang lebih menyakitkan selain melihat orang yang kita cintai lebih memilih orang lain untuk ia cintai ketika kau sangat nyata di sampingnya? Fatimah bahkan harus beberapa kali mengatur napasnya yang terasa sulit sekali ia hirup malam ini. Fatimah mencoba sedikit rakus menghirup udara hanya untuk menenangkan hatinya yang kelewat kacau. Namun semua terasa sia-sia saja, karena detik selanjutnya lelaki itu semakin menambahkan luka-luka parah yang seolah tak akan pernah sembuh.

"Mari kita rajut kembali cinta kita. Aku akan selalu ada untukmu. Jangan pergi lagi dariku, karena kamulah wanita yang ku mau."

Apa yang bisa ku lakukan sekarang? Bahkan untuk bernapas saja aku kalah. Bagaimana mungkin aku mampu menaklukkan cinta yang sudah lama bersemi untuk wanita lain? Apakah aku sanggup menahan ini semua? Ya Raab ... Bagaimana aku bisa menghadapi ini sendirian? Sakit sekali rasanya. Nyerih sekali rasanya. Sungguh ...

Fatimah berlari kembali ke kamar dengan buliran-buliran hangat yang merebas pada pipinya. Isakannya begitu mengilukan hati. Dalam malam yang kelam ia terisak-isak oleh kenyataan paling menyakitkan. Hatinya terkoyak-koyak dengan kenyataan. Seperti belati yang menyayat-nyayat ulu hatinya pekat. Sangat sakit. Sakit sekali.

Ceklek ...

Pintu terbuka membuat Fatimah segera menyeka air matanya kemudian terpejam seolah sudah tidur. Ia mencoba terlihat senatural mungkin terpejam agar Panji tidak melihat betapa bengkanya matanya yang sudah terlanjur basah oleh pilu. Panji sejenak mendekati Fatimah dan duduk di hadapan wanita itu senduh lantas membelai surainya lembut.

Maafkan aku untuk semua kebohongan ini. Maafkan aku yang telah membuatmu harus terus berusaha mencintaiku. Sekali lagi maafkan aku. Aku benar-benar tidak bisa menerima cintamu.

Setelah bermonolog hatinya, Panji lantas beranjak dan memosisikan dirinya untuk tidur. Ia berbalik membelakangi Fatimah yang juga membelakanginya. Terlihatlah dua manusia yang berbeda perasaan itu menyatu dalam biduk rumah tangga. Tidak ada yang terlihat baik. Semuanya serba sangat-sangat tidak baik. Fatimah baru merasakan semua itu sekarang. Fatimah baru mengerti keadaan yang selama ini ia hadapi. Fatimah kini begitu sadar, bahwa apa pun yang ia lakukan untuk mendapatkan cinta seorang Panji, maka itu akan sia-sia saja. Panji telah dimiliki oleh wanita lain. Kesempurnaan cintanya takkan mampu mengalahkan kedalaman cinta yang Kirana berikan untuk Panji. Ia sungguh sudah kalah telak sebelum ia memulainya.

***

Pagi hari Fatimah sudah melakukan aktivitas seperti biasanya. Seolah tidak ada yang terjadi. Padahal dalam relung hatinya luka-luka memar itu semakin bertumbuh subur. Namun ia berusaha kuat menahannya. Sebentar saja, izinkan ia berjuang sekali lagi. Biarkan dia berusaha dengan caranya sendiri.

Melody Embara (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang