𝙴𝚚𝚞𝚊𝚗𝚒𝚖𝚒𝚝𝚢!

936 177 22
                                    

Ketidakberdayaanku adalah kehilanganmu dan menerima garis takdir yang tak pernah ku harapkan datangnya.

-Panji-

---------

Setelah menentukan tanggal pernikahan beberapa bulan lalu. Kini Panji dan Fatimah resmi menikah. Perayaan mereka terbilang sederhana. Hanya kerabat dekat saja yang menghadiri serta beberapa sahabat Fatimah dan untuk Panji ia tak mengundang siapa pun selain sanak saudaranya.

"Saya terima nikahnya, Fatimahtuzzahra binti Farhan Adijaya dengan mahar tersebut dibayar tunai!" ucap Panji lantang membuat semua orang yang hadir menghela napas legah. Hanya satu kali tarikan napas lelaki itu berucap.

Fatimah yang berada di samping Panji tersenyum legah penuh bahagia. Kini ia telah resmi menjadi istri seorang Mahendra Panji Winata. Lelaki yang beberapa bulan lalu ia temui di rumahnya. Lelaki pertama yang sanggup menggelitik gendang telinganya saat ia berbicara. Suara indah itu adalah suaminya.

Setelah berdoa. Panji dan Fatimah saling berhadapan. Fatimah masih sangat malu menatap suaminya itu. Bahkan Sari harus beberapa kali meminta putrinya itu mendongak menatap suaminya. Dengan gugup ia mendongak dan menatap hazel tajam itu yang sudah menatapnya dalam. Fatimah membentangkan senyumnnya.

"Assalamu'alaikum suamiku?" gumamnya terdengar berbisik.

Panji berusaha terlihat baik-baik saja. Ia dengan seulas senyumnya menciumi kening Fatimah di depan para tamu undangan untuk menyembunyikan kerapuhannya menjalani takdir yang kini mengoyak batinnya. Untuk semua perasaan hancurnya hanya dia seorang yang tahu. Ia berharap wanita yang di hadapannya sekarang ini adalah Kirana. Hanya wanita itu yang hatinya inginkan. Selamanya.

"Semoga Allah selalu menyertai rumah tangga kalian. Berbahagialah dan saling mencintailah kalian berdua."

Hana begitu haru melihat dua anaknya bersatu. Ia mengelus pipi putranya penuh sayang. Ia lantas memeluknya dengan bangga dan penuh cinta sebagai seorang ibu. Air matanya menetes, karena sebentar lagi putra tunggalnya itu akan berpisah dengannya dan memulai hidup barunya.

"Jaga dirimu baik-baik, sayang. Jaga Fatimah untuk ibu. Cintai dia sepenuh hatimu," ujar Hana menatap Panji.

"Ibu juga jaga diri baik-baik. Selalu kabari Panji jika ibu ingin sesuatu. Panji akan selalu ada buat ibu dan akan mengingat pesan ibu." Panji mencium punggung tangan ibunya.

Di sisi lain Fatimah sudah terseduh-seduh dalam dekapan Ayahnya, karena untuk pertama kalinya dan seterusnya ia akan berpisah rumah dengan kedua orang tuanya. Walau ia berjanji akan berkunjung sering-sering setelah ini. Sari mengelus pundak putrinya lembut.

"Inilah takdir Fatimah. Tidak usah bersedih. Ayah sama ibu akan baik-baik saja. Kamu jagalah diri baik-baik. Jadilah istri yang patuh. Kini ridho kami sudah berpindah pada Panji. Kamu harus jadi istri sholeha. Bersabar dan ikhlas menjalani kehidupan rumah tanggamu. Jika suatu saat rumah tanggamu diguncang dengan berbagai masalah. Maka tetaplah bersabar dan hadapi. Pertahankan rumah tanggamu baik-baik, sayang. Ibu percaya Panji akan menjagamu dan mencintaimu sebagaimana Ayah menjaga ibu dan mencintai ibu."

Fatimah balik memeluk ibunya. "Fatimah akan selalu ingat pesan ibu. Terima kasih telah merawat dan membesarkan Fatimah dengan penuh cinta. Maafkan Fatimah jika selama bersama Ayah dan Ibu, Fatimah seringkali berbuat yang membuat kalian kecewa dan marah. Fatimah sayang Ayah sama Ibu."

Melody Embara (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang