𝚁𝚎𝚟𝚎𝚊𝚕𝚎𝚍!

641 71 1
                                    

Kita hanya dua manusia yang berbeda. Tidak akan pernah bisa disatukan. Tidak usah berusaha, karena cintaku hanya menjadi milik orang lain. Jadi berhentilah mencoba.

-Panji-

----------------

Sejak kejadian di supermarket tiga hari yang lalu itu membuat semuanya berubah. Fatimah bahkan tidak lagi membuka suara pada Panji. Wanita itu malah sibuk dengan semua aktivitasnya. Membersihkan rumah, memasak dan membuatkan Panji teh. Hanya sebatas itu dan dia kembali ke kamar jika semuanya sudah selesai. Ia belum siap berbicara atau pun mendengar penjelasan menyakitkan yang akan Panji lontarkan untuknya. Fatimah sangat paham bahwa Panji sudah siap untuk semua hal yang akan meruntuhkan segala mimpinya dan yah, untuk surat yang pernah Fatimah baca itu akan segera dilaksanakan niatnya.. Menyingkirkan dirinya selama-lamanya.

Panji sendiri pun ikut bungkam. Ia masih berusaha memahami keadaan sebelum ia bertindak. Ia masih bingung harus bagaimana. Satu sisi ia sudah amat sangat bahagia Kirana kembali, tapi di sisi lain ia juga tidak tega melihat Fatimah terus saja menumpahkan air mata, hanya karena bersamanya. Apalagi kejadian di supermarket itu. Rasanya ia sudah tidak punya alasan untuk menutupi hubungan dirinya dan Kirana tatkala ia mengingat bagaimana Fatimah terisak-isak di hadapannya saat itu. Entah kenapa rasanya begitu menyakitkan melihat Fatimah menangis. Ini benar-benar berat untuk Panji. Ia juga masih sangat menyayangi ibunya. Panji tidak mau ibunya kecewa atas keputusannya untuk berpisah dengan Fatimah mengingat bagaimana ibunya itu sangat menyayanginya. Ditambah lagi dengan kepercayaan kedua orang tua Fatimah bahwa Panji akan menjaga putrinya dengan baik, tapi apa yang ia lakukan? Hanya menebarkan luka, air mata dan nestapa.

Panji mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Entah kenapa ia jadi harus sedilema ini. Padahal sebelumnya semua sudah ia rencanakan dengan sangat mantap. Agar bisa berpisah dengan Fatimah, tapi kenapa ia malah merasa harus mempertahankan apa yang sudah ia bangun bersama wanita malang itu. Ahh-ini sungguh tidak benar.

"Ini tehnya."

Fatimah datang dengan meletakkan secangkir teh di atas meja kerjanya. Wanita itu bahkan tak menampakkan senyum seperti biasanya membuat Panji sedikit tidak menyukainya. Saat Fatimah hendak pergi, Panji langsung menarik tangannya membuat Fatimah seketika berbalik menghadapnya dengan terkejut.

"Kita bisa bicarakan ini."

Fatimah sejenak terdiam sebelum ia bersuara dengan nada yang tercekat. "Bi-bicarakan apa?"

Panji memejamkan matanya sejenak dengan helaan napas berat. "Tentang kejadian di supermarket itu. Aku akan menjelaskan semuanya."

Fatimah kembali diam. Kali ini dadanya kembali sesak. Sebisa mungkin ia memperlihatkan sisi tegarnya menampilkan senyum terbaik untuk menutupi kerapuhannya.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan. Kalian teman masa kecil kan? Jadi itu tidak masalah. Aku tidak punya hak untuk melarangmu berjalan bersamanya."

"Jika memang begitu, kenapa saat itu kau malah pergi dan menangis?"

Fatimah kembali diam. Ia bahkan hampir melupakan bagaimana terlukanya ia saat itu. Panji benar, jika ia merasa mereka berdua hanya sebatasa teman, kenapa ia harus menangis?

"Apa kau cemburu?"

Panji menatap lurus netra hitam legam itu yang berusaha terus mempertahankan dirinya dengan sangat kokoh.

Melody Embara (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang