𝙳𝚎𝚋𝚞𝚗𝚔!

722 124 5
                                    

Semakin aku mengatakan baik-baik saja, kenapa semua terasa sulit ku mengerti?

-Fatimah-

--------------------

Fatimah baru saja membersihkan badannya. Memakai jilbab dan khimar seperti biasanya. Lalu tak lama berselang, Panji muncul dengan baju santainya. Ia menatap ke arah cermin, menatap wajah sang istri yang begitu semangat menyambut ibunya.

"Kau tidak ke kantor hari ini?" tanya Fatimah memutar badannya menghadap Panji yang sudah duduk di tepi ranjang.

"Hari ini aku sengaja tidak masuk. Ibuku akan berkunjung ke sini. Aku tidak mau membuat dia kecewa, karena tak melihatku saat ia datang nanti."

Fatimah mengulum senyum. Betapa Panji begitu menyayangi ibunya. Lantas ia bermonolog dalam batinnya.

Bisaka aku juga mendapatkan kasih sayang itu darimu?

"Kenapa kau menatapku begitu?" tanya Panji yang bingung melihat Fatimah menatapnya lurus.

"Ah, tidak. Aku hanya berpikir kau anak yang begitu berutung, karena mempunyai ibu sebaik ibu Hana. Dia benar-benar menyayangimu."

Panji menyunggingkan senyum dan itu sukses membuat hati seorang Fatimah mencelos. Untuk yang pertama kalinya lelaki itu tersenyum mendengar ucapannya. Pertama kalinya Fatimah merasakan desiran yang semakin membuncah hangat tatkala bulan sabit itu terbentuk indah di bibir seorang Panji. Senyum yang sedikit sulit ia bidik melalui netranya selama bersama lelaki itu.

"Ibu adalah wanita terbaik. Dia yang paling ku cintai. Dia yang lebih pantas mendapatkan segala cintaku dan sayangku. Aku pun merasa bangga karena telah terlahir dari rahimnya," ujar Panji memuji Ibunya.

Fatimah tersenyum hangat. Benar. Cinta itu hanya untuk ibunya. Tapi bisakah Fatimah memintanya sedikit saja untuk ia miliki sebagai seorang istri? Haaaa-- rasanya Fatimah lelah sekali dengan kondisi rumah tangganya. Mimpi yang ia rancang dengan begitu sempurna ternyata hanya ilusi yang tak berarti. Ia bahkan tak pernah sekali pun mendapat perhatian suaminya. Setiap hari ia selalu dilanda resah akan hatinya sendiri. Bertanya ribuan kali dalam hatinya apakah yang membuat Panji seolah tak melihat keberadaannya. Hanya sekadar lewat lalu menghilang dari harapannya. Betapa sesak rasanya memikirkan semua yang terjadi.

"Assalamu'alaikum?"

Suara dari luar rumah terdengar nyaring. Membuat penghuninya segera keluar. Fatimah baru saja ingin beranjak, tapi tiba-tiba jemari kekar itu mencekalnya. Awalnya Fatimah terkejut dan degub jantungnya berdebar begitu cepat. Ia berusaha terlihat biasa dari kegugupannya. Fatimah menoleh ke arah Panji yang menatapnya lurus. Hazel itu sukses membuat udara yang Fatimah hirup seperti terampas gugup. Bahkan sampai detik ini pun hatinya akan selalu berdebar-debar jika lelaki itu sudah mengatensikan kedua netranya padanya.

"A-ada apa?"

"Biar aku menggandeng tanganmu."

Betapa hatinya mencelos tak menyangkah. Berjuta bahagia menggelitik hatinya membuat debaran itu makin membuncah saja. Hampir saja ia tak bisa bernapas hanya karena Panji mengatakan hal sepeleh itu. Mungkin itu biasa, tapi bagi Fatimah itu bukan suatu hal yang biasa. Untuk pertama kalinya lagi setelah awal pernikahan kedua jari mereka terpaut kembali.

Melody Embara (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang