𝙼𝚎𝚎𝚝!

665 102 0
                                    

Untuk beberapa hal aku mungkin kalah, tapi memilikimu sebagai suamiku adalah kemutlakan yang nyata.

-Fatimah-

----------------

Sudah sepekan lebih Hana meninggalkan rumah Putra dan menantunya itu. Fatimah dan Panji pun tetap terlihat baik setelah malam yang mereka lewati berdua. Malam panjang yang membuat Fatimah merasa cintanya telah terbalaskan. Panji mengajaknya ke tempat yang sama, tempat yang selalu membuatnya terkesan. Pantai Kota. Malam itu adalah kebahagiaan yang takkan pernah ia lupakan. Panji benar-benar mampu menaklukkan hatinya seketika. Menghancurkan segala keraguan yang melanda jiwanya. Ia terus berusaha meyakin kan dirinya untuk selalu mempercayai suaminya sesulit apa pun keadaannya. Ia akan selalu berusaha untuk menerima apa pun yang datang menimpah rumah tangganya. Sebesar apa pun nanti ujian yang datang menyapa keluarga kecilnya, maka ia harus mampu melawannya. Fatimah harus mampu mengalahkan prasangka dan ketakutannya. Segalanya hanya untuk mempertahankan apa yang sudah digariskan untuknya.

"Aku pergi ke kantor dulu," ujar Panji yang sudah rapi dengan kemeja putih polos lengkap dengan jas hitam yang menempel di tubuhnya secara sempurna membuatnya nampak berwibawa.

"Pegilah. Semoga Allah selalu memudahkan setiap urusanmu. Jangan lupa makan, kau jangan terlalu banyak memikirkan pekerjaanmu. Jika perlu istirahatlah sejenak. Jangan memaksakan diri," timpal Fatimah sembari menciumi punggung tangan Panji.

Panji hanya mengangguk dan bergegas keluar dari rumah menuju garasi mobil. Suara mesin mobil pun terdengar dan perlahan-lahan menghilang. Fatimah menghela napas cukup ringan. Kali ini tak ada kesesakan, tapi ini benar-benar kelegahan hatinya. Setidaknya Panji kembali membuat perasaannya jauh lebih baik dari sebelumnya. Suamianya sedikit demi sedikit mulai memperhatikannya. Setidaknya perhatian kecil itu sudah cukup membuat kecemasannya sirna.

"Baiklah Fatimah. Sekarang waktunya kau kembali pada aktivitasmu. Siapkan jamuan terbaik untuk suamimu nanti," gumamnya dengan penuh semangat.

Fatimah mulai melangkah ke dapur dan melihat apakah masih ada bahan makanan yang tersisa di dalam kulkas. Namun saat dibuka nampaklah uluman senyum sedikit kecewa, karena tak ada satu pun bahan makanan yang bisa ia racik hari ini.

"Sepertinya aku harus keluar berbelanja."

Tanpa berpikir panjang Fatimah pun bergegas mengganti pakaiannya dan keluar rumah menuju supermarket. Sinar mentari cukup terik hari ini hingga membuat mata Fatimah harus menyipit. Ia menunggu taxi di persimpangan jalan yang tidak jauh dari rumahnya. Setelah mendapatkan taxi ia pun bergegas menuju tempat yang dituju

***

Panji sudah begulat dengan berkas-berkas kantornya yang tak bersudah. Menagernya pun hampir kewalahan ke sana kemari memberikan beberapa dokumen yang bosnya itu harus isi.

"Apakah nanti ada meeting?" tanya Panji yang sibuk mengecek dokumen-dokumennya.

"Tidak ada, Pak."

Panji mengangguk setelah itu kembali memberikan dokumen itu pada managernya.

"Jika ada yang mencari saya, katakan saya sedang istirahat dan tidak mau diganggu."

"Baik, Pak."

Setelah sang manager keluar, Panji lantas merebahkan kepalanya ke tumpuan kursinya. Menghela napas berat lantas memejamkan matanya. Ia cukup lelah dengan segala keadaannya sendiri. Baik itu untuk pekerjaan kantornya, di rumah dan perasaannya. Ia letih dengan segalanya. Mungkin pekerjaan kantor hanya sebahagian kecil dari rasa lelahnya dibandingkan dengan perasaannya yang sangat-sangat malang. Membohongi Ibunya dan Fatimah atas kenyataan yang ada. Memberikan segala kepalsuan cinta dan perhatian untuk istrinya demi menjaga hati sang Ibu.

Melody Embara (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang