Satu tahun berlalu.
Semesta masih sama. Matahari masih bersinar seperti biasanya. Udara juga masih sejuk dihirup serta suara-suara berisik dari insan manusia yang bersemangat memulai pagi.
Kali ini Fatimah sudah duduk manis di Kafetaria dengan secangkir coffe latte yang sudah mengepulkan asap beraroma manis yang sanggup menggelitik hidungnya. Tak lama ponselnya berdering menampakkan satu nama di sana.
Aira.
"Halo, gadisku. Assalamu'alaikum?" sapa Aira di seberang telepon dengan suara kelewat ceria.
"Wa'alaikumussalam juga gadis jombloh ku. Apa kabar dengan calonnya? Apakah sudah ada?" balas Fatimah dengan godaan membuat orang di seberang telepon langsung menyembur sebal.
"Yaaa!! Kau ini masih saja membahas itu. Jangan runtuhkan sisi lemahku lah, Fatimah ... Aku terlalu sensitif dengan itu. Mendengar ucapan mu aku jadi sebal. Kau tahu? Ibuku hampir saja ingin menjodohkan ku dengan lelaki tua. Oh Astagaa!! Rasanya hari itu aku ingin mati saja. Untungnya aku ada panggilan kembali ke sini, jadi untuk sekarang aku aman dari perjodohan gila itu. Jika kau bertemu dengan ibuku, katakan padanya untuk segera mengakhiri perjodohan tidak masuk akal itu. Aku benar-benar akan marah pada ibu kalau dia terus melanjutkannya. Wah! Aku bisa benar-benar gila jika memikirkannya."
Fatimah tak kuasa menahan tawanya saat mendengar pengakuan lucu itu dari Aira. Fatimah bahkan mulai membayangkan wajah merah mirip kepiting rebus pada Aira tatkala diperhadapkan pada sebuah pilihan yang paling menyebalkan untuknya. Bayangkan saja bagaimana jadinya jika Aira harus berakhir menikah dengan lelaki tua yang ia katakan itu. Alih-alih menjadi nyonya rumah eh tahu-tahunya harus berakhir menyedihkan menjadi perawat pasien stroke. Oh astagaa itu bukan pilihan yang baik.
"Tapi ngomong-ngomong bagaimana kabarmu? Oh iya. Apa kabar dengan pria dingin yang pernah kau ceritakan itu? Apakah kau sudah bertemu dengannya lagi?" goda Fatimah kembali membuat Aira melengos.
"Sangat-sangat baik. Astagah!! Kau masih mengingat lelaki itu rupanya. Aku bahkan hampir saja melupakannya."
"Masih hampir yah, Ra? Jadi masih ada kesempatan dong mengingatnya kalau begitu." Kali ini Fatimah sudah puas menertawai Aira yang masih saja mendumel tak karuan di seberang.
"Yaa! Hentikan! aku akan memutuskan telepon ini!"
"Eh-eh jangan baper dong, Ra. Hihihi. Kau lucu sekali yah jika salah tingkah. Aku bahkan membayangkan wajah merah mu sekarang. Persis seperti tuan krab. Hahahha."
"Yaaa!!"
"Oke-oke tidak lagi. Kali ini aku mau serius."
"Serius apa?"
"Akan mencarikan calon untukmu. Hahaha."
Tut tut tut ..
Akhirnya telepon berakhir dengan pemutusan sepihak. Aira memutuskan teleponnya dengan kesal dan Fatimah sendiri masih terbahak-bahak nyaris iris hitam legamnya itu tenggelam. Aira benar-benar tidak berubah dan dia selalu membuat Fatimah tertawa bahkan hampir pada titik akut yang kelewat lucu.
Sudah hampir dua bulan gadis itu di Korea. Aira memutuskan kembali ke negeri gingseng itu saat ada panggilan mendadak dari dosennya yang kebetulan juga masa cutinya sudah hampir habis. Mendengar keseruan cerita perihal perjodohan gila yang ibunya Aira diam-diam rencanakan membuat Fatimah tak henti-hentinya tertawa, sungguh cerita hidup Aira itu menyenangkan dan terlampau ceria. Fatimah bahkan kadang merasa iri padanya, gadis itu selalu dipenuhi tawa dan banyak cerita-cerita yang siapa pun akan tertawa mendengarnya. Tidak seperti dirinya yang dipenuhi banyak kesedihan dan nestapa. Bahkan hingga detik ini pun duka itu masih belum sepenuhnya pulih, karena ada ruang hatinya yang masih kosong dan terasa hampa. Bertumpuk-tumpuk rindu masih menguasai jiwanya untuk satu sosok manusia yang entah bagaimana keadaanya sekarang.
![](https://img.wattpad.com/cover/214337748-288-k403508.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody Embara (Complete)
Random❝Bilur itu serempak menganga tatkala semesta menyatukan dua raga yang hampir sama terlukanya. Jika Panji selalu memilih penolakan hanya demi masa lalunya, maka percayalah Fatimah memastikan akan tetap bertahan untuk biduk rumah tangganya. Sekali pun...