SAHABAT - Chapter 20

49 1 1
                                    

"Wooooaaah..."

Devano berbinar. Sedangkan yang di kagumi masih tidak meliriknya sama sekali

"Gue ga nyangka lo milih gue dari bocah tengik itu" Ujar Devan.

Kali ini ia berhasil mendapatkan tatapan sinis gadis itu "Gue masih heran, kenapa lo kepilih jadi pembaca puisi ini ? Nilai lo anjlok, berandalan, ga bisa di andelin, otak pas pasan. Lo ga nyogok kan?"

Njay! Seburuk itu gue di mata lo, Nay?!

Devano mengasihani dirinya sendiri. Namun berusaha menjawab santai "Itu karena sebenarnya gue pinter dan wali kelas kita juga suka ke gue"

"Pinter dari mana mas ?"

Pertanyaan itu membuat Devan berfikir panjang. Benar juga, ia hanya murid dengan ranking 31 dari 32 siswa.

Kenapa bisa?

Apa mungkin kerena ia tampan ? Tidak mungkin wali kelas mereka yang juga seorang pria tertarik tentang hal ini kan ?

"Woi !" Nayla berdecak lalu memberi kertas yang sudah ia lengkapi bait puisinya "ini buat lo hafal. Gue udah foto, biar gue ngehafal lewat hp aja"

"Oh ya udah. Makasih ya..." Devan dan Nayla kemudian keluar kelas beriringan. Sekarang Devan masih tersenyum bahagia "Nay, jalan bentar yuk"

"Ga bisa. Gue ga di kasih pulang telat sama bang Nando"

"Lo punya abang ?"

"Iya. Lo mau gue kenalin? Dia ganteng kok"

"Lo pikir kelainan hormon?!" Devan dan Nayla sama sama tertawa. Selama perjalanan di sepanjang koridor, baru kali ini mereka tak terlihat seperti Tom and Jerry.

Diam diam, Devan memandangi Nayla yang berada dekat di sebelahnya. Menurutnya gadis itu sangat manis, padahal teman temannya mengatakan tipe Devan rendah dan tak masuk logika.

Namun yang ia yakini, Nayla tak seburuk penilaian mereka.

"Pan ! Gue belum pernah liat nyokap lo.." ujar Nayla tiba tiba

Devan tersentak, mengapa sesuatu yang tidak ingin ia bahas dan membuatnya mual ini harus di pertanyakan oleh Nayla

"Kenalin dong, Pan ! Kalo gue ke rumah lo! Kenalin ya..?"

"Ga ! Dia ga tinggal sama gue"

"Kenapa ?" Nayla menatap Devan sedikit kaget. Namun setelah melihat raut wajah Devan, sepertinya Nayla mengerti. "Maaf! Ga perlu gue hanya sedetail itu sih.." gadis itu tertawa canggung

"Gue memang berencana cerita ini ke lo. Gue juga punya trauma yang perlu lo tau dan gue sebenarnya pengen berterimakasih juga ke lo"

"Berterimakasih kenapa ?"

"Nanti ! Kalo udah waktunya, gue ceritain semua"

"Okay.."

Sesampainya di gerbang sekolah, langkah mereka terhenti. Di sana terlihat Rizky dan Riko bersama pria paruh baya.

Alis Nayla terpaut heran, mengapa Rizky terlihat tak suka bicara dengan pria paruh baya itu ? Rizky terlihat sangat marah yang belum pernah Nayla liat sebelumnya. Dari spekulasi gadis itu, ia yakin pria paruh baya itu punya ikatan keluarga dengan Rizky. Dari tatapan pria itu saja ia, terlintas mata sayup dengan penuh kasih sayang....

Namun berbeda dengan Devan. Ia seperti merasa kenal dengan Bapak itu ? Tapi dimana ? Pria itu menyipitkan katanya untuk melihat lebih jelas. Ia merasa sangat yakin jika ia pernah bertemu dengan Bapak itu sebelumnya. Selagi mengingat hal itu, Devan tersentak. Emosinya bergejolak.

Benar, Pria paruh baya bersama Rizky itu adalah pria yang sudah memasuki kamar Almarhum Ayahnya bersama Ibu kandungnya saat 7 tahun yang lalu. Benar dia ! Devan berani bersumpah jika itu orangnya. Orang yang membuat kehidupan Devano menjadi hancur lebur. Orang yang telah merubah sosok Ibunya mejadi sosok yang ia benci. Dendam itupun bahkan masih ada hingga sekarang .

Dan saat ini ia kembali melihat orang itu lagi ?! Luka dan kenangan buruk itu kembali menguasainya

"Van ?" Nayla tersentak kaget dan cemas ketika pria di sebelahnya ini menjadi gemetar dan berkeringat "lo gapapa, Van ?" Sumpah! Nayla benar benar kawatir.

Akhirnya ia mencoba membawa Devan dari sana. Mereka masuk ke ruang musik yang tak jauh dari tempat tadi. Kebetulan juga ruangan ini belum di kunci.

Nayla meraih air mineral dari tasnya lalu memberikan pada Devan. Jelas sekali gadis itu benar benar cemas tanpa Devan sadari. "Van, minum"

Devan mengambil itu dan meminumnya.

"Lo...kenapa ?"

Masih belum dapat jawaban. Nayla mencoba mengelus punggung Devan dengan canggung, mencoba menenangkannya "mungkin kalo lo belum bisa cerita, gapapa. Tapi jangan pernah memendam masalah lo sendirian. Lo harus punya prinsip kayak gini ga ada skenario buruk tanpa ending yang indah. Yakinin aja, semua hal itu pasti punya sesuatu yang ba-"

Cup!

Mata Nayla membulat sempurna. Apa yang barusan terjadi?

Devan mengecup pipinya ? Devano?! Menciumnya?!

Pipi Nayla memerah, tangannya menjadi dingin dan tubuhnya membeku. Bahkan ia tak bisa marah ? Ia di rasuki apa ? Orang yang ingin ia musnahkan itu melakukan hal itu padanya dan bahkan ia tak bisa berbuat apa apa, selain membisu. Bahkan tanpa sadar Ia malah speechless.

Melirik Devano saja dia tak sanggup, kenapa juga tiba mejadi awkward ? Pipinya masih memerah. Diam diam Devano tersenyum, ia mengacak gemas rambut Nayla.

Sekarang ia sudah merasa baik baik saja. Gadis itu lagi yang menyembuhkannya.

"Salah tingkah lo ya..?" Devan tertawa. Mengulurkan tangannya kepada Nayla untuk berdiri.

Nayla enggan menggapainya. Beralih ketus menatap Devan "Berani ya lo ?!"

"Maaf ..."

Bruk !

Satu tendangan berhasil mendarat di betis Devan. Pria itu meringis. Kambuh kebarbaran Nayla. Harusnya ia tak mengoloknya!

Nayla berlalu mendahului Devan tanpa sepatah kata. "Nayla!" Pria itu mengejar dan menghalanginya

Devan kembali mengulurkan tangannya "Gue berharap perlakuan gue ga nyakitin lo. Itu supaya kita ga canggung, Nay. Gue ga pengen kita awkward kayak tadi. Mau ga jadi sahabat gue? Gapapa ga jadi pacar lo, jadi temen lo aja gue udah seneng" Devan tersenyum. Senyum luar biasa yang di jamin membuat gadis manapun mimisan

Berbeda dengan yang Nayla baik baik saja namun luluh untuk membalas jabatan tangan Devano "okay ! Asal jangan gila lagi! Janji ?" Dia melepas jabatan tangan itu dan memberi jari kelingkingnya

"Janji !"

(BERSAMBUNG......)

JUNIORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang