Timeline: Voice 3 episode 2, sekembalinya Tim Golden Time dari Jepang.
.
.
.
Aku hanya bisa menghela napas sesaat setelah memasuki apartemen. Rasa-rasanya sudah lama sekali aku tidak merasakan empuknya kasur dan tenangnya nuansa kamar ini. Ah, mungkin aku baru menyadari jika tubuhku selama ini sudah cukup kelelahan untuk tak menyadari hal-hal kecil seperti itu.
Kuletakkan barang-barang yang sebelumnya kubawa dari Jepang. Tak banyak, hanya satu stel baju cadangan serta beberapa barang yang kubawa untuk berjaga-jaga apabila ada sesuatu yang mendesak. Toh, kenyataannya aku masih tetap mengenakan pakaian yang sama ketika aku berangkat tadi.
Setelah itu, aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak peduli jika jarum jam kini hampir menunjukkan pukul tiga pagi. Tubuhku sangat lusuh dan penuh debu, mengingat beberapa jam yang lalu aku sempat jatuh bangun beberapa kali saat berusaha menemukan tersangka kasus penculikan warga Korea.
Aku takkan mengelak jika kalian menganggapku sedikit keterlaluan. Mana ada polisi call center yang ikut menangkap langsung tersangka penculikan yang berakhir dengan pembunuhan, ketika dirinya berada di negara dimana ia tak paham bahasanya sama sekali? Dan lagi, itu pertama kalinya aku pergi ke negara Jepang.
Aku hanya bisa tertawa dalam hati. Tak menyangka jika menjemput Komandan Do ke Jepang membuat Tim Golden Time harus berurusan dengan kasus code zero dan nyaris bentrok di negeri orang. Walaupun begitu, kami harus melakukannya demi Agen Jin, mengingat korban adalah saudaranya.
Kita bisa melewati dua pulau sekaligus hanya dengan sekali dayung, begitulah pikirku. Selama tak melewati batasku seperti perkataan Komisaris, takkan ada masalah berarti.
Setelah keluar dari kamar mandi, kuambil kotak P3K yang kuletakkan di lemari. Tadi baru kusadari jika terdapat beberapa luka kecil di wajahku, akibat dari pelaku penculikan tadi yang menyerangku. Pikiranku terlalu fokus mencari cara untuk membawa Komandan Do kembali ke Korea, sehingga melupakan kondisiku sendiri yang cukup berantakan.
Beruntung sekali tak ada yang memperhatikanku sepanjang perjalanan pulang, terutama saat di bandara. Atau mungkin aku saja yang tak terlalu peduli karena terlalu fokus dengan keberadaan Komandan Do.
Mengingat Komandan Do, akhirnya kami bisa membawanya kembali ke Korea. Walaupun sempat harus bersitegang dengan detektif Jepang yang bersikeras menganggap Komandan Do adalah tersangka dari pembunuhan Yukiko, seorang pelukis ternama dari Jepang. Lebih baiknya lagi, ia setuju untuk kembali menjadi Komandan Tim Lapangan, walau lagi-lagi ia kembali mengajukan waktu sebulan untuk menuntaskan kasus ini.
Mengenai kasus, aku yakin jika semua ini ada hubungannya dengan Bang Je Soo dan Doctor Fabre. Entah apa hubungan itu, yang pasti Fabre Auction–atau itulah yang dikatakan oleh Komandan Do–merupakan kartel internasional yang sangat luas di Dark Web. Aku sudah melihat sebagian informasi yang ditemukan Komandan Do, tetapi ...
Oke, itu masih cukup mengejutkanku untuk saat ini.
Aku tak bisa dengan mudah menyuruh Agen Jin Seo Yul untuk kembali menyelidiki Doctor Fabre di Dark Web. Saat-saat dimana jari-jari Agen Jin dipotong dengan bengisnya oleh Bang Je Soo masih terngiang di otakku. Aku tak bisa lagi mengambil keputusan dengan mudah. Terlebih, telingaku ini.
Saat akan mengoleskan salep di salah satu luka lecet di wajahku, tiba-tiba terdengar suara bel pintu. Aku melirik sekilas jam yang terpampang di layar ponselku. Pukul 3.15 dini hari, siapa yang bertamu di tengah malam begini?
Saat kubuka pintu, wajah Agen Park terlihat oleh kedua mataku. Bisa dibilang, aku cukup terkejut dengan kedatangan salah satu orang kepercayaanku itu.
"Direktur Kang, maaf mengganggumu di larut malam."
"Oh, Agen Park. Masuklah, tak sopan kita berbicara di depan pintu."
Kupersilahkan Agen Park memasuki apartemenku. Saat aku akan membereskan obat-obatan yang bertebaran di atas meja, tiba-tiba Agen Park mencekal tanganku.
"Anda belum selesai, bukan? Biar kubantu."
Aku hanya bisa terdiam ketika Agen Park mengambil alih kotak P3K itu dan mengoleskan salep di salah satu sisi wajahku yang memang terdapat goresan luka kecil. Bisa kulihat kilatan mata Agen Park yang menyiratkan rasa penasaran sekaligus khawatir yang jelas ditujukan padaku.
"Anda baik-baik saja? Wajah Anda terlihat pucat," tanya Agen Park dengan penuh khawatir. Aku menanggapinya dengan senyuman tipis andalanku.
"Aku baik-baik saja, kok. Mungkin efek mabuk udara," kilahku.
Agen Park hanya menatap mataku selama beberapa saat, sebelum menghela napasnya. Yah, bisa kutebak dia memilih untuk menyerah bertanya-tanya lagi.
Maaf, Agen Park. Aku hanya tak ingin kau dan yang lainnya terlalu mengkhawatirkanku.
"Aku tak bisa banyak protes lagi tentang Anda. Tetapi, bukankah lebih baik Anda lupakan soal berkas laporan ini untuk sementara dan segera beristirahat?"
Walau berkata seperti itu, wanita yang lebih muda dariku itu tetap memberikan berkas yang ia maksud padaku.
"Baiklah, aku akan beristirahat dan membaca berkas ini esok pagi." Kulirik jam digital yang ada di meja kerja. "Bukankah kau juga harus istirahat, Agen Park?"
Dia mengikuti arah pandanganku, kemudian memasang wajah tak enak. "Ah, sudah semakin larut. Kalau begitu, selamat istirahat, Direktur Kang."
Walau sedikit merasa tak enak hati mengusirnya secara halus, aku tetap mengantar Agen Park hingga ke depan pintu. Karena kenyataannya kamar apartemen Agen Park hanya berbeda lantai dengan kamarku, aku tak perlu begitu khawatir. Toh, tak akan ada yang berani menyusup ke dalam gedung mes kepolisian seperti ini.
Ah, lagi-lagi aku teringat soal insiden Agen Jin.
"Hati-hati, Agen Park."
"Kamar kita hanya berbeda satu lantai saja, Direktur."
"Kita tidak tahu apa yang akan terjadi."
"Jangan mencemaskan orang lain ketika diri Anda sendiri patut dicemaskan. Istirahatlah, Direktur Kang."
Aku hanya bisa tertawa canggung mendengarnya. Entah mengapa perkataan Agen Park sedikit menohokku.
Setelah kupastikan rekanku di call center itu menghilang di belokan koridor, aku kembali masuk ke apartemenku. Kubaca sekilas berkas dari Agen Park, yang sebetulnya hanyalah rekap laporan yang masuk ke call center. Beruntung tak ada yang perlu kukhawatirkan.
Setelah membacanya, kurapikan segera dan meletakkannya di atas meja kerja. Kubersihkan juga sisa-sisa obat dan kapas yang berserakan sebelum merebahkan diri ke atas tempat tidur.
Hal yang paling tidak kusuka adalah ketika mataku sulit untuk terpejam walau tubuhku sudah terasa remuk redam. Disaat insomnia menyerangku, pikiranku selalu dipenuhi dengan berbagai hal. Tak jarang terdengar suara-suara aneh yang muncul entah dari mana. Kali ini, pikiranku dipenuhi tentang apa yang terjadi seharian ini.
Kukernyitkan dahiku. Soal Komandan Do yang terlihat jauh lebih aneh dibandingkan sepuluh bulan yang lalu saja sudah cukup membuatku pusing. Sepanjang kami menyelesaikan kasus sepupu Agen Jin di Jepang tadi, aku bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan Komandan Do. Tatapannya, sikapnya ....
Kugelengkan kepalaku kuat-kuat. Tidak, aku tidak bisa memikirkan hal-hal seperti itu lagi. Sudah cukup dengan ketidakpercayaanku padanya sepuluh bulan yang lalu. Dia sudah terlalu banyak mengalami hal sulit sepanjang hidupnya.
Yang sekarang bisa kulakukan hanyalah mendukungnya, entah bagaimanapun caranya. Tak peduli dia menginginkannya atau tidak.
.
.
.
Udah lama nggak pernah nulis disini, sampai nyaris lupa kalau ada beberapa draf yang belum kelar. Selain ini, masih ada 5 lainnya yang masih mentah. Kebanyakan awalnya ditulis karena lagi gabut, eh idenya hilang entah kemana di tengah jalan. Jadinya ya gitu, terbengkalai 😂
Oh iya, sedikit bocoran. Aku berniat up sesuatu beberapa hari ke depan. Tebak aja ada apa, wkwkwk 😀😀😀
See ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Moksori - voice
Fiksi PenggemarTim Golden Time adalah sebuah tim khusus yang pertama kali berdiri di Kepolisian Wilayah Sungwun, dan semakin berkembang di Kepolisian Wilayah Poongsan. Dikenal sebagai tim yang selalu sukses dalam memecahkan kasus code zero dan berhasil meringkus...