04 - Tears

3.7K 424 60
                                    

Malam yang panjang telah terlewati, gemercik hujan terpaksa menarik kesadaran Yoongi dari tidur damai nya. Hangat, hal pertama yang Yoongi rasakan. Ia tak mampu menahan lengkung indah nya saat melihat Jungkook masih terlelap dengan tubuh yang memeluknya.

Tidak ada yang lebih membahagiakan dari ini; Tidur tanpa bermimpi Ibu dan Ayah dan terbangun tanpa rasa mual dan pening. Hal yang hampir tak pernah Yoongi alami selama beberapa dekade, dan hadiah terbesar nya adalah, ia bisa memeluk Jungkook sepanjang malam tanpa memedulikan bagaimana reaksi Ibu dan Ayah. Mengabaikan wajah murka yang akan menyambutnya kala pagi menyapa. Biar saja, Yoongi ingin menikmatinya walau sejenak.

Yoongi memperat peluknya kala udara dingin semakin menyeruak ke dalam kamar, tak ingin Jungkook nya sampai terbangun hanya karena taka da penghangat ruangan di kamar nya. "Tidurlah yang nyenyak, maaf karena tidak ada penghangat ruangan di kamar hyung." Yoongi mengusap rambut Jungkook satu arah.

"Hyung, sudah bangun?" Tanya Jungkook dengan suara serak nya. Yoongi mengangguk sambil tersenyum hangat. Lalu usapan lembut nya terhenti. "Apa hyung membangunkan mu?"

Jungkook tentu saja menggeleng. "Jangan berhenti, hyung. Itu membuatku sangat nyaman." Yoongi terkekeh lalu kembali pada aktivitas nya.

Setelah melakukan konseling dengan Seokjin, ia telah mengambil keputusan untuk tak menyia-nyiakan kebersamaannya dengan Jungkook. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi, pergi dari keluarga ini pun menjadi hal yang mungkin terjadi menimang bagaimana perlakuan Ibu dan Ayah terhadapnya. Karenanya, Yoongi akan menghabiskan waktu nya bersama Jungkook sebanyak mungkin. Lagi pula Yoongi tak ingin menjadikan Jungkook korban keegoisannya, cukup ia saja. Jungkook tak boleh merasa apa yang di rasakannya.

"Bagaimana tidur mu? Kau pasti kedinginan, kau sensitif terhadap cuaca dingin," khawatir Yoongi.

Mata Jungkook membesar dengan binar bahagia yang tak sempat di sembunyikan. "Hyung tahu?"

Yoongi terdiam sejenak mendengar ucapan Jungkook, usapannya terhenti. Sakit, separah itukah aku mengabaikan Jungkook selama ini hingga Jungkook merasa aku tak tahu apapun tentang nya? "Tentu saja hyung tahu."

Jungkook tersenyum lebar sambil mengeratkan pelukannya pada Yoongi. "Aku tahu hyung sangat menyayangi ku. Kenapa kita tidak dari dulu saja seperti ini? Kenapa dulu hyung selalu mengabaikanku? Hyung seperti tak menyayangi ku," keluh Jungkook dengan nada sendu nya.

"Hyung selalu menyayangi mu, Jungkook."

Jungkook mendesah panjang, bibir nya masih bergulung tanda menahan kesedihan. "Iya aku tahu, tapi hyung selalu saja membuatku bingung. Kadang hyung terlihat menyayangiku kadang hyung bahkan seperti membenci ku, kadang hyung juga terlihat sangat bersalah padaku. Aku tak mengerti dengan tatapan hyung padaku yang selalu berubah. Kenapa hyung?" tanyanya polos di balik tatap sendu nya.

Jungkook baru saja tigabelas tahun, apakah ia akan mengerti bagaimana rumit nya perasaan? Yoongi tidak bisa membenci Jungkook hanya karena keiriannya, Yoongi tak bisa membenci Jungkook hanya karena Ibu dan Ayah yang membencinya, Yoongi tidak bisa, menumbalkan Jungkook agar perasaannya lebih baik.

Satu waktu ia berusaha membenci Jungkook, agar perasaannya membaik, disaat yang bersamaan ia merasa lebih sakit melihat tatap menyedihkan Jungkook. Wajar saja Jungkook kebingungan dengan sikap nya, karena Yoongi sendiri bingung dengan apa yang diinginkannya.

Yoongi mengulas senyum. "Hyung tidak akan seperti itu lagi, mau memaafkan hyung? Mulai detik ini hyung hanya akan menatapmu penuh kasih sayang, janji."

Jungkook memeluk Yoongi penuh semangat. "Terimakasih hyung, aku berjanji akan membuat Ibu dan Ayah mencintai kakak banyak-banyak!"

Deg.

AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang