11 - Lost

2.7K 372 43
                                    

Yoongi itu indah, kakak terbaik sepanjang masa. Tak banyak hal yang sempat kulakukan dengannya, tapi hal-hal yang telah kita lakukan tak bisa beranjak dari relung jiwa, kebahagiaan kita tak lekang oleh waktu. Ia berdiri disana, menatapku dengan senyum tulus nan sorot mata menyedihkan tanpa frasa. Dari tatapnya aku mengerti betapa besar cintanya padaku—si adik yang begitu mendamba kehadirannya. Lalu perlahan ia pergi, dengan bulir bening dipelupuk mata, beranjak pergi tanpa mengucap kata, terus menjauh tak peduli sebanyak apa aku meminta—tinggal lah hyung, jangan pergi. Langkah nya kian menjauh namun tatapnya meminta mendekat. Lalu aku berlari, mencari ia yang tiba-tiba diambil bumi, disembunyikan oleh cinta semesta terhadapnya, meninggalkan sengsara yang membuatnya hampir sekarat.

"Hyung.. hyung.." dalam tidurnya Jungkook terisak lemah.

Berlari, sekuat apapun aku berlari jejak itu tak pernah ku temukan. Satu.. dua.. tiga, rasa takut melingkupi jiwa, merenggut harap yang baru saja menetas. Aku terluka, lagi-lagi semesta berkhianat padaku, mencuri Yoongi dari ku yang begitu mendambanya.

Jejas mimpi menyadarkannya, tubuh menggigil dengan bibir yang membiru. Bulir panas tak henti meninggalkan bendungannya, menangisi mimpi yang begitu menyesakkan jiwa. "Yoongi hyung.." isaknya berulang kali. Satu harap menentang rasa, hyung katakan semua ini hanya mimpi. Kau tak mungkin meninggalkanku kan?

Ricuh, suasana dalam satu ruangan kubik itu begitu sibuk, wanita penuh tangis yang pergi kesana-kemari membawa handuk hangat dan pria dewasa yang ribut mencaci. "Sial, karena Yoongi Jungkook jadi seperti ini! Seharusnya sejak lama dia pergi dari hidup kita, sudah berapa kali ku bilang dia anak sial yang hanya membawa takdir buruk untuk hidup kita, kenapa kau masih saja menunda untuk membuangnya," racau sang Ayah yang membuat kesadaran Jungkook kembali sepenuhnya.

"Ayah, apa kau bilang?" desisnya penuh amarah, kebencian terpancar jelas dari kedua mata angkuhnya, dengan rahang mengetat dan kepalan tangan kuat.

Membuang? Orangtua ku benar-benar sudah gila.

"AYAH KAU SUDAH GILA! KENAPA KAU BICARA BEGITU? DIA KAKAKKU, DIA ANAKMU!" Teriak Jungkook histeris, tak lagi peduli pada tubuhnya yang lemah sebab ia mendadak kuat setelah pria tua itu menyakiti kakaknya lagi dan lagi.

Tangisnya kembali berjatuhan. "Dimana Yoongi hyung sekarang? Dimana kakakku? Aku ingin bertemu dengannya," ucapnya bergetar, memohon dalam keputusasaan. Hyung.. hyung, kumohon..

"Kau harus sembuh dulu, sayang. Istirahatlah, Ibu dan Ayah akan membawa mu ke rumah sakit."

Belaian hangat sang Ibu ia tepis begitu saja, air mata Jungkook terus menerus berjatuhan tanpa suara. Sorot kebencian terpancar jelas dari kedua bola mata yang kini telah kehilangan binarnya. "Apa yang telah kalian lakukan? Apakah kalian menyakiti Yoongi hyung lagi?" tanya nya bergetar, tak kuasa menahan tangis nya. "Apa Ayah memukul hyung lagi? Apa ibu tak ingin memeluk hyung lagi? Apa Yoongi hyung kalian tinggalkan sendiri lagi?" tanyanya berulang kali menyayat hati nya sendiri.

Apakah Yoongi hyung sedang menahan rasa sakit seorang diri di dalam kamarnya? Apakah Yoongi hyung sedang menangis tanpa ada yang menemani? Beribu pertanyaan terputar di otak nya.

Sang Ayah mendekat, " Kesehatanmu nomor satu. Semua baik-baik saja, kau harus istirahat Jungkook," tegas nya.

Jungkook lagi-lagi menepis tangan sang Ayah yang memaksa nya untuk kembali berbaring. "Kenapa Yoongi hyung harus mendapat perlakuan buruk dari ibu dan ayah?"

Hening mendominasi, air mata Jungkook tak kunjung berhenti. Lelah dengan drama keluarga yang tak pernah dimengertinya, Jungkook berusaha bangkit untuk menemani Yoongi nya yang sedang bersedih.

"Meskipun Yoongi hyung tak memiliki ibu dan ayah yang baik, setidaknya Yoongi hyung punya aku, aku akan menjadi adik terbaik untuknya," ucap nya pelan namun mampu menyayat hati sang Ibu dan juga Ayah. "Demi Tuhan, aku membenci kalian jika terjadi hal buruk pada kakakku!"

Sigap, ibu dan ayah menahan usaha Jungkook untuk bangkit dari kasur nya. "Yoongi pergi."

Satu kalimat yang mampu membuat dunianya runtuh seketika. Jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa saat, dengan remasan kuat pada hatinya yang kian rapuh, mencabik jiwa yang kini begitu tersesat. Jungkook terjatuh begitu saja. "Jangan bohongi aku! Jangan bohongi aku! Yoongi hyung tak akan pernah meninggalkan ku! APA YANG SUDAH KALIAN LAKUKAN PADA KAKAKKU?!" Teriak Jungkook histeris.

Jiwanya melebur dengan luka yang tak henti melenyapkan segala asa, tangis pilu mampu menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Jungkook hancur. "Tidak mungkin, Yoongi hyung tidak mungkin melakukan ini pada ku. Hyung, katakan ini semua hanya mimpi. Hyung, aku membutuhkanmu."

Melihat Jungkook menangis, sang Ibu ikut terisak keras, berusaha menggapai sang putra, membawa Jungkook ke dalam pelukan hangatnya. Namun Jungkook berontak sekuat tenaga, meninggalkan Ibu yang penuh luka. "Maaf, maafkan Ibu. Jangan menangis, maafkan Ibu," rapal sang Ibu.

"Kembalikan Yoongi ku.."

Hyung.. semua ini tidak benar kan?

***

Yoongi membisu menatap kelamnya angkasa, menata keping hati yang masih bersisa, memupuk kembali asa, setidaknya ia masih harus hidup untuk membuktikan pada semesta bahwa ia tak pantas diperlakukan tak berharga.

Pikirannya terbang tanpa bisa dikendalikan, meski sudah melepas sepenuhnya, bayang bagaimana Jungkook setelah terbangun dari tidurnya tetap menjadi kekhawatiran untuknya saat ini. Bagaimana kondisi rumah tanpaku? Tanpa tahu malu, satu pertanyaan menyelusup.

Semua tidak akan ada yang berubah, karena disana kehadiran ku tak berarti apa-apa, maka kehilanganku pun tak menjadi masalah.

Derit pintu mengalihkan atensi, Jimin masuk dengan selimut di tangan kanannya. "Sudah malam, kau pasti lelah," ucap nya menginterupsi kegiatan Yoongi.

Yoongi mengerjap, lalu beringsut ikut terlentang di samping Jimin. "Apakah tak masalah jika aku tidur disini?" tanya Yoongi.

Jimin tertawa kecil sembari mendecih. "Kau mengatakan itu setelah membaringkan tubuhmu, apa menurutmu aku tega meminta mu pergi dari kasur ku?"

"Aku sengaja, agar kau tak memiliki kesempatan untuk mengusirku," ucap Yoongi datar.

Jimin tertawa renyah membuat Yoongi keheranan. "Kau kenapa?" Lagi-lagi tanya nya datar.

"Kenapa kau bisa melemparkan lelucon dengan nada sedatar itu dan wajah seserius itu?" ucapnya masih dengan tawa-tawa yang tersisa.

Yoongi menolehkan pandangannya terkejut. "Kapan aku melempar lelucon?"

Jimin menggeleng dengan tawa yang sanggup melilit perut nya. "Kita harus tidur, besok banyak pekerjaan yang harus dilakukan," ucap Jimin pada akhirnya.

"Pekerjaan? Maksud mu?"

"Lihat saja besok."

Dan malam itu berakhir dengan Yoongi yang bertanya-tanya akan seperti apa harinya esok. Tanpa ibu, ayah, Jungkook dan segala lukanya. []

AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang