16 - Dia tidak pernah kembali

2.5K 336 48
                                    

Saat harap ditelan kecewa, saat tangis dikhianati semesta, saat hancur mengambil alih hidupnya, Jungkook tidak pernah menyangka rasa akan secepat ini berubah. Ah, tidak begitu cepat sebenarnya, 6 tahun bukan waktu yang singkat, kan?

Banyak hal yang telah ia lalui, banyak luka yang telah ia baluti, banyak duka yang telah ia tangisi. Dan sebanyak apapun harap ia panjatkan, Yoongi tak pernah kembali. Tidak sama sekali.

Bila dulu tubuh ringkihnya begitu mengkhawatirkan, kini ia telah menjadi pria tinggi berperawakan tegap, begitu berkharisma dan terlalu jauh untuk digapai. Merengek tak lagi menjadi kebiasaannya, menunggu Yoongi tak lagi menjadi rutinitasnya. Jungkook kini tak lagi mencari, bukan menyerah tapi ia berusaha ikhlas. Sedikit naif, tapi Jungkook memutuskan untuk membiarkan Yoongi memilih jalan hidupnya.

Tak ingin hidup bersamanya, meninggalkannya.

Jungkook menjadi pria apatis, tak peduli sekitar, hati nya membeku, terlalu lama tak menerima kehangatan. Sebagian besar ruang dihatinya kosong, sebab dunianya tak lagi ingin singgah—memilih untuk pergi dan tak berniat kembali.

Ia masih ingat jelas, saat Yugyeom menangis tersedu dan mengungkap kebohongannya. Yoongi masih hidup, dan meminta Yugyeom untuk menyembunyikan keberadaannya pada Jungkook disaat Jungkook hampir sekarat menunggu kepulangan sang kakak tercinta. Lantas, harus bagaimana Jungkook bersikap? Saat itu, hancur tak lagi bisa mewakili kondisinya.

Tak ada air mata saat itu, tak pula amarah. Jungkook hanya kecewa, dan hatinya total kehilangan sensitivitas.

Jadi, hyung tak ingin lagi tinggal bersama ku? Memilih jalan lain dan meninggalkan ku? Yasudah, lakukan saja.

Yugyeom membola terkejut, saat melihat Jungkook terbahak gila, menghancurkan kewarasannya saat itu juga.

Jadi, selama ini aku hanya menunggu orang yang tak menginginkan ku? Ya Tuhan, yang benar saja! Aku jadi malu sendiri, ucap nya kegelian menutup sakit yang tak mampu terangkai kata.

Saat itu benci menjadi kata yang tepat untuk mewakilkan perasannya, terlampau kecewa, terlalu menyakitkan. Tapi ia sadar, bukankah terlalu egois jika ia memendam benci untuk seseorang yang telah banyak merasa sakit?

Jika bicara soal perasaan, hati siapa yang sanggup menahan? Yoongi adalah dunianya, Yoongi alasannya tertawa, dan kini Yoongi tak lagi ada. Dalam diam Jungkook banyak termenung, memikirkan alasan logis mengapa Yoongi memilih menyerah. Mengapa Yoongi tak bisa menjadikan dirinya sebagai alasan untuk tetap bertahan. Tapi ia ingin mencoba memahami Yoongi, kakak yang sejak dulu banyak tersakiti. Mungkin pergi menjadi yang terbaik. Bukan untuk menyakiti hati yang lain, tapi untuk menyelamatkan keping hati yang nyaris sekarat, mungkin?

Lalu, Yugyeom mengenggam tangannya erat, sibuk meyakinkan bahwa Yoongi akan kembali, berdalih sedang menyiapkan banyak hal untuk membawanya pergi. Kini Jungkook ingin tertawa, 6 tahun tidakkah cukup? Berapa banyak hal yang sedang ia siapkan? Berapa banyak waktu yang harus Jungkook korbankan? Mungkinkah Yoongi tersesat? Terbuai dengan kehangatan yang menjelma menjadi keluarga, melupakan ia—satu-satunya keluarga yang masih tersisa.

Enam tahun berlalu, dalam proses itu Jungkook total menjadi pribadi yang berbeda. Badung menjadi hal yang tak mungkin tersemat ditengah namanya, sebab faktanya meski dunianya runtuh, kakinya masih tegap berpijak. Menjadi mahasiswa universitas terbaik di Korea, dengan nama yang elukan disepanjang koridor kampus, mendapat banyak medali dan menorah prestasi sana-sini. Satu hal yang tersemat dalam otak—akankah Yoongi menyesal telah meninggalkan adik dengan segudang prestasi?

"Hey! Ada apa dengan wajah mu?" Senggol pria kelahiran Busan dengan perawakan cukup kecil bila dibandingkan dengannya.

Jungkook tak terkejut tak pula merubah raut. "Tak apa, hanya sedang memikirkan satu dua hal saja."

AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang