25 - Pergilah

2.3K 318 73
                                    

Happy Reading!

***

Saat cinta tak lagi terasa, saat rindu membawa petaka, saat lelah mengikis habis harapan, Jungkook kini menyerah. Jika selama ini waktunya habis untuk menunggu datangnya keajaiban, nampaknya kali ini Jungkook akan menolak seluruhnya—sebab, kini semua terasa begitu semu.

Pria dibalik pintu itu—yang menatapnya dengan sendu, yang merapal beribu maaf lewat gerak bibirnya, yang mendamba ingin bertemu, Jungkook tak bisa memastikan kehadirannya nyata atau lagi-lagi hanya sekedar ilusi. Jungkook hanya ingin semua cepat berakhir, jika kehilangan Yoongi menjadi satu-satunya jalan meraih bahagia, Jungkook rela melepasnya. Hanya, beri saja ia kebahagiaan. Ia lelah, sungguh.

Ingin merasa bahagia, tanpa perlu banyak berjuang. Dan ia yakin, Yoongi pun sama lelahnya. Maka, hari ini dengan khidmat Jungkook menatap luasnya langit berlapis lembayung jingga di taman belakang Rumah Sakit, memohon dengan seribu penghayatan,

Tuhan, jika aku dan Yoongi hyung memang tak boleh bersama, ku terima. Jika kini Yoongi hyung telah bahagia bersama keluarga kecilnya, ku syukuri. Hanya, tolong beri aku kebahagiaan juga. Aku lelah seperti ini, kembali ke tempat ini hanya karena merindukan seseorang yang tak lagi menyimpanku dalam satu sudut kecil hatinya.

Aku malu dan merasa begitu hina, terjebak sendirian. Kenapa kau membawa pergi Ibu dan Ayah, menghancurkan keluargaku lalu memberi keluarga baru bagi Yoongi hyung tanpa memedulikanku? Kenapa hanya aku?

Gumam kecil terdengar bak rintihan menyakitkan, membiarkan dirinya terlihat begitu lemah dihadapan sang pencipta sekedar meminta belas kasih untuknya yang terlalu banyak merasa sakit, menyampakan getaran luar biasa pada seseorang yang bersembunyi dibalik rindangnya pohon, tak menyadari jika air mata telah ramai berjatuhan, menahan sesak.

Tatapnya jatuh pada lukisan cantik di drawing book favoritnya, menyimpan banyak potret tentang dirinya—Min Yoongi.

Gurat halus tercipta disekitar mata, menampilkan senyum indah milik Min Yoongi seorang, siapapun patut memuji betapa luar biasa lukisan Min Jungkook bila sudah menyangkut hal yang dicintainya. Usapan lembut ia berikan, seolah menulusuri setiap lekuk wajahnya begitu nyata.

"Hyung, diantara semua kemungkinan buruk, kenapa aku harus berdelusi tentangmu? Sebanyak itukah aku merindukanmu? Kenapa aku harus kembali kesini? Dengan kau yang lagi-lagi menjadi alasannya," ucapnya sendu, membiarkan angin mengacak rambut hitamnya.

"Bagaimana bisa waktu yang kita lewati begitu berbeda? Enam tahun, aku dengan keterpurukan ku, dan kau dengan kebahagiaanmu. Hyung, bagaimana bisa kau bahagia tanpaku? Bagaimana bisa kau menghapusku dalam jejak ingatanmu? Kenapa kau meninggalkanku? Membuatku merasa begitu kesepian hidup seorang diri," usap tangannya terhenti, terpejam sesaat sekedar menikmati sengatan asing pada hatinya yang rapuh, menelan pahitnya kenyataan.

"Apa dengan melepasmu itu keputusan yang terbaik, ya? Kau melanjutkan hidup bahagia mu, dan aku menjalani garis takdir yang memang sudah Tuhan berikan untukku. Lagi pula, masih ada yang bisa ku perjuangkan di hidup ini, bermain basket contohnya? Buktinya tanpa mu enam tahun ini aku masih bisa hidup, meski tak terlalu baik dan memiliki cacat mental seperti ini," lanjutnya menyayat hati.

Lalu matanya terbuka, menatap dalam dua bola mata yang begitu bersinar diatas kertas, seolah sedang menyelami netra Yoongi yang sesungguhnya. "Jadi, pergilah hyung. Aku sudah merelakan mu, aku ingin sembuh. Jin hyung bilang jika aku bisa menerima kenyataan, itu adalah pengobatan terbaik. Jadi jangan ikuti aku lagi, aku lelah bahagia dalam delusiku saat orang menatapku prihatin. Rasanya cukup menyesakkan. Kumohon.. jangan ikuti aku lagi."

Jungkook bangkit, menyimpan karya favoritnya di atas kursi, meninggalkan seribu harapan yang tercipta saat gurat pena menyapa kertas menciptakan dirinya—ingin melepas sepenuhnya.

AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang