08 - Pergi

2.7K 384 54
                                    

Hembus angin menyapu harap yang kini tak lagi berwujud, satu persatu.. mereka semakin membuatku mengerti, bahwa sejak awal harap tak pantas kupanjatkan, cinta mereka tak pernah tercipta untukku—sang pendosa yang tak memahami letak kesalahannya.

Aku adalah wujud dari manusia tak berharga yang dibenci sebab tingginya ego mereka. Tanpa penjelasan, tak juga pengertian. Jika aku hanya patut mendapat kebencian, setidaknya biarkan aku mengerti mengapa aku pantas dibenci.

Lelah dengan semua luka yang tak henti menjera rapuhnya jiwa, Yoongi bangkit dengan sisa air mata yang mengering dan handuk yang kini luruh bersama hancurnya diri, tergeletak dibawah kaki.

Sorot matanya meredup, nyaris tak memiliki emosi, terlampau kacau. Senyum lelah melingkar indah, menatap satu persatu sosok yang setidaknya mulai saat ini harus berhenti ia panggil sebagai Ibu dan Ayah, mendalami tatap mereka lalu berbisik lirih setelahnya. "Tujuh belas tahun.. terimakasih telah menyimpanku dalam waktu yang lama. Terimakasih telah memberi banyak luka pada anak setengah dewasa sepertiku. Setidaknya, aku tetap ingin mengucapkan terimakasih telah memberiku pelajaran hidup yang begitu berharga—bahwa, tak selamanya bersabar menjadi jawaban yang benar. Karena buktinya, tak peduli selama apapun aku bertahan dengan kondisiku, tak ada ruang yang tersisa untukku di hati kalian. Maka, seharusnya aku telah menyerah sejak lama."

Yoongi menatap tubuhnya sekilas, lalu kembali melempar tatapan. "Bukankah aku terlalu sibuk memupuk harapan sampai-sampai tak sadar jika kini tak ada lagi bagian hati yang bisa kuselamatkan, hatiku telah hancur lebur, bersama kebencian yang konstan kalian perlihatkan. Jika pergi menjadi jawabannya, seharusnya aku melakukannya sejak lama."

"Aku akan pergi. Kuyakin tak akan ada luka yang kalian rasakan saat aku mengucap kalimat yang kalian nantikan sejak lama, lalu kenapa harus pertahankanku sampai sekarang? Kenapa memungutku jika tak ada setitik cinta yang akan kalian berikan padaku? Jungkook dan Jungkook, hidupmu berputar padanya, melupakan aku yang sejak lama telah kehilangan porosnya," ucap Yoongi tak peduli pada bulir panas yang kembali menyapa pipi penuh memarnya.

"Satu pintaku, berilah aku alasan mengapa aku pantas mendapat kebencian tak berujungmu. Setelah itu, aku akan pergi dengan hati yang lapang."

Ibu menangis dalam diamnya, sedang sang Ayah sibuk membuang muka dengan tatapan pedih nya. Yoongi menunggu, hingga akhirnya getar suara Ibu mampu mencabut nyawanya. "Kau telah membunuh anak kami, 14 tahun lalu."

Dunia Yoongi runtuh, bersama dengan kesadarannya.

***

Satu jam berlalu sejak matanya kembali terbuka dari tidur panjang yang begitu terasa menyesakkan. Air mata tak henti mengalir, menjejas rasa dari kalutnya seribu asumsi.

Bagaimana bisa aku membunuh adikku?

Apa yang telah kulakukan?

Benarkah aku sehina itu?

Mengapa tak ada memori yang terekam tentang adik kecilku?

B-bagaimana bisa?

Menyakitkan, bahkan lebam di pipi dan ujung bibir yang sobek sama sekali tak dapat mengalahkan hebatnya sensasi nyeri dari sederet kalimat sang Ibu.

14 tahun lalu.. usiaku masih 3 tahun, apa yang kulakukan saat itu?

Tak mungkin.. demi Tuhan aku tak mungkin melakukannya.

Yoongi berharap semua yang terjadi hanya mimpi. Tapi air mata tak henti menjadi bukti bahwa semua ini bukan mimpi.

Pakaiannya masih belum terganti, Yoongi memaklumi. Terlalu sulit untuk sang Ibu melakukan tugasnya setelah mengucapkan fakta gila ini padaku, kan? Yoongi tak ingin menuntut sang Ibu untuk melakukan tugasnya, kini Yoongi mengerti alasan kenapa Ibu dan Ayah tak bisa menyayangi nya. Sebab Yoongi sumber kesakitan bagi kedua orang tuanya.

Hal yang paling menyakitkan adalah ketika ia tak bisa membenci sang Ibu dan Ayah setelah mendengar fakta besar ini. Bahwa hidupnya telah digariskan hanya untuk merasakan pilu, semua yang dilakukan Ibu dan Ayah terlalu wajar, dan meminta mereka untuk menyayanginya setelah kesalahan fatal adalah hal yang terlalu menyulitkan bagi Ibu dan Ayah. Yoongi mengutuk dirinya sendiri, untuk kesalahan yang tak diketahuinya.

Perlahan ia bangkit tanpa tenaga, air mata terus mengalir menemani Yoongi yang kini mulai melepas satu persatu pakaian basahnya, mengganti dengan pakaian tebal yang akan membungkusnya malam ini.

Yoongi sudah tahu hal ini pasti akan terjadi, lambat laun dirinya akan pergi dari rumah ini, tapi.. Yongi tak pernah sekalipun membayangkan kesalahannya sebesar ini. Kesalahan yang tak bisa dimaafkan, oleh siapapun.

Tuntas dengan pakiannya yang sudah terganti, Yoongi maraih salah satu ransel besarnya, menjejalkan beberapa baju, membawa tabungannya, membawa piano kecilnya—teman sejatinya, cinta pertamanya.

Maafkan aku, dengan tidak tahu diri hidup disini.

Setiap kenangan ia simpan baik-baik dalam memori, kasur yang menampung banyak air mata, kamar mandi yang menyimpan seribu kepedihan, recorder yang menyimpan banyak kisah pilunya. Selamat tinggal.

Yoongi menyimpan recorder itu dengan apik di atas nakas, memberi satu lembar surat singkat untuk sang adik tercinta.

Jaga ibu dan ayah untukku. Hyung pergi, hyung mencintaimu lebih dari apapun, Jungkook. Tetaplah menjadi adik hyung yang terbaik. Jangan menangis terlalu banyak, jangan membuang tenaga untuk mencariku. Min Jungkook adikku yang kuat, disampingmu selalu ada dua malaikat yang tak mungkin menyakitimu. Maaf hyung tak menepati janji untuk tetap tinggal bersamamu, hyung harap kau mengerti situasinya. Ini yang terbaik untuk kita semua. Selamat tinggal.

Yoongi pergi meninggalkan kamarnya, menatap sang Ibu dan Ayah yang sudah duduk di ruang tengah, menunggu kepergiannya.

Yoongi datang menghampiri keduanya, menjatuhkan tas lalu bersujud dihadapan Ibu dan Ayah. "Aku bersalah.." lirih nya.

"Jika saja aku tahu lebih awal, aku tak akan menyakiti kalian lebih lama, seharusnya aku sudah pergi menjauh dari hidup kalian, aku bersalah. Jika Jungkook saja sudah cukup untuk kalian, semestinya kalian tak menampungku untuk menyakiti hati kalian lebih banyak, dan juga..menyakiti diriku. Dengan bodoh aku mengharap kasih sayang kalian, setiap detik. Menantikan saat dimana kalian akan memeluk diriku penuh cinta. Itu menyakitiku, sangat menyakitiku.."

Yoongi bangkit dari sujud nya lalu berdiri, membawa ransel nya. "Selamat tinggal. Jika kemarin aku masih mengharapkan kasih sayang kalian, kali ini aku menyerah. Aku akan pergi dari keluarga ini, aku mengerti tidak mudah untuk memaafkanku atas kesalahan 14 tahun lalu yang bahkan aku tak sedikitpun mengingatnya, karenanya aku tak akan memaksa kalian untuk memaafkanku. Kurasa, menghilangnya diriku dihadapan kalian adalah hadiah terbaik untuk kalian. Sampaikan salamku pada Jungkook, aku pergi.."

Dengan beban yang menggelantungi pundaknya, dengan kenangan yang kian berputar di otaknya, Yoongi melangkah mantap, meninggalkan masa lalu pahitnya.

Selamat tinggal, aku pergi..

AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang