20 - Ilusi nyata

2K 323 47
                                    

Semenjak berada di Busan, pantai tak pernah memikatnya, maksudnya ia tak pernah sengaja ingin datang melihat bentangan air tak berujung itu, padahal pantai salah satu pesona Busan.

Tapi kali ini berbeda, sendu membawa langkahnya menuju tepi pantai, semburat lembayung tergaris sempurna di atas awan. Angin sore menyibak rambutnya, Jungkook terduduk bersatu dengan ribuan pasir yang terabaikan. Sama seperti nya.

Suasananya begitu menenangkan, menghadirkan kilas memori di tengah rasa sepi yang hadir menemani. Tak pernah menyangka pertemuan pertama setelah enam tahun bersama kakaknya akan seburuk ini. Jangankan bisa memeluk dan mengucap seribu rindu, Jungkook bahkan tak diizinkan untuk memanggilnya dengan hati berbunga. Semuanya terlalu cepat.

Di sebelah barat, matanya menangkap sekumpulan keluarga hangat yang masih sibuk berlari menghindari deburan ombak, tawa mereka menyentuh hati penuh lukanya, senyum terulas tanpa diminta. Indah sekali. Ibu.. Ayah.. Yoongi hyung.. aku rindu. Datang lah.. aku kesepian.

Usap lembut pada surai jelaganya mampu menarik seluruh atensi, total membisu kala netra menangkap pria yang berdiri tegap di belakangnya, jantungnya berhenti berdetak, napasnya berhenti berpacu, semua terasa membeku. Senyum yang selalu terbayang kini hadir begitu nyata, mengundang sejuta luka untuk bertransformasi menjadi lelehan air mata. Mulutnya beberapa kali terbuka, namun tak ada kata yang mampu terucap, cukup air mata yang mewakili seluruh frasa yang tertahan.

"Ini hyung.. mianhae Jungkook-ah.."

Tangannya bergetar, dengan keringat yang membahasi seluruh tubuh, kepal tangannya memukul kepala berulang kali, tak ingin kembali gila karena ilusi yang diciptakan jiwa kosongnya, tak ingin menjemput bahagia dengan cara yang salah. Tidak lagi.

Tangan itu menahan lengan Jungkook. "Berhenti.. berhenti menyakiti dirimu Jungkook. Hyung disini.. hyung disini,"

Suara lembutnya masih terdengar sama, menebus segala rindu yang lama teredam lara. Bila ini hanya sebatas mimpi, Jungkook rela menggadai seluruh waktunya untuk terlelap damai.

"H-hyung? Y-yoongi hyung?" suara nya tercekat, Jungkook berulang kali menyeka air mata, tak ingin menghalangi wajah sempurna Yoongi karena air mata yang memperburuk penglihatannya.

Lalu, kala rindu kembali merebak brutal, Jungkook menarik lengan sang kakak ke dalam pelukan, menangis tersedu tanpa berusaha menutupi segala duka. "H-hyung.. Kau benar Yoongi hyung? Aku rindu.. aku sangat merindukanmu, hyung."

Jungkook menangis terisak, tak peduli jika seisi dunia melihat kelemahannya, karena satu-satunya kelemahan Jungkook ada pada Yoongi. Saat pria itu kembali, Jungkook akan menemukan kekuatannya kembali.

"H-hyung.. hyung kenapa pergi lama sekali? H-hyung, aku menunggu lama sekali." Yoongi ingin mengusap wajah adiknya, mengatakan bahwa jangan menangis terlalu banyak, kini ia ada di sampingnya. Namun Jungkook tak mengizinkan, pelukan itu terjalin terlalu erat.

Tepukan konstan Yoongi berikan pada punggung Jungkook. "Shh.. aku disini. Aku kembali, maafkan aku.."

Jungkook mencengkram bahu Yoongi, menatapnya penuh kesungguhan, mengabaikan air mata yang tak henti berjatuhan. "H-hyung, bagaimana kondisi mu? Enam tahun, apakah aku memberi mu waktu yang cukup untuk menyembuhkan semua luka mu? Hyung.. seperti nya aku tak bisa menanti lebih lama, aku sangat merindukan mu. Aku benar-benar merasa kesepian. Hyung.. kau akan kembali pada ku kan?"

Senyum itu memberi harapan, menumpas segala luka yang lama bersarang, membawa bahagia yang tak terkira. "Aku kembali," ucapnya membuat Jungkook menangis penuh syukur.

***

Seokjin mengetuk jari pada stir mobil, menajamkan mata menyisir sekitar kota, mencari Jungkook yang tiba-tiba menghilang saat ia membuka mata. Seokjin benar-benar menyesal, mengapa ia harus jatuh tertidur?

Jungkook pergi tanpa membawa ponsel, membuat Seokjin merutuk saking khawatirnya ia, bagaimana tidak ia meninggalkan Jungkook yang sedang berada di titik terendahnya.

Tepat, tepat ditanggal ini, 4 tahun lalu, Jungkook kecil kehilangan segalanya. Hyung, Ibu.. Ayah dan Yoongi hyung.. semua meninggalkan ku.

Seokjin merengkuh tubuhnya, pakaian hitam itu terlalu kelam untuk digunakan anak semanis Jungkook. Hidungnya membesar, urat-urat mata tercetak begitu jelas. Jungkook menangis sepanjang hari, meratapi kepergian Ibu dan Ayah karena kecelakaan yang terjadi. Kalau saja aku tak meminta Yoongi hyung, kalau saja aku tak menghukum Ibu dan Ayah terlalu lama, kalau saja.. kalau saja aku ikut dengan mereka, mungkin aku tak akan kehilangan segalanya, aku lebih memilih pergi bersama mereka. Kini aku sendiri, hyung. Bagaimana? Aku tak memiliki siapapun lagi..

Secara mental, Jungkook jauh dari kata sehat. Seokjin kerap datang mengunjungi Jungkook, tak ingin ia merasa kesepian, memberi afeksi penuh layak nya seorang Ayah dan juga kakak. Tapi Jungkook begitu tertutup, hatinya tak lagi terbuka untuk orang lain, tak ada ruang bagi Seokjin, sebab seluruh hatinya telah di bawa pergi oleh orang-orang penting di hidup nya—ibu, ayah dan Yoongi.

Langit sudah semakin gelap, kekhawatiran Seokjin bertambah, mobilnya melaju menuju destinasi terakhir, angin berhembus kencang di tepi pantai busan. Seokjin menginjak pedal rem sesaat setelah netra nya menangkap siluet Jungkook, tertawa terbahak dengan sekaleng soda yang menggantung di jari tangannya. Jungkook tak henti menggerakkan bibirnya, Seokjin ingin tahu apa yang di ucapkannya.

Tawa yang terdengar samar itu mengisi relung hatinya. Aku tak pernah melihat tawa Jungkook seringan itu, seolah semua luka itu tak pernah ada.

Air mata berkumpul di pelupuk mata, semakin dekat semakin sesak dadanya. Percakapan Jungkook mulai terdengar begitu hangat dan menyedihkan.

"Hyung.. aku percaya Tuhan tahu waktu terbaik untuk menghapus semua sedihku. Aku sungguh merindukanmu, ku harap kau tak kembali meninggalkanku, untuk alasan apapun."

"Hyung, setelah enam tahun aku bersedih, hari ini aku begitu bahagia, ini hari terbaikku, hyung. Aku sudah menyiapkan banyak medali untuk mu, ku simpan di rumah Seokjin hyung. Nanti pasti ku bawakan itu untukmu. Kau bangga padaku kan, hyung? Aku sudah menjadi anak baik kan, hyung? Jadi, jangan pergi lagi. Aku membutuhkan mu lebih dari siapapun."

Kaki nya membatu, total membisu. Air matanya menggenang, siap meluncur saat waktunya tiba. "Jungkook.."

"S-seokjin hyung?"

"Kau bicara dengan siapa?" []

AnswerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang