"Kau mencintainya kan?" Jimin bertanya sembari memiting kepala seorang pria dengan kedua tangannya. Iris hitamnya menatap Jeonkook yang sedang melesatkan pelurunya ke beberapa musuh mereka di depan.
Desingan peluru melolong di udara, namun tak membuat Jeonkook melupakan maksud dari Jimin. "Aku tidak mengerti maksudmu hyung" ujar Jeonkook tanpa mengalihkan pandangnya masih fokus menembaki musuh mereka.
Jimin melepaskan pria yang sudah tidak tersadar itu, kemudian dia mengambil pisau dan mulai menerjang musuh lainnya yang kembali berdatangan menyerang mereka. Jimin dengan cepat menghadiahi pukulan manisnya yang sukses membuat musuhnya terlempar menabrak tubuh kawan-kawannya yang lain.
"Jangan berpura-pura bodoh Kook! Kau tahu maksudku" lagi-lagi Jimin berhasil menusuk lengan seorang pria yang berniat menusuknya balik.
Jeonkook berjongkok menghindari letupan peluru dari lawannya. Ia berpikir kenapa Jimin harus membicarakannya disaat yang tidak tepat. Tidak bisakah menunggu sedikit lebih lama lagi?
Karena kesal, Jeonkook menembak balik perut lawannya dengan cepat sebelum lawannya itu menghindar. Satu terjatuh lagi.
Merasa tidak mendapat jawaban dari Jeonkook, Jimin menendang dagu pria di depannya kesal karena terabaikan "Kau mencintainya kan Kook? Tunangan baru Taewoo!" Jimin mengulangi pertanyaannya lagi dan semakin memperjelas maksudnya.
Jeonkook menggeram kesal, mengikuti hyungnya ia memilih menerjang salah satu musuhnya tersebut dan langsung menghajarnya habis-habisan.
Musuhnya tersebut langsung terkapar menyedihkan. Jeonkook berdecih. Benar-benar lemah sekali, seperti dirinya.
"Hyung bisakah kita tidak membicarakan hal itu saat ini? Kau tahu kita sedang sibuk!" Ujarnya sembari menarik pelatuknya kembali.
Sebuah peluru terakhir melesat mengenai sang penembak yang bersembunyi dibalik pepohonan.
"Jangan begitu! Kita berdua tahu Kook, kau bisa menghabisi mereka semua dengan mata tertutup" celetuk Jimin kesal karena seseorang menarik kakinya.
Bunyi bum! Keras yang berasal dari benda jatuh terdengar tetapi hal itu tidak membuat Jeonkook bersimpati lantas membantu Jimin, alih-alih si pemuda Jeon itu mengambil nunchaku yang dibawa salah satu musuhnya dan mulai bergerak melawan mereka dengan senjata barunya.
Diamnya Jeonkook merupakan jawaban mutlak bagi Jimin. Dengan sedikit terengah Jimin menendang wajah lelaki yang baru saja membuatnya jatuh tersebut dengan keras hingga bunyi tulang patah terdengar. Setelahnya tanpa menunggu lama ia bangkit dan menusuk pria itu sehingga lolongan kesakitannya terhenti.
Nafasnya terengah-engah tetapi Jimin merasa puas. Mereka semua sudah mati. Mereka sudah menghabisinya, tidak butuh waktu lama dan misi selesai. Jimin membuka ponselnya, menjalannya sebentar lalu memasukkannya kembali ke dalam saku celana jeans biru dongkernya.
Jeonkook berjalan menghampirinya, "Kuharap Tae hyung tidak menyakitinya" gumam pemuda itu pelan. Jimin tersenyum mendengarnya.
Jeonkook sudah terjatuh begitu dalam pada noona cantiknya. Untung saja Jimin cepat-cepat sadar saat itu sehingga ia tidak perlu bersaing dengan Kim bersaudara. Atau jika tidak, ia akan menjadi mengenaskan seperti Jeonkook.
"Hyung, kau sudah lapor pada Tae hyung?" Jimin mengangguk.
"Aku berharap Taewoo tidak membuat Yoora sebagai pelampiasan Soyoung, bagaimanapun juga Yoora mencintainya dengan tulus. Seperti dirimu" Jimin menepuk bahu Jeonkook pelan, senyum terukir di bibir tebalnya.
"Ayo! kita masih punya dua jam untuk pergi minum. Kau bisa bercerita sepuasnya"
Jeonkook tidak memiliki pilihan lain selain mengekori Jimin yang sudah berjalan mendahuluinya. Matanya mendongak sesaat menatap langit yang kala itu begitu terang, jutaan bintang bertaburan diatasnya. Begitu indah hampir membiusnya tetapi kecantikan itu menyadarkannya bahwa ia tidak mungkin bisa meraihnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulutnya.
Setidaknya aku masih berbagi udara yang sama dengannya, batin Jeonkook kecut.
***
Hari ini Taewoo mengatakan padaku bahwa akan ada pesta besar yang diadakan kolega bisnisnya. Ia bilang ingin mengenalkanku sebagai tunangannya pada mereka. Taewoo juga bilang bahwa sebelumnya mereka yang berasal dari dunia putih tidak tahu tentang Soyoung. Yang mengetahui pertunangannya dengan Soyoung hanya kalangan dari dunia bawah.
Karena itu sekarang ia ingin mengenalkanku secara resmi kepada mereka semua sebagai tunangan Taewoo. Sekaligus membuat mereka yang berani macam-macam padaku untuk mulai berpikir sebelum menyentuhku. Aku mendengus, hah?! Memangnya siapa yang mau macam-macam dengan singa kelaparan sepertinya.
Itu sebabnya saat ini aku terpaksa mengenakan sebuah gaun malam berwarna merah yang begitu ketat dengan potongan terbuka sampai ke paha atas menampilkan kaki jenjangku. Belum lagi ditambah dengan syal yang rasanya membuat sekujur tubuhku gatal.
Rasanya jika itu bukan Taewoo aku sudah mencekik siapapun yang menyuruhku mengenakan pakaian sialan ini. Sejujurnya gaun yang dipilihkan Taewoo bagus. Sangat bagus bahkan hingga bisa menyulapku menjadi wanita bangsawan kelas atas.
Hanya saja aku tidak terlalu percaya diri untuk menampilkan kaki ku, karena kupikir itu bukan bagian terbaik dari diriku, ditambah lagi dengan ukuran gaun yang memang kekecilan dan syal sialan bodoh ini membuat tubuhku terasa gatal karena bulunya. Atau memang aku yang tidak cocok dengan baarang mewah.
Sungguh, bukan aku yang terlalu montok tetapi memang gaun ini yang dibuat untuk wanita bertubuh lidi. Ini saja sudah ukuran yang biasa kugunakan. Sialnya sudah terlambat untuk menggantinya. Dan aku harus menahan siksaan itu selama kurang lebih empat jam.
Taewoo meremas tanganku erat, "Kau yakin tidak apa-apa dengan gaun itu Yoora? Bukankah aku sudah mengatakan untuk menggantinya tadi?" wajahnya tampak khawatir.
Berusaha tidak membuatnya khawatir aku menggeleng pelan. Padahal aku mati-matian untuk belajar bernafas akibat gaun sialan ini.
"Aku baik-baik saja Taewoo. Kau tidak perlu khawatir" ujarku sebelum akhirnya meraup udara rakus.
Raut wajah Taewoo menjadi tidak yakin. Ia mendekatkan wajahnya pada telingaku, "Kau terlihat mengerikan, wajahmu ungu! Sepertinya gaunnya membunuhmu!" ujarnya berbisik.
Aku menahan nafasku. Apa?! Benarkah wajahku menjadi ungu. Ini gawat! Aku tidak boleh mempermalukan Taewoo. Jika begini caranya reputasi Taewoo akan tercoreng gara-gara aku. Rasanya mataku mulai memanas, aku kesal pada diriku sendiri. Kenapa aku tidak diet sih! Jika aku melakukannya mungkin gaun ini bisa pas padaku.
Sebuah kekehan tiba-tiba terdengar setelahnya, "Aku bercanda. Kau terlihat baik-baik saja Yoora. Selalu cantik seperti biasanya" jawabnya diikuti senyuman simpul.
Aku menatapnya tajam berusaha tidak terpengaruh. Taewoo dan selera humornya benar-benar nol besar. Aku hampir saja menangis dibuatnya. Dasar pria sinting yang tampan.
Mencoba mengabaikannya aku bertanya pada pria dengan iris kelabu tersebut, "Apakah Kookie akan ikut?" tanyaku berusaha senetral mungkin sembari menatap ruangan yang begitu riuh akan manusia berlalu lalang.
Aku terus mengkhawatirkannya sejak pertemuan terakhir kami. Dia terlihat enggan hanya untuk menatapku. Seolah aku adalah rasa malunya yang dipertontonkan pada dunia. Aku tidak mengerti apa salahku hingga membuatnya seperti itu tetapi aku perlu sebuah penjelasan mengapa Jeonkook berubah. Dia benar-benar bukan Jeonkook yang kukenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
JET BLACK HEART | BTS Fanfiction ✔️
FanficSong Yoora berencana untuk menghabiskan natal dan tahun barunya di London. Ia pergi bersama temannya Park Irene ke London sebab meet and greet One Direction tidak bisa menunggu. Sesampainya disana mereka dijemput sebuah mobil van hitam yang besar da...