Dua puluh enam- Devan (ternyata) terluka

20 1 0
                                    

Aryn menghela nafasnya kasar. Sudah dua hari ia tak menerima kabar dari kekasihnya.

Bel istirahat berbunyi sekitar lima menit yang lalu. Tetapi gadis itu tak mau beranjak dari tempat duduknya. Teman-temannya sudah membujuknya agar ia mau ikut ke kantin.

Bahkan Devan pun rela tidak pergi ke kantin hanya untuk menemaninya.

"Ayolah,Ryn" Devan terus membujuk Aryn agar mau pergi ke kantin.

"Males,Van. Kamu ke kantin aja ngga papa" Aryn tetap menolak ajakannya.

Devan tetap tidak mau pergi jika Aryn tak ikut bersamanya. Ia lantas duduk disamping Aryn, kemudian menelusupkan kepalanya diantara lipatan kedua tangannya.

Aryn masih tetap berkutat dengan ponselnya berharap Argi menelponnya atau sekedar mengiriminya pesan. Merasa bangku disampingnya seperti ada yang mengisi, ia melirik dengan ekor matanya. Ia menarik sudut bibirnya saat melihat sahabatnya tertidur mungkin karena terlalu lelah membujuknya.

Tampan. Satu kata yang Aryn lihat saat menatap wajah sahabatnya itu. Ia tak henti-hentinya memandangi wajah itu hingga tanpa sadar ternyata pria tersebut telah membuka matanya.

"Udah ngeliatinnya?" tanya Devan dengan sedikit godaan.

"Ihh apaan sih" Aryn memalingkan wajahnya yang sudah memerah karena malu.

Devan terkekeh. Namun kekehannya terhenti saat melihat perubahan ekspresi sahabatnya.

"Vaan"Aryn memanggil Devan dengan nada merajuk.

"Kenapa hm?" Devan bertanya sembari mengusap lembut rambut sahabatnya itu.

"Laper masa" Aryn memasang wajah kesal dan manja.

Devan menghela nafas. Ia memang sangat sabar menghadapi Aryn yang sifatnya tidak bisa ditebak.

"Yaudah ayo kekantin" mata Aryn berbinar seketika.

Sesampainya di kantin, mereka memilih tempat duduk di pojok sesuai kesukaan Aryn.

"Mau makan apa?" tanya Devan.

"Bakso" jawab Aryn dengan singkat.

"Yaudah tunggu sini" Aryn menganggukan kepalanya. Devan menuju salah satu pedagang bakso.

Devan kembali dengan membawa dua porsi bakso.

"Makaasihhh" ucap Aryn dengan nada menggemaskan.

Namun beberapa saat kemudian, Aryn tak menyantap makanan didepannya membuat Devan keheranan.

"Kok baksonya cuma diaduk-aduk? Katanya laper?"

"Males makan" jawab Aryn sembari mencebikan bibirnya.

Devan lantas menarik mangkuk bakso milik Aryn. Ia mulai menyendok makanan tersebut membuat Aryn kebingungan.

Sedetik kemudian, Ia mengarahkan sendok tersebut ke mulut Aryn. Dengan reflek Aryn membuka mulutnya dan menerima suapan dari Devan.

"Kalo mau disuapin bilang" ucap Devan dengan nada menyindir.

Aryn tersenyum.

Aku kerap kali kagum dengan kesabaranmu. Kau selalu sabar menghadapi sikapku yang tak bisa ditebak. Kau menyayangiku lebih dari kau menyayangi dirimu sendiri. Maafkan aku yang terkesan memberi harapan kepadamu. Aku nyaman bersamamu. Hanya saja posisimu dihidupku adalah sebagai sahabatku.

Devan yang melihat Aryn melamun segera melambaikan tangangannya didepan wajah Aryn seraya berkata.

"Ryn, kenapa?" tanya Devan dengan keheranan.

"Ngga papa, Van"

Devan hanya berohria kemudian melanjutkan aktivitasnya menyuapi Aryn.

"Van habis ini aku mau cerita sesuatu sama kamu"

"Iya tapi habisin dulu makanannya" Aryn mengangguk sembari menerima suapan demi suapan dari Devan.

Setelah makanan tersebut habis, Devan mengajak Aryn pergi dari kantin.

"Ayo ketaman belakang aja"

Aryn hanya menurut mengikuti Devan.

Sampai ditaman belakang, mereka duduk di salah satu bangku yang berada dibawah pohon.

Sebelum Aryn bercerita, Devan sudah lebih dulu menanyakan suatu hal.

"Kamu kenapa sih? Kok dua hari ini kaya ngga semangat gitu" Devan menatap lekat mata indah milik Aryn.

"Udah dua hari Argi ngga ngasih kabar" perkataan Aryn membuat dada Devan merasa sesak.

"Bukannya kalian baru aja ngerayain anniv? Harusnya kalian lagi bahagia-bahagianya dong"

"Sehari setelah ngerayain anniv, kita ngga pernah ketemu bahkan sekedar ngirim pesan aja dia enggak" Aryn menahan air mata yang siap meluncur di pipi Chuby nya.

"Kenapa?" Devan semakin bingung dengan situasi yang sedang dihadapinya.

Di satu sisi, ia merasa senang karena akhirnya ia memiliki kesempatan untuk mendapatkan hati pujaan hatinya. Namun disisi lain ia tak tega melihat sahabatnya terus-terusan berada dalam fase tergantungkan.

Kini Aryn tak mampu lagi membendung air matanya. Devan sontak menarik Aryn kedalam pelukannya.

"Cerita semuanya sama aku. Aku bakal dengerin semuanya" Devan mencoba menenangkan Aryn.

"Aku ngga tau lagi aku harus gimana. Aku ngga tau gimana jadinya kalo aku kehilangan dia. Aku ngga mau kehilangan dia, Vaaan" Aryn semakin terisak dan mengeratkan pelukannya.

Devan tak bisa lagi mengeluarkan kata-kata. Lidahnya terasa kelu. Dadanya semakin sesak saat mendengar bahwa Aryn benar-benar tak mau kehilangan kekasihnya.

"Aku ngga tau siapa yang bakalan sayang sama aku. Aku ngga tau siapa yang bakal jagain aku kalo aku kehilangan dia" Aryn berteriak histeris.

Devan sudah tak mampu lagi menahan gejolak perasaanya. Ia melepaskan pelukan sahabatnya dan meraih kedua tangan Aryn serta menggenggamnya erat seraya menatap lekat manik mata Aryn.

"Ryn, dengerin aku. Aku sayang smaa kamu. Aku bakal jagain kamu sebisa mungkin. Aku ngga bakal ngebiarin siapapun nyakitin kamu. Termasuk Argi. Aku akan ngelakuin apapun demi kamu. Sadar, Ryn. Dari awal kita ketemu aku udah punya rasa yang beda sama kamu. Aku selalu ngeluangin waktu aku buat kamu. Dan kamu tau? Sebenarnya aku terluka ,Ryn. Sakit banget pas tau kamu sesayang itu sama orang lain. Aku ngerasa aku ngga berguna buat kamu. Aku ngerasa gagal dapetin perasaan kamu. Aku selalu pura-pura tegar didepan kamu. Tapi sebenernya sakit,Ryn, Sakiit" Devan mengungkapkan perasaanya kepada Aryn.

Ia merasa sakit ketika ia harus mengenang rasa sakitnya itu. Namun ia merasa lega akhirnya bisa mengungkapkan perasaan itu kepada Aryn.

Aryn segera berhambur ke pelukan Devan. Ia menangis sekencang-kencangnya dalam dekapan Devan. Ia menyandarkan kepalanya di dada bidang milik Devan.

Devan semakin mengeratkan pelukannya. Seakan-akan ia takut kehilangan sosok dalam pelukannya.

"Aku ngga mau kehilangan kamu,Ryn" ucap Devan dengan suara yang lirih namun masih dapat didengar oleh Aryn.

"Maafin aku, Van. Aku ngga sadar kalo aku nyakitin perasaan kamu" Aryn berucap dengan nada bergetar.

"Udah ngga usah nangis. Aku ngga kuat liat kamu lemah" Devan melepas pelukannya dan menghapus air mata diwajah wanita kesayangannya.

"Mau pulang?" tanya Devan setelah melirik sekilas jam di pergelangan tangannya.

Aryn mengangguk. Namun belum sempat Devan berdiri dengan sempurna, Aryn menarik tangannya.

"Es krim"

Devan mengulas senyum terbaiknya. Ia mengangguk dan segera mengajak gadis itu pulang.

Jadi ini bukan kisah nyata ya gaes
Cuma terinspirasi dari kisah nyata saya tapi ngga sepenuhnya isi dari cerita ini sama persis dengan kisah nyata.
-Ananditya1303💙-

My Rekan OSIS My Love(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang