Sembilan belas- Suasana baru

32 1 0
                                    

Gadis itu tak henti-hentinya mengetuk-ngetukkan ujung pulpen di buku paketnya. Penjelasan dari guru Biologinya tak ia hiraukan sedikitpun.

Pikirannya kembali teringat kepada kejadian tadi malam saat seseorang yang selama setahun tak pernah ia ketahui kabarnya.

Di satu sisi, ia merasa sangat bahagia bisa bertemu dengan kekasihnya itu. Namun disisi lain ia juga kecewa dengan sikap kekasihnya saat mereka bertemu kembali.

Tak terasa bel pulang berbunyi, sudah dari semenit yang lalu guru tersebut keluar dari kelasnya. Tiba-tiba ada seseorang yang membuyarkan lamunannya.

"Ryn" Aryn terkejut dengan kehadiran Devan.

"Yaampun Devan. Ada apa?" tanya Aryn membuat lawan bicaranya mengerutkan kening.

"Kamu kenapa? Tadi nglamun yah? Atau jangan-jangan dari tadi kamu ngga dengerin pelajaran Bu yuni?" sarkas Devan membuat gadis didepannya menampilkan cengirannya.

"Hhehe, kan emang biasanya aku juga ngga nyimak kalo biologi mahh"

"Hadehh, Iya deh iyaa.. Kamu tuh ya anak IPA tapi ngga pernah mau kalo pelajaran biologi" sindir Devan.

"Iiih aku tuh pusing kalo pelajaran biologi" Jawab Aryn dengan ekspresi kesalnya.

Devan menyerah. Ia tak mau membuat sahabat kesayangannya kecewa. Ia tak bisa melihat ada setetes pun air mata mengalir di pipi gembulnya.

"Yaudah ayo pulang. Aku anterin" Devan menarik pergelangan tangan sahabatnya.

"Ngga usah Van. Aku bisa pulang sendiri kok" tolak Aryn dengan halus.

"Ngga papa ayo cepetan iih" Devan mulai kesal menghadapi sikap keras kepala Aryn.

"Van. Plis aku mau sendirian dulu"

Devan tersentak. Ia heran mengapa gadis didepannya mendadak murung.

Ia menghela nafas pasrah.

"Yaudah aku duluan" pamit Devan sambil mengelus puncak kepala sahabatnya.

"Iya hati-hati langsung pulang. Awas aja kalo mampir nanti aku bilangin bunda" ucap Aryn membuat Devan mendengus.

"Bisanya cuma ngancem" jawab Devan dengan wajah kesalnya.

Ya. Devan dan Aryn memang sudah sangat dekat. Bahkan orang tua Devan sangat menyayangi Aryn.

Aryn pun diminta untuk memanggilnya dengan sebutan Bunda.

Aryn terbahak melihat ekspresi Devan.

"Wajahnya udah jelek ngga usah dijelek-jelekin gitu" sindir Aryn sambil menoel-noel pipi Devan.

Devan yang dibilang jelek pun tambah kesal dibuatnya.

"Enak aja ganteng gini dibilang jelek" Devan mulai tak terima dengan ejekan Aryn.

Mungkin jika saja Devan tidak mempunyai wajah yang tampan. Ia bisa menerima ejekan Aryn. Namun, Devan adalah salah satu dari jajaran primadona SMA Harapan Bangsa.

"Yaudah sii udah kelas sebelas ini masih aja baperan" Aryn terkekeh diakhir katanya.

"Udah aku pulang dulu" Devan mulai berlalu meninggalkan Aryn.

Aryn geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya. Meskipun kadang sifat mereka bertentangan tetapi mereka tetap mempertahankan persahabatan mereka.

Ia bergegas meninggalkan kelasnya dan menuju gerbang sekolah.

Saat sedang menunggu angkutan umum, ia melihat sosok yang sepertinya ia kenal mendekat kearahnya.

Ternyata benar, seorang pria menghampirinya.

"Pulang" hanya satu kata yang pria tersebut katakan.

Aryn masih belum paham dengan yang dikatakan pria tersebut kepadanya.

"Mau pulang kan? Ayo" Namun masih belum ada pergerakan dari Aryn. Ia tetap diam di posisinya.

Pria tersebut melepas helmnya dan menampilkan senyum manis yang membuat siapapun terpana seketika.

"Argi?" Aryn terkejut dengan keberadaan kekasihnya.

"Mau pulang kan? Ayo" Argi mengulangi kalimatnya.

Aryn langsung bergerak menaiki motor milik Argi. Kemudian Argi langsung melajukan motornya.

Tiba-tiba ia membuka kaca helmnya dan bertanya kepada Aryn.

"Main dulu yuk" ucap Argi memecah keheningan.

Aryn menganggukan kepalanya tanda setuju. Argi tersenyum bahagia karena usahanya tidak sia-sia.

Saat tiba di suatu tempat, Aryn mengerutkan keningnya heran.

"Kok kesini? Ngapain?" tanya Aryn membuat Argi tersenyum.

Tanpa menjawab pertanyaan Aryn, Argi menggandeng tangan Aryn menuju salah satu bangku taman.

Di tengah semilirnya angin taman Argi terdengar menghela nafasnya.

Argi lantas meraih telapak tangan Aryn dan menggenggamnya.

Aryn tersentak. Ingin sekali ia melepas genggaman itu namun ternyata hatinya seolah berkata untuk menikmati genggaman itu.

"Maaf aku udah buat hubungan kita ngga jelas selama setahun. Maaf juga selama itu aku ngga pernah kasih kamu kabar" Argi menatap kosong kedepan menunggu jawaban dari Aryn.

"Aku malah ngga kepikiran sama hubungan kita. Aku pikir ufah berakhir semenjak aku pergi dari sekolah itu" jawaban Aryn membuat Argi menoleh.

Aryn merubah posisinya menjadi menghadap Argi. Begitu juga Argi.

"Ryn. Kamu ngga bisa maafin aku? Atau mungkin di SMA kamu udah nemu yang lain?" tanya Argi bertubi-tubi.

"Aku emang sempet berfikiran buat buka hati buat orang lain. Tapi sayangnya aku ngga bisa. Semakin aku berusaha buka hati buat orang lain aku makin inget sama kamu" ucapan Aryn membuat Argi mengerutkan keningnya.

Aryn yang seolah mengerti kebingungan Argi lantas kembali mengubah posisinya menghadap ke depan.

Argi langsung melepaskan genggamannya pada tangan Aryn. Tangannya terarah merangkul bahu Aryn. Dengan reflek Aryn menyenderkan kepalanya di bahu Argi.

Perasaan mereka mendadak tidak karuan. Suasana menjadi hening tak ada satupun dari mereka yang bergerak ataupun mengeluarkan kata.

"Gii" Aryn memecahkan keheningan yang ada.

"Hmm"

"Ngga jadi deh"

Argi kebingungan. Lantas ia tersenyum dan tangannya terulur mengusap kepala Aryn.

"Kenapa? Mau ngomong apa?" tanya Argi.

"Kamu tau ngga persamaan kamu sama Kimia?" Aryn balik bertanya kepada Argi.

Argi menjauhkan tangannya. Ia menunduk melihat wajah Aryn.

"Emang apa?" Argi balik mengajukan pertanyaan.

"Sama-sama berharga banget buat hidup aku" jawab Aryn membuat Argi terkejut.

"Oh jadi 2 tahun di SMA sekarang udah bisa gombal?" tanya Argi dengan senyuman devilnya.

"Apaan sih ngga usah gitu ekspresinya" Aryn menampilkan ekspresi kesalnya.

Argi terbahak.

"Iya maaf" ucap Argi membawa kepala Aryn ke bahunya.

"Ngga tau ah males" terlintas di pikiran Aryn untuk sedikit menjahili Argi.

"Ryn maaf dong. Masa gitu sih. Kita baru baikan loh masa udah marahan lagi kaya gini"

Sedetik kemudian, Aryn tertawa.

"Takut banget kamu aku diemin"

Argi merasa kesal karena dikerjai oleh Aryn.

"Mau pulang ngga?" tanya Argi membuat Aryn menghentikan tawanya.

"Ayo"

-Ananditya1303💙-

My Rekan OSIS My Love(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang