15. Sepertiga malam

4.6K 729 64
                                    

Cinta itu harus saling memberi dan menerima. Bukan hanya memberi, bukan juga hanya menerima. Tapi kenapa denganmu aku seakan tak peduli dengan teori itu?

-Arjuna Adam Afifi

***********Dering ponsel dengan sengaja mengganggu tidur nyenyak Syifa, gadis itu merengek pelan sambil terus melilit tubuhnya dengan selimut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***********
Dering ponsel dengan sengaja mengganggu tidur nyenyak Syifa, gadis itu merengek pelan sambil terus melilit tubuhnya dengan selimut. Sengaja ia abaikan getar ponselnya karena rasa kantuk yang masih terus saja bergelantungan di matanya, sampai dering ke tujuh ponselnya mampu membuat telinganya panas sendiri.

"Hallo?"

"Kamu baru bangun?"

Mendengar suara berat yang sudah ia hafal hanya dengan sekali helaan nafas, gadis itu langsung terbelalak sempurna. Entah pergi kemana rasa kantuk dan malasnya, yang ada hanyalah rasa gembira dan- entahlah, gadis itu bahkan juga tidak tahu namanya.

"Iya, kan ini juga masih pagi pake banget"

"Emang kamu nggak sahur?"

Sejenak gadis itu hanya mengerjapkan mata, masih terlalu pagi untuk otaknya bekerja lagi.

"Sahur?- EH ASTAGHFIRULLAH! OH IYA, AKU KAN MAU PUASAA!! JAM BERAPA INI?!!"

Suara tawa terdengar dari seberang, sebuah tawa yang penuh ejekan, tetapi tidak bisa membuat siapapun yang mendengarnya jengkel.

"Stt... Tetangga kamu bisa denger kalo kamu teriak - teriak begitu. Sekarang pukul setengah empat, masih ada waktu buat sahur"

"Oke, kak. Makasih udah dibangunin"

"Iya, kan emang seharusnya begitu"

Syifa keluar dari kamar dengan ponsel yang masih setia tertempel di telinganya. Ketika ia sampai di dapur, ia melihat ayahnya sudah duduk manis dengan sepiring nasi berlauk mie goreng di hadapannya. Tidak lupa beberapa pil vitamin dan dua gelas susu berbeda jenis; susu tinggi kalsium untuk ayahnya dan susu coklat untuk Syifa.

"Ayah kok nggak bangunin aku sih?!" Sungut Syifa kesal sambil meletakkan ponselnya- yang masih tersambung telepon dengan Aji- di meja makan.

"Udah ayah bangunin, tapi kamu nggak bangun - bangun. Yaudah, ayah biarin" jawab Seno tak acuh.

"Ish!"

"Udah, daripada gedebak - gedebukin lantai. Better you wash your face and eat this meals"

"Iya iyaa"

Dari Aji [Hidup Untuk Layat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang