37. Being Left

4.3K 644 94
                                    

The meaning of life is to find your gift.
The purpose of your life is to give it away

- William Shakespeare

**********
Joshua keluar dari ruang gawat darurat dengan membawa beberapa berkas yang membuatnya terkejut ketika membacanya pertama kali.

"Pak Sagara, Nyonya Arina, bisa kalian ikut saya sebentar?"

Sagara yang tadinya sedang menenangkan Arina mendongak lalu menganggukkan kepalanya. Sagara menuntun Arina untuk berdiri lalu menepuk pelan pundak Agnes yang berdiri tak jauh dari mereka.

"Kamu jagain Aji sendiri dulu, ya. Kalau ada wartawan masuk, bodyguard suruhan om udah siap di luar"

Agnes hanya mengangguk karena masih sibuk dengan tangisannya.

Sagara dan Arina berjalan mengikuti Joshua yang sudah berjalan lebih dulu menuju ruangannya.

***********
Sagara menarik salah satu kursi yang ada di sampingnya agar Arina duduk lebih dahulu. Kini mereka berdua sudah duduk di hadapan Joshua, tangan Arina meremas kuat telapak tangan Sagara, sudah siap menumpahkan air matanya kembali.

Joshua mengeluarkan beberapa lembar data dan hasil x-ray Aji.

"Aji sedang berada di kondisi kritis. Cedera kepala Aji begitu parah. Ia mengalami Hematoma dimana pendarahan pada otaknya membuat otaknya rusak hampir tujuh puluh persen dan itu secara permanen. Kami tak tahu apa yang terjadi, tetapi ketika kami memeriksa, dia memakai pelindung di bagian tubuhnya dan juga ini"

Joshua menyodorkan sebuah data yang membuat isakan Arina keluar dengan begitu kerasnya.

"Aji mendaftarkan diri sebagai pendonor organ. Dia mendonorkan jantung, paru - paru, dan juga kornea matanya. Dia juga memberi catatan akan mendonorkan jantungnya untuk pasien bernama Syifa Amira Pranaja. Kami tidak bisa melakukan transplantasi organ tanpa izin keluarga, jadi apakah keluarga mengizinkan kami melakukan ini?"

Sagara menunduk, menatap kosong kearah lembaran data, matanya tak bisa menangkap fokus, hanya telinganya yang bekerja untuk mendengar isakan Arina yang begitu kuat.

Sagara berusaha menelan salivanya, sebelum akhirnya membuka mulutnya sedikit dan mengucapkan kalimat yang mampu membuat Arina terkejut.

"Kami.... Setuju"

Arina menoleh menatap kaget kearah Sagara yang hendak mengambil bolpoin dan menandatangani kertas di hadapannya. Arina menghapus air matanya, menyentakkan tangan Sagara yang hendak mengambil bolpoin.

"Kamu gila ya?! Kamu mau bunuh anak saya?! Putra saya- putra saya-" Arina tak mampu meneruskan ucapannya. Nafasnya tercekat karena tangis yang begitu hebat, bahunya terguncang karena isakannya. Perempuan dengan wajah cantik dan elegan itu kini tengah terisak sembari menutup wajahnya. Bagi seorang ibu, kehilangan putranya untuk selamanya adalah sebuah luka yang begitu dalam.

"Ini pilihan Aji. Saya rasa Aji sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihannya sendiri. Dan ini pilihannya, kita sebagai orang tua cukup untuk mendukung. Saya kira selama ini saya belum cukup menjadi ayah yang baik untuknya, jadi saya ingin menebus itu dengan mendukung pilihannya. Saya yakin dia akan bahagia, percaya sama saya" ucap Sagara untuk menenangkan Arina

Dari Aji [Hidup Untuk Layat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang