6. Dua insan sejuta rasa

7.9K 1.1K 42
                                    

Maybe you weren't made for me
Nor i for you.

- Reality Club

******

Hari ini aku menunggu di pelataran masjid Istiqlal sambil sesekali mengecek ponselku kalau - kalau kak Aji menelpon. Katanya hari ini ia sedang mengadakan acara amal bersama anak - anak yatim piatu asuhan gereja di Katedral.

"Hallo, kak. Udah selesai?"

"Udah kok. Ini saya mau nyamperin kamu. Kamu dimana?"

"Aku nunggu di depan masjid aja biar nggak kebingunan"

"Oh, okee. See u soon"

Panggilan terputus. Aku berjalan keluar area Istiqlal, menunggunya di depan komplek masjid Istiqlal. Tidak menunggu lama, aku melihat mobil kak Aji keluar dari pelataran Katedral. Tak butuh waktu lama, mobil itu sudah ada di hadapanku, kaca mobil itu terbuka setengah. Dapat kulihat sebuah gitar di jok belakang mobil, sedangkan di bagian kemudi ada kak Aji dengan topi santa masih terpakai di kepalanya.

Aku tersenyum kecil, sepertinya ia terlalu bersemangat hari ini.

Ketika aku memasuki mobil miliknya, lagu milik Reality club terputar memenuhi ruang kecil ini.

"Sorry, buat kamu nunggu lama. Anak - anak kecil itu terlalu lucu buat ditinggal"

Sama kayak kamu, kak. Terlalu indah untuk ditinggalkan.

Aku tertawa, padahal wajah kak Aji tidak kalah lucu dengan bocah - bocah kecil itu.

"Tumben Ayah ngijinin kamu pergi ke gereja"

Aku menggeleng.

"Awalnya sih nggak boleh, tapi waktu aku bilang aku nunggu di Istiqlal ayah setuju - setuju aja"

Kak Aji mengangguk paham. Ikut menyenandungkan lagu milik Reality club yang terputar.

"I'm fell in love with alexandra~"

Aku menutup kedua mataku, suaranya masih menenangkan seperti dua tahun lalu.

"Oh iya, kak! Aku lupa! Selamat Natal, kak." Ucapku sambil memberikan sekotak kecil kado yang kubungkus sederhana.

"Thanks, syif." Ucapnya sambil menerima kotak kadoku dan menaruhnya di jok belakang. Kemudian, ia menarikku mendekat, mengecup puncak kepalaku dan mengacak rambutku pelan.

Sepanjang perjalanan mengelilingi ibu kota, aku dan kak Aji sama - sama menyenandungkan lagu yang terputar di Audio tape, membahas hal - hal kecil. Mendengarkan semua ocehan kak Aji tentang pensinya tadi siang dan tadi malam di depan anak - anak asuh gereja.

"Syif, sumpah! Saya lebih deg - degan waktu mau tampil di depan anak - anak itu. Rasanya, saya mau memberikan penampilan terbaik saya. Saya nggak mau merusak harapan,senyum, dan kebahagiaan mereka di Natal ini"

Aku tersenyum dan mengangguk.

"Lebih deg - degan tampil di depan anak - anak, apa waktu deket sama aku?"

Kak Aji tertawa, tawanya merdu.

Tawa yang mungkin akan kurindukan suatu saat nanti.

"Kalo di deket kamu bukan cuma deg - degan, tapi nano - nano. Pengen meledak, berbunga - bunga, kayak banyak kupu - kupu terbang di paru - paru saya. Tapi juga sedih, karena saya tahu, nggak selamanya saya ada di dekat kamu"

Senyum yang tadinya terpatri di bibirku mulai luntur perlahan.

Kenapa kalimat sederhana seperti itu mampu menikamku tepat di ulu hati? Membuatku susah bernapas seperti sesuatu mengganjal di tenggorokan, sengaja menutup akses agar bisa membuatku binasa secara perlahan.

Lagu milik Feast. tiba - tiba berganti dengan lagu milik Reality club. Aku tau lagu Reality club banyak yang mengandung lirik sendu, tapi entah kenapa lagu ini menyentuhku tanpa izin. Mungkin bukan hanya aku, tapi juga Kak Aji.

Ketika lirik itu terdengar, kak Aji ikut terdiam.

To hold back each other's true fate
Is not of our nature
Let's be mature

Tepat. Kalimat itu tepat mengenai jantung kita berdua, sama - sama menarik kita ke kenyataan pahit. Menikam tepat di ulu hati, menghancurkan segala keyakinan yang susah payah kita berdua bangun dalam hati.

Benar, kita tidak bisa melawan Takdir. Aku dan Kak Aji belum dewasa selama ini, selalu keras kepala, memaksakan diri untuk melangkah lebih jauh.

Maybe you weren't made for me
Nor I for you

Lagi. Kalimat itu kembali menikam kami lebih dalam. Membuka lebar - lebar luka kami berdua.

Entah luka atau kenyataan yang berusaha kita berdua abaikan.

We were young and we were old
Life was warm then life was cold
It gets harder, yes you'll see
But were we ever meant to be?-

Tak kuduga, Kak Aji mematikan Audio tape nya. Dadanya naik turun, nafasnya memburu, cengkeramannya pada kemudi mobil menguat.

Dengan tenang aku menyentuh pundaknya. Mencoba menyakinkannya,

Bahwa aku untuknya dan dia untukku. Walaupun kalau boleh jujur, aku tidak pernah benar - benar yakin dengan hal itu.

Oh, bukan hanya aku. Mungkin, kak Aji juga. Kita berdua. Sekuat apapun kami berusaha menyakinkan diri bahwa semua akan baik - baik saja, bahwa usaha kami tidak akan berakhir dengan sia - sia, keraguan itu selalu hadir.

Yang sialnya, semakin bertambah setiap harinya.

"Syif, selama ini saya bertanya. Kenapa Tuhan mempertemukan kita, kalau tidak ingin menyatukan kita? Saya penasaran"

Sama, kak.

Untuk apa kita bertemu, jika tidak bisa bersatu? Aku juga ingin tahu, bahkan Istiqlal dan Katedral bisa berdiri dengan harmonis tanpa ada yang menentang. Lalu kenapa kita tidak?

Ah iya, mungkin karena kita ini manusia.

Seperti katamu, kita adalah dua insan yang tidak sengaja saling jatuh cinta.

*******
Haii!!

Thanks for reading!!!

Kalian harus nonton MV nya Reality club yang 2112

Aku menangis bombai melihat ini!!

DAN SCEN INI NGEJEK GUE BANGET ANJIRR!! TEPAT MENUSUK JANTUNG DAN ULU HATI GUEEE!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DAN SCEN INI NGEJEK GUE BANGET ANJIRR!! TEPAT MENUSUK JANTUNG DAN ULU HATI GUEEE!!

Sekian review dari saya

Salam manis,
Royalsjeno_

Dari Aji [Hidup Untuk Layat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang