Adam duduk diam di dalam masjid rumah sakit, ia terus memanjatkan segala doa dan pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa agar Syifa segera sembuh. Agar gadis itu segera mendapat donor jantung, agar gadis itu bisa lekas tersenyum, agar ia bisa melihat kerlipan cahaya dari mata jelaga gadis itu lagi.
Air matanya luruh bersamaan dengan sujudnya, pemuda itu menangis di tengah - tengah sujudnya, menangisi sebetapa bodoh dan cerobohnya ia sampai membiarkan Syifa pergi sendiri.
Segala kalimat 'andai' dan 'bagaimana jika' terputar di otaknya, membuatnya tenggelam dalam jurang penyesalan.
Pemuda itu kembali pada posisi duduk lalu mengucapkan bacaan al-fatihah, kemudian berdiri menyudahi sholat malamnya.
Adam menatap Alisha yang sedang terlelap bersandarkan dinding, melihat posisi gadis itu Adam merasa gadis itu akan terbangun dengan leher yang sakit. Adam melangkah mendekat, sedikit berjenggit kaget ketika tubuhnya menyapa lantai rumah sakit yang begitu dingin pagi ini. Adam mengambil jaketnya, menaruh jaket itu untuk melapisi pahanya kemudian menarik tubuh Alisha agar menjadikan pahanya sebagai bantal.
Hati - hati ia menarik Alisha agar tak mengganggu tidur gadis itu.
"Eungg" erang gadis tapi matanya masih tetap terpejam
Adam tersenyum kecil, ia tak mengenal Alisha sebelumnya, ini kali pertamanya melihat gadis ini. Namun, rasa simpatinya begitu besar hingga tak mempermasalahkan ia harus tidur dengan posisi duduk,bersandar pada dinding, dan tanpa alas sedikitpun.
Setelah memastikan Alisha kembali tidur dengan nyaman, pemuda itu mulai memejamkan matanya. Seperti harapan yang lain, ia juga berharap esok pagi ia terbangun dengan keadaan yang baik - baik saja. Berharap jika semua ini hanya mimpi yang mampir sejenak di tidur nyamannya.
***********
Aji berdecak kesal ketika ponselnya terus saja berdering, menganggu tidurnya yang memang membutuhkan waktu yang lebih lama lagi.Sebelum menggeser tombol hijau di layar ponselnya, pemuda itu menyempatkan diri melirik jam digital yang ada di pojok kiri ponsel.
07.30
Aji mendengus, masih terlalu pagi untuk menelponnya secara beruntun.
"Hallo. Kenapa?"
Aji mengernyit, pasalnya tidak ada sahutan hanya suara isakan yang terdengar
"Hallo, Sha? Kenapa? Lo nangis kenapa?"
Isakan dari seberang terdengar semakin jelas.
"Syifa, kak. Syifa"
Aji semakin memperdalam lipatan di dahinya. Ucapan Alisha terdengar tak begitu jelas di telinganya karena tertutup dengan suara isakan.
"Syifa? Syifa kenapa? Lo tenangin diri lo dulu, terus cerita pelan - pelan. Syifa kenapa?"
Isakan dari seberang mulai sedikit mereda, Alisha sengaja menahan isakannya agar ia bisa menjelaskan dengan jelas apa yang terjadi.
"Syifa- syifa kolaps kak"
Aji mengernyit, semakin bingung dengan apa yang Alisha maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Aji [Hidup Untuk Layat]
Teen Fiction[judul sebelumnya : LDR| Long Distance Religionship] Tentang takdir, cinta, dan sebuah seni melarikan diri. Dari Aji; "saya tidak ingin meninggalkanmu, tapi di sisi lain, saya juga ingin menyelamatkanmu"