Saya tiba - tiba memiliki keberanian untuk jatuh cinta, mulai percaya jika senyum seseorang bisa menjadi obat yang sempurna untuk raga yang lelah.
-Narendra Aji Immanuel
***********
Hari ini adalah hari ke-dua puluh lima Syifa sadar dari koma, tubuhnya semakin membaik tiap harinya. Syifa pikir ia ketinggalan beberapa hal di dunia ini, ia tak tahu alasan Oma Aji sering mengunjunginya, bahkan bersikap baik, ada Agnes yang setiap hari datang dan bersikap aneh, dan ia juga tak tahu sejak kapan Adam dekat dengan Jihan. Seperti sekarang, Agnes yang duduk di salah satu sofa sembari membaca novel dan Jihan yang sibuk memaksa Adam memakan suapannya. Terkadang Syifa tertawa kecil ketika melihat Adam yang awalnya menolak suapan Jihan, tapi pada akhirnya menerima juga."Kamu tuh ngapain sih repot - repot mikirin desain rumah orang lain? Kenapa nggak mikirin rancangan rumah tangga kita aja?"
Syifa tergelak mendengar ocehan Jihan, ia tak habis pikir Jihan yang terkenal dengan sikap bodoamat-nya mampu merubah diri menjadi gadis cerewet untuk Adam.
"Ck, setiap saya mau merancang rumah tangga sama kamu, nggak ada bayangan sama sekali. Burem, gelap"
Jihan berdecak kesal dan meletakkan sekotak salad buah yang tadi ia siapkan untuk Adam di meja.
Syifa berdehem pelan, ia ragu akan menanyakan hal ini lagi atau tidak. Karena selama ini, setiap ia menanyakan perihal Aji mereka hanya akan diam dan mengalihkan pembicaraan.
"Adam" panggil Syifa pelan
Mendengar itu, Adam segera mengalihkan fokusnya pada Syifa dan itu membuat Jihan mendengus kesal.
"Iya? Ada apa? Kamu butuh apa?" Tanyanya beruntun
"Kamu.... Tau kak Aji dimana? Dia udah tau belum sih kalo aku udah sadar?"
Seketika Adam terdiam, saling melirik dengan Jihan dan Agnes.
"Adam?" Panggil Syifa lagi karena pertanyaannya tak kunjung mendapatkan balasan.
"Oh i-"
"Syif, mau nyoba salad buatanku nggak? Enak loh"
Jihan segera berdiri, memotong ucapan Adam, dan menawarkan salad buatannya pada Syifa. Gadis itu tersenyum ramah, berusaha mengalihkan pembicaraan yang pikirnya bisa menimbulkan kesedihan jika diketahui jawabannya.
Syifa hanya tersenyum kikuk, dalam hati ia kecewa
Lagi - lagi seperti ini.
Pertanyaannya seputar Aji selalu dialihkan dengan berbagai cara, bahkan Ayahnya sendiri juga sering seperti itu.
"Enak nggak, Syif?"
Syifa tersenyum sembari mengangguk.
"Enak, kok"
Pintu putih kamar Syifa terbuka, menampilkan seorang pria dewasa yang membawa sebuah laptop. Seketika orang - orang yang ada di sana menoleh, menatap Seno yang mengisyaratkan mereka untuk pergi dari ruangan itu.
Sadar akan kode dari Seno,Agnes mengajak Jihan dan Adam keluar dari ruang rawat Syifa, meninggalkan Ayah dan anak yang mungkin sedang membutuhkan waktu berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Aji [Hidup Untuk Layat]
Fiksi Remaja[judul sebelumnya : LDR| Long Distance Religionship] Tentang takdir, cinta, dan sebuah seni melarikan diri. Dari Aji; "saya tidak ingin meninggalkanmu, tapi di sisi lain, saya juga ingin menyelamatkanmu"