"Jadi gimana? Lo disuntik, infus atau di bedah?" tanya Andi.
"Engga, diperiksa doang." jawab Kavin.
Kavin berjalan menuju tempat administrasi diikuti Ardi dan Andi dibelakangnya. Matanya menyapu sekeliling yang ada di dalam rumah sakit ini, tapi dia terfokus pada seorang gadis yang ia kenal dan sedang duduk di kursi tunggu didepan suatu ruangan, lagi lagi ia menyendiri.
"Eumm...ardi andi, kalian pulang aja duluan deh." kata kavin tanpa melirik ke kembar sedikit pun.
"Lah ntar lo pulang sama siapa?" tanya Ardi.
"Gampang, go-jek juga ada. "
"Okelah, bro- kita pulang dulu ya. See you tomorrow." seru Andi dan Ardi.
Setelah memastikan Ardi dan Andi pergi, Kavin menghampiri gadis yang duduk menyendiri itu. Terlihat dia sedang membaca sebuah kertas putih, matanya bergetar membaca huruf huruf yang ada dikertas itu.
"Sendirian mbak?"
"Hah?" Aisha mencari sumber suara, ternyata Kavin sedang berada disampingnya.
"Surat apa itu?" tanya kavin terus terang.
Aisha melihat sekilas kertas ini lalu kembali menatap kavin."Gak kok, bukan apa apa."
"Coba gue baca." pinta Kavin.
Aisha pun mengasih kertas putih itu ke tangan Kavin.
"O-operasi?" sesudah membaca, bulu kuduknya terasa merinding."Siapa yang di operasi?" tanya kavin memastikan.
"Mama gue, dia sakit kanker udah satu tahun lebih tapi gak sembuh sembuh, kankernya makin menjalar kemana mana. Terpaksa harus dioperasi deh. "
"M-maaf."
"Gak papa elah." kata Aisha, matanya sendu menatap keramik yang mereka injak itu.
"Terus, kapan mau dioperasi?" tanya Kavin, rasa keingintahuan tentang Aisha tiba tiba membara didirinya.
"Besok. "
"Ouhh, turut sedih ya.. Tapi, gue baca kalau ada nominal 120 juta, itu uang operasi?"
"Iya, tapi gue baru bayar 2 juta, payah ya gue? Haha." Aisha tertawa, tertawa yang dipaksakan. Air matanya turun dengan sendirinya, membuat Kavin merasa khawatir sekaligus bersalah menanyakan hal hal yang privasi kepadanya.
"Hks- mungkin kalau habis operasi ada pengobatannya, nominalnya akan berubah menjadi 200 juta lebih."
Kavin diam, hanya bisa menatapnya kasihan.
"A-ayah lo kemana?"
"Ga ada, gue ga punya ayah, mungkin gue lah ayahnya saat ini. Gue yang ngerawat mama, yang kerja dan nyari makan setiap hari. "
"L-lo kerja? Kerja apa?"
"Pelayan, pelayan makanan di hotel. Tugas gue bukan ngelacur, tapi ngebawain pesanan para tamu di hotel, Jadi gue harap lo ga buruk sangka ke gue. " ucap Aisha, nafasnya terpotong potong karena isakan tangisnya.
Kavin diam, membayangkan jika dirinya diposisi Aisha, sangat berat dan terpukul pastinya. Rasa peduli Kavin langsung terbuka saat mendengarkan cerita pilu gadis didepannya ini.
Yeah! Walaupun di otaknya terselip ide licik.
"Itu dia!" seru kavin.
Aisha menatap Kavin heran dan bingung, apa yang akan kavin lakukan?
"Ayuk, kita buat perjanjian." usul kavin.
"Perjanjian apa?" tanya Aisha bingung.
"Gue akan ngasih uang buat pengobatan, dan lo akan jadi pacar gue. Gimana?"
Aisha membulatkan matanya sempurna, halilintar serasa menyambar dirinya.
"Dasar gila, lelucon apa itu? "
"Ini perjanjian, bukan lelucon. Gue tau lu pasti lagi nyari orang kaya yang bisa bantuin lo secepatnya kan? Gue juga sama, tapi alasan gue adalah......"
Ya! Kavin menceritakan tantangan yang diberikan oleh Andi kepadanya, lagipula Kavin juga disuruh orang tuanya untuk memacari seseorang.
Aisha mendengarkan dengan serius alasan yang diberikan oleh Kavin. Cukup logis, pikirnya.
"Haruskah gue terima?"
**********Hayyy gais, ditunggu votenya yaa??
Update kalo ada yang baca. kalo gaada yang baca, yaudah aku ga update.
Sekian terimakasih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction"ayuk kita buat perjanjian." ~kavin "perjanjian apa?" ~aisha. "gue akan ngasih lo uang buat pengobatan, dan lo akan jadi pacar gue. Gimana?" ********* Cuman cerita dari otak murni gue yang unfaedah. Cerita tentang remaja, cinta, sebuah janji, dan ci...