Next
********
Di dalam mobil, suasana hening. Kavin fokus dengan jalanan sedangkan Aisha menatap dress sambil menopang dagu dengan tangan kanannya."Sha, tidur?" Aisha langsung membenarkan posisi duduknya menjadi tegak saat mendengar suara Kavin.
"Emh, enggak kok" habis menjawabnya Aisha tersenyum kecil.
Mungkin karena Kavin melihat kepala Aisha yang miring dan matanya mengarah ke bawah dress-nya jadi dia mengira Aisha tertidur.
"Maaf ya harusnya lo istirahat sekarang, eh malah nemenin gue kemana-mana" kata Kavin melirik Aisha sekilas.
Aisha menghela nafasnya, dia tersenyum melihat Kavin kemudian.
"Apa yang gue lakuin ke lo gak sebanding dengan kebaikan yang lo kasih ke gue"
Kavin bergeming, mencerna perkataan Aisha barusan. Dia jadi ingat kalau Kavin lah yang membantu dalam pengeluaran biaya perawatan mamanya.
"Uang lo tetep gue ganti kok, izinin gue cicil ya? Gamungkin juga langsung gue bayar beratus-ratus juta" lanjut Aisha dengan cengengesannya.
Tangan Kavin menoyor dahi Aisha, membuat si pemilik dahi itu langsung mengusap dan mengaduh pelan.
"Siapa bilang gue minta ganti?"
Aisha berpikir, bola matanya melihat ke kanan dan ke kiri lalu menggeleng pelan. Kavin dibuat tertawa dengan sikap polosnya Aisha.
"Gue ga minta ganti kok. Perawatan mama lo selesai perjanjian udahan. Masalah mau di lanjutin atau enggak nya tergantung perasaan masing-masing"
"Maksudnya?" dahi Aisha mengkerut mendengarnya.
"Eum- gini, kalo mama lo udah selesai perawatan, perjanjian selesai, kita gak pacaran lagi. Yang penting orang tua gue udah ngeliat anaknya pacaran, dan mama lo juga udah selesai perawatan" kata Kavin.
Bodohnya Aisha hanya mengangguk-ngangguk tanpa memikirkan dia punya perasaan lain ke lelaki disampingnya ini.
"Perjanjian tuntas, hubungan selesai. Tapi cuman ada satu hal yang bisa membuat hubungan ini berlanjut.." pernyataan Kavin menggantung, Aisha terpaksa mendengarnya dengan seksama.
"Lo suka gue, dan gue suka lo. Kita buat hubungan baru lalu jalani bersama"
Kavin memutar stirnya ke kanan, mendadak tubuh Aisha tersungkur ke pintu mobil ini. Suara benturan kepala dan kaca cukup keras hingga tangan Aisha langsung memegang kepalanya.
"Haduh! Maaf, Sha belok mendadak"
"Ah gapapa, terusin aja" balas Aisha.
Setelah memegang kepalanya, Aisha terdiam. Tentu saja memikirkan apa kata Kavin tadi. Saling menyukai, itu kuncinya agar tetap berlanjut. But, adakah Aisha di hati Kavin?
"Mau buat janji lagi gak?" Suara Aisha menginterupsi peegerakan Kavin.
"Kalau kita saling suka, kita bakal lanjutin hubungan ini" usul Aisha.
Kavin diam, dia tampak berpikir keras omongan Aisha. Menerawang masa depan jika ia benar-benar menyukai Aisha.
"Deal"
********
Didepan Aisha dan Kavin sudah terlihat gedung yang menjulang tinggi sekitar 25 atau 27 lantai mungkin. Dalamnya? Jangan ditanya BESAAAAAAR sekaleh!
"Ayu masuk." ajak Kavin, tangannya memegang lengan Aisha lagi hingga tersungkur.
Pintunya terbuka otomatis, baguslah biar ga ngebuka pintu lagi. Tapi, didalam sana ada perempuan yang mau keluar berpas pasan dengan Kavin dan Aisha. Mungkin dia karyawan disini, pikir Aisha.
Langkah Kavin berhenti bersamaan dengan perempuan itu. Mereka juga saling melempar pandangan, perempuan itu malu-malu.
"K-Kavin?" lirih perempuan itu.
"Lha? Dia tau Kavin."
"Hmm,Gladis."
"Ooooooooo...dia Gladis, cantik banget, ayu lagi. Pantas saja kalau Kavin memimpikan bahkan sampai menyebut namanya berulang kali."
"Kok kamu bisa ada disini?" tanya Gladis.
"Ini perusahaan papa gue, berhak kan gue disini?" sahut Kavin.
Gladis mengangguk pelan, dia langsung beralih ke Aisha. Dia tersenyum, Aisha pun membalasnya dengan senyuman.
"Ini siapa?" tanya Gladis.
"Dia Aisha, sekertaris sekaligus pacar gue."
Kenapa sih ya? Kavin enak banget ngomongnya. Memang Aisha sekertarisnya dia apa?
Gladis ber oh ria, dia mengangguk ngangguk sampe tidak melihat dibelakangnya ada box besar yang sedang diangkut.
Gladis tertabrak box itu, dia hilang kendali dan langsung jatuh ke dekapan Kavin, iya Kavin, kejadiannya berlangsung didepan Aisha lagi.
Kavin melepas tangan dari Aisha dan menangkap Gladis hingga mereka terjatuh bersama sama. Tubuh Gladis berada di atas Kavin sekarang. Mereka saling memandang lekat satu sama lain, seperti dunia milik berdua.
"Permisi dek." kata seseorang pembawa box besar.
Aisha minggir dengan pandangan menunduk. Melihat pacarnya sendiri dengan gadis lain membuat ia malu sendiri. Rasanya ia ingin membentak Kavin sekarang juga.
"Emh...maaf vin, kamu gapapa kan?" tanya Gladis sambil membantu Kavin bangun.
"Gue yang harusnya nanya, lo ga papa kan?"
Gladis mengangguk mantap. Wajar saja kalau dia tidak merasakan sakit, orang jatuhnya diatas tubuh Kavin.
"Yaudah, a-aku mau makan siang dulu ya....nanti aku balik setelah 1 jam. Ada banyak yang harus kamu tandatangani, Kavin." ucap Gladis.
"Ya. Silahkan."
Gladis pergi dari situ, Kavin memandang Aisha yang terus saja menunduk dengan wajah merah. Kavin menghampiri Aisha dan langsung menyambar tangan putih Aisha. Lagi lagi Aisha tersungkur ke depan.
"Maaf." ucap Kavin sekenanya.
"B-b-buat?"
"Yang tadi..."
"Gapapa vin, lagipula kita pacaran bohongan ini jadi lo bebas mau ngapain aja sama cewe lain. Gue ga perduli." jawab Aisha langsung memalingkan wajah ke objek lain.
"Eh?! Yakin? Mulut mungkin jago merangkai kata kata tapi kalau hati tidak mungkin untuk berdusta."
Aisha merenung kata kata Kavin. Dia merenggut tanpa alasan. Rasanya sangat malas kalau mengikuti Kavin bertemu Gladis dikantor yang sama ini.
Aisha egois? Katakan saja begitu. Cinta memang egois bukan?
********
Garing part ini, asli gabohong:v

KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction"ayuk kita buat perjanjian." ~kavin "perjanjian apa?" ~aisha. "gue akan ngasih lo uang buat pengobatan, dan lo akan jadi pacar gue. Gimana?" ********* Cuman cerita dari otak murni gue yang unfaedah. Cerita tentang remaja, cinta, sebuah janji, dan ci...