********Sudah tiga hari semenjak Kavin menyuruh Aisha untuk menemaninya kemana-mana termasuk ke kantor menggantikan posisi papanya dalam waktu seminggu, gadis itu tidak masuk sekolah lagi hari ini.
Ya, sudah dua hari Aisha hilang dari penglihatannya. Bukan cuma hilang dari mata Kavin, tapi mata Tasya juga. Teman kerja Aisha.
Entah apa masalahnya dengan Kavin, tapi sekarang dia mengkhawatirkannya.
Atau jangan-jangan Kavin menyukai Aisha? Ah! Tidak akan! Tapi mungkin iya.
"Abang Kavin kok melamun, ada apakah gerangan?" Andi bersuara setelah melihat Kavin yang terus saja menatap kosong papan tulis.
Menoleh sebentar ke Andi, lalu menghembuskan nafas "ga tuh, gapapa"
"Lo ngelak ya? Bilang aja lagi kepikiran Aisha" balas Ardi sambil memainkan handphonenya.
Kavin menautkan alis, menatap anak didepannya dengan bingung.
"Kok tau?"
"Ya wajar aja sih kalo lo khawatirin Aisha, kan lo pacarnya. Gitu aja kok susah" kata Ardi beralih pandangan ke handphonenya lagi.
Kavin masih diam diposisinya.
Bahu Kavin langsung dirangkul oleh Andi, membuat sang pemilik terhenyak sedikit.
"Lo sayang kan sama Aisha?...."
"Eeum?"
"Ya jelas iyalah goblok! Ga mungkin juga mereka berdua pacaran kalo ga saling ada rasa. Emangnya atas dasar apa mereka pacaran?" timpal Ardi.
Anak itu terlihat bingung mau menjawab apa, skakmat sudah kalau dia menjawab penuturan Ardi dengan 'perjanjian'.
"Perjodohan? Ah ga mungkin gue rasa, Kavin mana mau dijodohin gitu"
"Emangnya sekarang jaman siti Nurhaliza?" timpal Andi lalu tertawa dengan jawabannya.
Ardi mendengus geli, "siti nurbaya goblok! Terserah dah terserah!"
Masih dengan Kavin yang menyimak dua orang ini dalam diam. Hatinya gentar untuk berpandapat. Karena jika ia menjawab salah sedikit, pasti semuanya ketahuan.
"Atau, investasi bisnis!?- ah! Yang lebih parah lagi.... Perjanjian antara mereka?" Andi berseru.
"Tolol!" Di hadiahi tamparan cukup keras dari Ardi.
Andi mendengus, "sakit tau..bundaaaaaaaa!!!" rengeknya.
"Dasar bayi!" cicit Ardi.
Masih dalam keadaan bodo amat, Kavin pun menopang dagunya di atas meja lalu menghembuskan nafas kasar. Well, yang ia pikirkan sekarang adalah Aisha.
Aisha menghilang, dan Kavin merasa aneh sendiri. Seperti-gundah mungkin.
"Kenapa ga lo datengin aja rumahnya?"
Kavin mengernyitkan dahi, "hah?"
"Gausah malu kali datengin rumahnya. Bawain aja buah, bunga atau sesuatu kesukaan Aisha" jawab Andi.
BRAKK!!
"Bajingan!" Kaget Kavin mengelus dada. Ardi terlalu bersemangat sampai menggebrak meja.
"Betul tuh kembaran gue! Tua bener pikirannya! Salut!" Ardi berseru memukul dadanya dua kali dan mengacungkan jempol antusias.
Andi berdecih, "tadi aja ngatain gue bayi sekarang tua. Dasar labil!"
Mengabaikan mereka berdua yang ga jelas, Kavin bergumam di dalam hati. "Datengin Aisha? Haruskah?"
********
Jam delapan malam. Aisha masih tetap berbaring lemas diatas kasur dengan pakaian piyama tidurnya. Menatap langit-langit kamar dengan perut perih sebab ia tidak makan dari pagi.
Krrrruuukk!!
Bunyi perutnya menambah rasa sakit dan perih dibagian kiri. Aisha mencengkram perutnya, kemudian meringkuk secara refleks.
Menarik nafas, membuang nafas. Ia mencoba untuk menenangkan perutnya yang mual tak karuan.
Sejenak, ia memikirkan Kavin.
"Huh! Laki-laki itu, kenapa dia terus mampir dipikiran gue sih?"
Tiba tiba kalimat menyakitkan itu muncul. Dimana Kavin meminta Aisha untuk tidak baper dalam hubungan ini.
Terlambat sudah!-maksudnya...... Aisha sudah menyukai Kavin sekarang. Anak itu memberi warna pada hidup Aisha padahal hidupnya Kavin luntang-lantung ga jelas.
Dia yang pertama mau berteman pada Aisha. Dia juga yang pertama menjadi pacar Aisha. Dan dia yang mengisi kekosongan, kehampaan hati Aisha.
Gadis itu pun tersenyum, membuang nafas pelan, "cinta memang gila"
Tok! Tok! Tok!
Aisha melotot mematung. Siapa yang berani datang ke tempatnya malam-malam seperti ini. Apalagi dia tidak punya hutang atau cicilan mabel dan perabotan.
Aisha pun terpaksa keluar dan melangkah pelan-pelan mendekati pintu.
Tok! Tok! Tok!
"MAAF GA NERIMA ANAK KOS!" Sahut Aisha berteriak.
"Anak kos?" gumam tamu di luar.
Tok! Tok! Tok!
Masih dalam keadaan waspada Aisha berteriak, "MAAF GA MESEN GALON"
"Demi tuhan gue bukan tukang galon, - ehm! Aisha ini Kavin"
Aisha tersentak tak percaya, terkejut lebih tepatnya. Tak habis pikir kenapa lelaki itu datang menemui Aisha di malam hari seperti ini.
Ceklek!
Kavin tersenyum saat pintunya terbuka, begitupun Aisha yang melempar senyuman canggung.
"K-kavin?"
"Ya gue?"
"maafin gue udah manggil lo anak kos sama tukang galon!" Aisha menyatukan kedua telapak tangan, memohon sambil memejamkan mata.
"Haha, santai aja. Btw nih gue bawain martabak. Siapa tau lo laper kan,"
"Aduh tapi gue udah kenyang" balas Aisha.
Kruyukk! kkruyuk!
Mampus kau Aisha!
"Nah kan, jangan munafik-" Aisha cengengesan. Kemudian Kavin memajukan wajahnya, badannya tercondong karena perbedaan tinggi. Hal itu membuat Aisha gugup dan terdiam di tempat.
"-sayang," Kavin mencolek hidung Aisha.
"Oke, anggap itu ga terjadi sama sekali!"
"Lupakan hal manis itu Aisha!!"
"GA BISAA!!! MALAH MAKIN DEG DEGAN!"
*****
Maaf bahasa aku masih kaku gimana gitu, wajar masih SMP. Tapi sebisa mungkin aku perbaiki dan direvisi lagi nantinya.
See you!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen Fiction"ayuk kita buat perjanjian." ~kavin "perjanjian apa?" ~aisha. "gue akan ngasih lo uang buat pengobatan, dan lo akan jadi pacar gue. Gimana?" ********* Cuman cerita dari otak murni gue yang unfaedah. Cerita tentang remaja, cinta, sebuah janji, dan ci...