Rian keluar lagi setelah check-in. Dia masih ingin menghabiskan waktu bersama keluarganya sembari menunggu waktu keberangkatan. Termasuk Asti!
"Jangan lupa semua yang kubilang...", ujar Rian pada gadis tujuh belas tahun yang baru jadi tunangannya sebulan lalu itu!
Tapi yang diajak bicara malah diam. Kepala Asti tertunduk.
"Kenapa nggak menjawab?", tanya Rian kesal.
Segera diraihnya wajah Asti agar menatapnya. Tapi rupanya, pipi Asti sudah basah.
Rian bingung! Normalnya Asti akan bersungut-sungut dan menyahutinya dengan gaya ogah-ogahan. Ini bukan reaksi yang biasa Asti berikan saat ia mencerewetinya.
Satu-satunya hal yang terpikir Rian saat itu hanya meraih Asti dalam pelukan. Dan Asti makin terisak di dadanya.
Apa yang terjadi coba?? Rian tak mengerti keadaan ini!
Ia pikir gadis itu akan melepasnya lega. Ia pikir Asti akan senang dengan kepergiannya. Bukankah ia akhirnya bebas?
"Attention, please. This is the final boarding call for passengers Rian Mahardika booked on flight 943 to Tokyo. Please pass on to gate A-3 immediately. The final checks are to be completed soon and the aircraft doors are to be closed in approximately five minutes time. I repeat. This is the final boarding call for Rian Mahardika. Thank you"
Meski enggan, Rian terpaksa melepaskan pelukannya pada Asti ketika namanya mulai dipanggil melalui pengeras suara.
"Jangan sakit...", ujar Asti dengan suara serak. Tangan gadis itu bahkan masih memegang erat ujung bajunya.
Rian tersenyum. Sesal, perlahan menyusup ke dadanya!
🍀🍀🍀
Rian memang sudah lama tertarik pada University of Tokyo. Meski kampus yang didirikan oleh pemerintah Era Meiji ini paling terkenal dengan jurusan hukum dan sastranya, namun jurusan Arsitekturnya juga berhasil menduduki posisi ke-19 di dunia.Jadi, meski merasa berat harus tinggal jauh dari keluarga, juga Asti tentunya, Rian tetap pergi kesana. Baginya sesuatu yang sudah ia tetapkan harus dilakukan.
Itu juga alasan kenapa ia bersikokoh mengikat Asti. Terlebih ketika menyadari alasan Asti mendekatinya.
Awalnya sih, dia senang bukan kepalang ketika gadis itu mengajaknya pacaran. Meski dengan drama pura-pura nolak dulu baru menerimanya.
Tapi sungguh, Rian mengingat hari itu sebagai salah satu momen paling bahagia dalam hidupnya!
Dalam tiga bulan pertama, hubungan mereka masih berjalan baik. Tapi kemudian seorang teman sekelas Asti datang menemuinya.
"Kak, aku mau ngasih tahu sesuatu..."
Gadis itu kemudian mengeluarkan gawainya. Dalam sebuah aplikasi pesan, tampak foto mesra Rian dan Asti ketika main di pantai beberapa waktu lalu.
"Sorry, cowok ini udah jadi milikku. Fix ya, aku yang menang!"
"Kami taruhan mendapatkan Kak Rian", ujar gadis itu lagi.
Rian memang tahu Asti senang dikelilingi orang-orang yang menyukainya. Makanya dia jarang menolak mereka dengan sikap tegas. Ia pintar tarik ulur meski tak satu pun yang dipacari.
"Lalu??", tanya Rian.
Gadis itu memandang Rian heran. "Kakak nggak marah dengan Asti?"
"Kenapa harus marah?", sahut Rian santai. "Aku justru harus berterima kasih karena taruhan kalian itu membuatnya jadi pacarku...", tambahnya lagi sambil menyeret Heidi yang sejak tadi berdiri di sampingnya dengan wajah kaku.
"Kamu beneran nggak marah??", tanya sahabatnya itu.
Rian tersenyum. "Memang agak nggak nyaman sih mengetahui fakta kecil itu. Tapi apa salahnya?? Toh meski Asti memulainya dengan momen taruhan, tapi pada akhirnya akulah yang paling diuntungkan dengan situasi itu...", ujarnya dengan wajah tak peduli. "Kan sudah kubilang, aku yang lebih dulu suka adekmu...", gumamnya lagi.
🍀🍀🍀
2 tahun lalu (sebelum Asti dan Rian pacaran)...
"Bang, kata Papah nanti sore anterin aku les...", gadis itu menerobos masuk kamar Heidi.
"Ish...yang sopan dong! Ketok pintu dulu kek...", Heidi sewot.
Tapi yang ditegur bukannya menurut malah menjulurkan lidahnya. Membuat Heidi tambah kesal.
"Pokoknya aku udah bilang nih yaa. Jangan main game kelamaan sampe lupa nganterin aku! Ntar kubilang Papah lho...", ancamnya sebelum menutup pintu.
Dia bahkan menatap Rian galak. Seolah bilang, "Jangan main lama-lama disini".
"Adekmu lucu...", ujar Rian.
"Lucu dari hongkong?? Nyebelin banget tahu!", sahut Heidi.
"Kelas berapa?", Rian penasaran.
"2 SMP"
Rian tersenyum. Gadis dengan piyama pink dan rambut ekor kuda yang acak-acakan itu memelototinya. Biasanya, gadis-gadis akan bertingkah sopan atau malu-malu di depannya. Tapi dia malah pasang wajah galak. Manis. Rian suka!
Dan begitulah segalanya dimulai. Rian diam-diam memperhatikan. Ia tak berani bilang pada Heidi. Khawatir nanti malah dilarang main ke rumah. Padahal itu satu-satunya cara ia bisa melihatnya.
🍀🍀🍀
Heidi menarik nafas panjang. Cinta memang kadang membuat manusia mendadak buta!
🍀🍀🍀
Masalahnya, soal taruhan itu bukan satu-satunya penyebab dilema hati Rian. Saat tahu kebenaran lain tentang Asti, dunianya pun jungkir balik.
Asti masih muda. Tapi seperti kata Heidi, dia tak sepolos penampilannya.
Rian berpikir, rasa sakit yang ditanggungnya ini, akankah lebih ringan jika mereka putus saja?
Tapi memikirkan kehilangan Asti membuatnya lebih sakit hati. Itulah sebabnya dia bertahan. Bahkan mencoba membagi sakitnya dengan menyakiti Asti!
Tapi lihatlah, melihat tangis Asti di bandara, hatinya segera menyesal untuk banyak hal.
Usai bertunangan, mereka sempat bertengkar hebat. Asti bahkan minta putus. Tapi ketika diingatkan janji tentang siapa memulai dan siapa yang mengakhiri hubungan mereka, dia tak pernah mengungkit soal putus lagi.
Aneh bukan? Terutama jika mengingat sifat keras kepala gadis itu.
Rian sungguh penasaran tentang alasan Asti bertahan. Tapi ia tak berani bertanya. Takut tak mampu menanggung konsekuensi kehilangan Asti nantinya!
🍀🍀🍀
"Kamu kok belum menghubungi Asti sih?", tanya Bunda Rian. "Dia sampai nanyain kabar kamu kesini lho tadi..."
"Iya, nih. Rian agak sibuk...", ia beralasan.
Rian berjanji nanti saja, setelah ia pulang mereka akan bicara. Sementara ini biarlah ada jeda!
🍀🍀🍀
*ditulis sambil mendengarkan suara hujan dan berdoa, semoga hujan ini memberi manfaat bagi manusia...💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Atas Nama Cinta
RomanceMenikahi Rian. Kalimat itu terdengar paling menakutkan bagi Asti. Asti Pradipta. Pikirannya tak sepolos penampilannya. Dia penuh perhitungan. Dan sangat menikmati perhatian. Rian Mahardika. Lelaki pendiam dengan seribu satu pesona. Kekurangannya c...