7 tahun lalu...
Di sudut tersembunyi ruang perpustakaan, tangan Rian yang sedang memegang buku tampak bergetar. Telinganya tanpa sengaja mendengar percakapan Asti dan Bagas.
🍀🍀🍀
"Aku nggak suka lihat kamu dekat-dekat Rian!", suara Bagas.
"Kenapa?"
"Kamu kan sudah tahu dari dulu, aku suka kamu..."
"Oh ya??", Asti pura-pura bodoh!
"Jangan pura-pura lagi!", ujar Bagas tegas. "Aku dari dulu suka kamu. Dan aku tahu kamu juga suka aku. Jadi kita berhenti saja saling membuat cemburu begini. Oke??"
"Oke, akan aku pikirkan!"
🍀🍀🍀
Entah karena terlalu menyukai Asti atau karena naif, sebenarnya sebulan lalu Rian sudah terganggu dengan motif Asti mendekatinya. Salah satu teman sekelas Asti mendatanginya dan mengaku sedang taruhan untuk mendapatkan dirinya.
Meski awalnya ia ingin juga bertanya, namun melihat gadis itu terus menempelinya kemana-mana, dia memutuskan mengabaikannya saja.
Lagipula apa pentingnya?
Toh selama ini Rian juga sudah terbiasa menjadi orang yang diperebutkan perempuan. Dia sadar, penampilannya menarik. Keluarganya kaya. Dan kemampuan akademiknya yang di atas rata-rata melengkapi semua kelebihannya. Memang ada banyak alasan untuk mendapatkannya!
Fisik rupawan, kekayaan hingga kecerdasan memang bagian yang melekat darinya. Dia takkan tersinggung mendengar mereka tertarik padanya karena hal-hal itu!
Jadi kalau pun taruhan antara Asti dan temannya benar, Rian takkan marah. Berkat itu, dia bisa mendengar Asti nembak dia duluan meski sebenarnya Rian lah yang jatuh cinta lebih dulu pada gadis itu.
Lagipula, kalau Asti tak tertarik dengannya, dia takkan mungkin ikut bertaruh kan??
Tapi setelah mendengar pembicaraan Asti dan Bagas tadi, hati Rian terguncang!
Ini sudah beda soal!! Rian bahkan tak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan tindakan Asti padanya. Pemalsuan? Penipuan??
Ah, Rian memang sudah mendengar bahwa Asti dekat dengan Bagas, temannya sejak SMP itu. Dia pun sudah mendengar gosip kedekatan mereka. Tapi karena Asti sendiri yang memintanya jadi pacar, Rian pun menganggap semua rumor itu hanya omong kosong saja.
Nyatanya...
"Jadi Asti menjadikanku tumbal untuk membuktikan perasaan Bagas?", kenyataan pahit itu menghantam kesadaran Rian. "Dan setelah berhasil, dia akan meninggalkanku??"
Begitulah semua kegilaan Rian bermula. Ketulusannya pada Asti berubah jadi pembalasan sakit hati!
🍀🍀🍀
"Semua yang kulakuin salah aja di mata Kak Rian! Kalau nggak suka aku, mending kita putus aja...", ujar Asti setelah pertengkaran mereka yang kesekian puluh kali.
Rian tersenyum. Asti pasti menginginkan dia melepaskannya dan kembali pada Bagas kan??
"Aku nggak akan putus denganmu...", ujar Rian. "Kita bisa terus bertengkar sampai tua nanti", tambahnya sambil tertawa senang karena merasa berhasil menggagalkan rencana Asti.
Asti syok mendengarnya!
🍀🍀🍀
Dilema terbesar Rian adalah kontradiksi perasaannya sendiri. Disatu sisi dia ingin membalas perbuatan Asti. Tak hanya setimpal, dia bahkan ingin mengembalikan lebih!
Tapi di sisi lain, saat melihat bagaimana Asti terluka, justru hatinya lebih tersakiti.
Dia ingin membiarkan Asti tetap menderita di sisinya. Tapi penderitaan Asti juga membuatnya ingin melepaskannya. Siklus itu terus berputar seperti lingkar setan yang tak ada habisnya!
🍀🍀🍀
Malam sebelum keberangkatan Rian ke Jepang 4 tahun lalu...
"Oh...oke. Jadi sebenarnya, bagimu...aku...bukan seseorang yang perlu kamu jaga...", cicit Asti diantara isak tangisnya.
Rian mematung! Kemarahan pada Raka dan rasa tak percaya pada Asti hampir membuatnya buta. Dia ingin memiliki Asti. Segera dengan segala cara. Rian bahkan lupa akibatnya andai Heidi tahu apa yang ia lakukan pada adiknya itu.
Kalimat Asti seketika menyadarkan Rian dari kegilaan itu!
"Maafkan aku...", Rian melepaskan Asti. Segera diselimutinya tubuh gemetar gadis itu. Malam itu, Asti menangis lama.
Anehnya, Asti tak pernah mengungkit segala yang terjadi malam itu pada siapa pun, termasuk Heidi. Meski begitu, Rian bisa melihat perubahan sikapnya.
Dulu, Asti selalu menggandeng lengan Rian jika mereka berjalan bersisian. Dia juga tak keberatan dengan pelukan Rian. Namun sejak kejadian itu, dia terlihat selalu tegang dan waspada setiap kali Rian menyentuhnya. Seolah ingin melarikan diri darinya!
Perubahan paling ekstrim yang dilakukan Asti dilihat Rian setelah mereka bertemu pada liburan semester kedua gadis itu. Pakaiannya terlihat aneh. Dia mengenakan gamis, kerudung bahkan kaos kaki.
"Kenapa kamu berpakaian begitu?", Rian heran.
"Ini pakaian perang yang akan melindungiku...", jawabnya ketus.
"Dari??"
"Pandangan mata manusia sehingga tidak timbul keinginan jahat..."
Deg!
Kalimat itu menusuk tepat di jantung Rian. Tapi lingkar setan di hati Rian terus berjalan. Dia tak ingin melepaskan meski Asti melakukan berbagai bentuk pemberontakan.
"Bagus, jadi aku tak perlu khawatir ada yang nembak tunangan aku diam-diam lagi, kan?!"
Asti tersenyum. "Kalau itu, mana bisa aku mengontrol setiap perasaan orang untukku, Kak. Itu di luar kendaliku...", sahutnya tenang.
Rian sadar, Asti tak lagi sama. Tidak, lebih tepatnya, mereka berdua tak lagi sama!
🍀🍀🍀
*ditulis di tengah deadline tugas akhir...
KAMU SEDANG MEMBACA
Atas Nama Cinta
RomanceMenikahi Rian. Kalimat itu terdengar paling menakutkan bagi Asti. Asti Pradipta. Pikirannya tak sepolos penampilannya. Dia penuh perhitungan. Dan sangat menikmati perhatian. Rian Mahardika. Lelaki pendiam dengan seribu satu pesona. Kekurangannya c...