Asti mengundang Lia, Emma dan Hanin berkunjung ke rumahnya. Ketiganya mendapat banyak kejutan saat mendengarkan kisah Asti dan Rian dari adik-adiknya.
"Aku mau rendang...", Raya menyodorkan piring pada Asti.
Meja makan itu besar. Asti sebenarnya hanya menyiapkan makanan untuk ketiga sahabatnya yang menginap di rumahnya itu. Tapi dua saudara Rian itu tiba-tiba datang karena undangan makan Mamah Asti. Dan itu bukan hal baru bagi Asti. Sejak awal keluarga mereka sudah saling mengenal karena Heidi dan Rian bersahabat. Dan hubungan dua keluarga pun tambah rekat ketika Asti dan Rian mulai pacaran lalu bertunangan.
Asti menuruti permintaan calon iparnya itu dengan senyuman.
"Hmmm...aku juga...", kali ini Raka yang meminta.
Lagi-lagi Asti mengambilkan lauk yang mereka minta.
Emma, Lia dan Hanin jadi salah tingkah sendiri karena harus makan semeja dengan kedua makhluk menggemaskan itu. Setelah selesai makan pun mereka tak beranjak juga. Raya malah sibuk menggoda Asti dengan rumah barunya.
"Aku nggak tahu ternyata Kak Rian sudah menyiapkan pembangunan rumah itu sejak lama buat kalian", ujar Raya. "Emang dari dulu kalian berencana nikah cepat gitu?"
Asti hanya meringis. Jelas dia tak ingin menanggapi.
"Mereka memang sebaiknya segera menikah kan? Udah lama juga tunangannya...", malah Raka yang mencoba menanggapinya.
"Tapi kalian sadar nggak sih kalau kalian tuh mirip Tom and Jerry??", celetuk Raya lagi. " Nggak capek apa nanti kalau bertengkar terus?", tanyanya polos.
Diam-diam Raka melirik Asti dan mengamati raut wajah perempuan yang sempat singgah di hatinya itu. Yah, setidaknya dulu! Dia dan Rian bahkan sempat adu jotos karena persoalan cinta segitiga itu. Tapi Raka akhirnya sadar satu hal, Asti dan Rian takkan bisa saling merelakan. Dan dia harus menerima kenyataan.
Tapi Raya juga benar. Semua orang dekat mereka tahu, pada awal pacaran, mereka nampak baik-baik saja. Tapi makin lama, makin tak sehat saja hubungan mereka. Bertengkar seolah menjadi kebiasaan. Namun anehnya, tak satu pun yang berani mengakhiri hubungan.
"Memangnya mereka sering bertengkar?", tiba-tiba Hanin bertanya pada Raya.
Adik bungsu Rian itu langsung sibuk mengisahkan secara dramatis pertengkaran demi pertengkaran pasangan itu. Melihatnya saja membuat mereka merasa kewalahan!
Asti hanya tertawa kecil mendengarnya. Dia tak bisa menyangkal.
"Jadi hubungan mereka putus nyambung gitu??", kali ini Lia yang penasaran.
"Enggak! Mereka nggak pernah putus!!", sahut Raya lagi.
"Hah??", ketiga sahabat Asti terkejut.
"Kok bisa??", Lia makin penasaran.
"Nah, ituuu...", Raya makin bersemangat. "Kami juga heran!"
"Hmmm...sekarang aku paham kenapa kamu selalu menolak khitbah para ikhwan itu...", ujar Hanin sambil tersenyum lebar.
Asti mendelik. Berharap Hanin tak membocorkan kisah beberapa ikhwan yang pernah mencoba mengkhitbahnya selama mereka kuliah!
"Khitbah?", Raya heran mendengar istilah itu. "Apa itu khitbah?"
"Melamar...", sahut Raka kalem.
"Hah? Dilamar siapa?", suara Raya naik beberapa oktaf. Wajahnya bahkan tampak makin antusias.
Ketiga sahabat Asti saling pandang. Asti menggeleng. Kode keras agar tak bercerita!
"Hmmm...adalah pokoknya! Dari calon dokter sampai arsitek...", goda Emma yang langsung disambut tawa kecil Lia dan Hanin.
"Kak Asti cantik sih! Dulu pas SMA juga banyak yang suka...", Raya mengakui. "Ya kan, Bang?", dia mencari pembenaran dari abangnya yang pernah menjadi teman sekelas Asti itu. Sekalian menggoda Raka juga karena Raya tahu abangnya pernah suka Asti.
Yang digoda cuma mengangguk singkat. Raka tak ingin memperpanjang kisah masa lalunya itu. Semua sudah berlalu!
"Oh...sekarang aku paham. Kalian sering berantem karena itu??", tampaknya Raya belum juga ingin berhenti bertanya. "Bang Rian pasti ngamuk-ngamuk kan??"
Semua mata kini tertuju pada Asti.
"Ckck...apaan sih kamu, dek?!", Raka menjewer telinga Raya. "Nggak usah rese' bisa kan??", dia mengingatkan. Sejak tadi dia kesal juga dengan ketidakpekaan Raya!
Raya akhirnya mengangguk. Menyerah. Asti pun terselamatkan!
Tepat saat itulah Rian masuk. Dia langsung duduk di bangku sebelah Asti. Semua orang mendadak diam.
"Mau makan?", Asti yang bersuara pertama.
Rian mengangguk. Matanya berkeliling pada saudaranya dan teman-teman Asti. Mungkin heran karena suasana hening semacam itu tidak cocok ada di meja makan yang dipenuhi tujuh orang. Meski begitu, Rian tak berkomentar apa-apa.
Emma mendorong mangkuk berisi rendang lebih dekat pada Asti saat melihat sahabatnya itu langsung memasukkan opor ayam ke piring Rian. "Kok nggak ditanyain dulu dia maunya apa?", sahabat Asti itu agak heran.
"Jangan khawatir. Kak Asti sudah hafal selera Abang...", jelas Raya sok tahu. "Lagian, racun pun bisa Bang Rian makan asal yang ngasih Kak Asti...", ujarnya lagi.
Semua yang ada di meja makan tertawa mendengar candaan itu. Hanya Rian dan Asti yang tertegun diam!
🍀🍀🍀
*ditulis dengan cinta...💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Atas Nama Cinta
RomanceMenikahi Rian. Kalimat itu terdengar paling menakutkan bagi Asti. Asti Pradipta. Pikirannya tak sepolos penampilannya. Dia penuh perhitungan. Dan sangat menikmati perhatian. Rian Mahardika. Lelaki pendiam dengan seribu satu pesona. Kekurangannya c...