[6] Keputusanmu Bukan Mauku

134 5 0
                                    

"Jadi kalau kalian sepakat pacaran diam-diam, kenapa mendadak sepakat mau bertunangan?"

🍀🍀🍀

1 bulan sebelum pertunangan, di pesta ulang tahun Yuda...

Pranggg!!

Tiba-tiba terdengar suara kaca pecah. Mata Asti membelalak. Di ujung sana, tangan Rian memerah. Tanpa sadar sudah meremukkan gelas minumnya.

Ia marah. Bagaimana tidak? Matanya menyaksikan sahabatnya menyatakan cinta pada pacarnya! Dan itu semua karena Asti tak pernah mau jujur tentang hubungan mereka.

Asti berdalih tak mau jadi pusat perhatian. Tapi Rian tahu, bukan itu alasan sebenarnya!

Tangan Rian jelas nyeri. Tapi hatinya lebih-lebih lagi. Ia berbalik pergi.

Heidi masih tertegun menyaksikan potongan adegan yang lewat. Ia lebih terkejut dengan fakta bahwa kedua sahabatnya itu sama-sama menyukai adiknya.

Fiuhhh!! Dia mengusap kepala agak frustasi!

Asti mencoba keluar secepat ia bisa. Tapi tak berhasil menemukan Rian. Lelah berlari kesana-kemari, ia pun duduk di lobi hotel. Menunggu.

Heidi menghampiri Asti. Menatapnya lama. Ingin ia marah dengan kelakuan adik semata wayangnya itu. Tapi toh bukan salah Asti sepenuhnya juga.

"Kak Rian udah pergi...", nada suaranya sedih.

"Trus kamu mau dia melihat sahabatnya berhasil nembak pacarnya di depan orang satu sekolahan gitu?", Heidi kesal.

"Mana aku tahu kalau Kak Yuda suka aku..."

Heidi menarik nafas panjang. Mencoba bersabar meski dalam hati pengen ngomel. Jadi dia memilih menjauh dari Asti lalu meninggalkan pesan suara untuk Rian.

"Aku tinggalin Asti di lobi hotel. Dia masih disini nungguin kamu. Tolong jemput dia dan antar pulang".

🍀🍀🍀

Rian datang 1 jam kemudian dengan wajah dingin. Tapi ia tetap membuka jas yang dipakainya dan menutupi tubuh mungil Asti yang mengenakan gaun agak terbuka itu.

"Ayo, pulang..."

Asti mengikuti langkah Rian menuju mobil. Menatap tangan Rian yang berbalut sapu tangan biru muda dengan bercak menghitam.

Asti meraih lengan Rian. Tapi lelaki itu mengibaskan tangannya. Tak ingin disentuh. Hati Asti tambah ambyar.

Sepanjang jalan, Rian diam. Asti jadi tak berani bersuara.

Ketika sampai di depan rumah Asti, ia berhenti. Masih tanpa suara. Saat Asti kembali mencoba menyentuh tangannya,  ia lagi-lagi menghindar.

"Iya, marah aja nggak papa. Tapi turun dulu. Obati dulu tangannya. Please..."

Rian menurut. Asti membuka balutan sapu tangan dan mulai membersihkan luka Rian dengan alkohol. Melihat telapak tangan yang bernoda darah itu, Asti menggigit bibir. Matanya kembali berkaca-kaca.

"Maaf...", ujarnya pelan.

Setetes air mata jatuh ke punggung lengan Rian. Asti sudah selesai dengan urusan pengobatan tapi tak kunjung melepaskan tangan Rian.

"Aku nggak tahu Kak Yuda suka sama aku..."

Rian yang awalnya membiarkan Asti menyentuhnya, beranjak menjauh.

"Bagus kan? Jadi kamu bisa pacaran diam-diam sama dia dan aku sekaligus...", sahutnya ketus.

Asti menelan ludah. Pahit!

"Kak..."

"Bukannya karena pengen punya kesempatan seperti ini makanya kamu pengen kita nggak ngasih tahu siapa-siapa tentang hubungan kita?", tuduhnya.

"Nggak gitu!! Kan ribet aja kalau terlalu banyak yang tahu...", Asti beralasan.

"Ribet karena kehilangan penggemar??"

Asti menarik nafas panjang. Rian dan kemarahannya sulit diatasi Asti. Kali ini ia memutuskan mengalah saja. Toh, ia juga salah.

"Jadi Kak Rian mau aku gimana?"

🍀🍀🍀

Sumpah!! Asti menyesal menanyakan apa mau Rian untuk menenangkan kemarahannya itu. Karena 2 minggu kemudian, orang tuanya tiba-tiba saja datang ke rumah. Mereka meminta Asti bertunangan sebelum Rian berangkat kuliah ke Jepang. Dan 2 minggu kemudian lagi, cincin bermata intan itu disematkan Rian di jarinya. Dengan ultimatum : jangan pernah melepaskan!

Semuanya terjadi begitu cepat. Asti hampir kesulitan memproses semua itu dalam jiwa remajanya yang penuh pemberontakan. Dia suka Rian. Tapi juga belum cukup mendorongnya untuk mengambil langkah ekstrim dalam hubungan mereka.

Menikah muda tak ada dalam daftar keinginan Asti! Tapi lihatlah, dia malah sudah bertunangan seminggu setelah naik kelas 2 SMA dengan pacar pertamanya!

Bukankah menakutkan??

🍀🍀🍀

"Karena Kak Rian bilang lamarannya harus diterima...", ujar Asti polos.

"Hmmm...jadi begitu?", maklumnya. "Lalu apakah perlu Bunda bantu bilang ke Rian buat batalin aja pertunangan kalian?"

"Enggak ah, Bunda. Nanti Kak Rian malah tambah marah lagi..."

Bunda Rian tertegun beberapa detik. Kemudian tertawa. Ia geleng-geleng. Sejenak lupa. Gadis di hadapannya baru 17 tahun. Dan putranya baru 19 tahun. Ah, mereka masih muda!

🍀🍀🍀

*ditulis dengan cinta. Semoga yang membaca berbahagia karenanya... 💕

Atas Nama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang