[5] Amarah Rian

167 7 0
                                    

Satu hal yang dibenci Asti dari Rian adalah amarahnya selalu berujung pada pengambilan keputusan sepihak yang membuat arah hidupnya berantakan!

🍀🍀🍀

Seminggu setelah kepulangan Rian di acara wisuda Asti...

Pagi-pagi, gawainya tak henti berbunyi. Pertama, abangnya Heidi menelpon. Dia mengabarkan bahwa tiket pesawat untuk kepulangannya sudah dibeli dan siap menjemputnya nanti di bandara.

Asti yang baru bangun tidur, belum bisa memproses informasi itu. Hanya menyahut, iya iya saja. Tapi ketika panggilan suara itu berakhir, ia bingung sendiri. Kenapa ia harus segera pulang? Ada apa gerangan??

Asti langsung terduduk di ranjangnya. Meraih gawai dan mengecek emailnya. Besok?? Jadi dia harus pulang besok?

Baru saja berniat menghubungi abangnya kembali, tapi Bunda Rian sudah menelpon duluan.

"Nak, Bunda senang deh dengan keputusan kalian..."

Asti hati-hati mendengarkan.

"Dari dulu Bunda tuh memang pengennya kalian segera nikah..."

Nikah?? Asti menelan ludah. Kapan ia menyetujui pasal ini? Kepalanya mendadak pusing. Ini pasti ulah Rian!

🍀🍀🍀

Berkali-kali Asti menghubungi Rian. Tak diangkat. Kemarahan Asti hampir meledak. Dia pasti sengaja begini kan?!

🍀🍀🍀

6 tahun lalu...

Rian menggenggam tangan Asti.

Ekspresi wajah Rian mendadak berubah ketika tiba-tiba perempuan itu menjauhkan tangannya. Padahal dia sudah siap menyematkan cincin ke jari manis Asti.

"Sebentar...", Asti masih memejamkan mata dan menarik nafas panjang. Ia jelas-jelas gugup.

Tapi Rian tak menghiraukan. Ia meraih kembali tangan perempuan itu dan memasukkan cincin ke jarinya dengan cepat. Tak mau menunggu.

Keluarga mereka hanya tertawa melihat tingkah keduanya.

"Alhamdulillah...", seru kedua orang tua mereka.

Ya, hari itu mereka bertunangan.

Harusnya sih bahagia. Ya kan? Bertunangan bagi orang lain itu begitu kan?? Asti memutar-mutar cincin di jarinya. Ia duduk di bangku taman dekat dapur. Menyembunyikan air matanya yang hampir tumpah.

"Kamu tadi sengaja menghindar kan??", Rian menghampiri dengan wajah marah.

Asti menggigit bibir, jelas merasa bersalah. Tapi...

"Kakak pikir keputusan ini mudah gitu buatku? Aku baru 17 tahun, Kak. Baru juga kemaren masuk kelas 2 SMA. Aku nggak yakin bisa mencerna hal-hal semacam pertunangan gini...", Asti mengeluarkan unek-unek dengan mata berkaca-kaca.

"Setelah apa yang kamu lakukan kemaren, cincin itu nggak boleh kamu lepas. Titik!", Rian mengabaikan perkataan Asti.

Lutut Asti lemas. Bulir-bulir bening mengalir di sudut matanya. Tapi ia buru-buru menghapusnya. Menahan nyeri di hati yang tiba-tiba menusuknya.

Beberapa menit kemudian, Bunda Rian menghampiri Asti yang masih memutar-mutar cincin di jarinya.

"Mantu, ngapain sembunyi disini?", godanya.

Asti terkejut. Dia buru-buru menyembunyikan sisa air matanya kemudian tersenyum.

"Bertengkar lagi sama Rian?", Bunda Rian cepat tanggap.

"Bunda lihat?", Asti bingung harus bagaimana. Terlebih dengan anggukan perempuan yang telah melahirkan lelaki yang hari ini menjadi tunangannya itu.

"Coba cerita sama Bunda..."

Asti menunduk dalam.

"Asti sebenarnya nggak mau tunangan dengan Rian?", tebaknya.

Asti terkejut. Tapi ia diam. Sejujurnya iya. Asti merasa terlalu muda untuk menjalin hubungan serius semacam ini. Tiba-tiba ia menyesali permintaan konyolnya untuk pacaran dengan Rian setahun yang lalu.

"Asti nggak suka Rian?"

"Suka tapi...Kak Rian selalu marah sama aku, Bunda!"

"Kenapa?". Tangan Bunda Rian membelai rambut Asti lembut.

Air mata gadis itu menitik lagi.

"Karena aku nggak mau bilang kita pacaran ke orang-orang...", jawab Asti sambil tersedu.

Bunda menggenggam tangan Asti.

"Bunda yakin, kamu pasti punya alasan kan?"

"Kak Rian banyak yang suka, Bunda. Kalau ketahuan jadi pacarnya, bakal dimusuhin cewek satu sekolahan..."

Bunda Rian tersenyum. Anak lelakinya ternyata populer juga!

"Pernah ngomongin ini sama Rian?"

Asti mengangguk.

"Kak Rian tetap aja nggak suka..."

Bunda Rian tersenyum. Ia tahu sifat anaknya memang keras kepala. Tapi dia juga tahu sebesar apa rasa suka Rian pada gadis muda di hadapannya itu. Lalu sebuah pertanyaan yang tak terpikirkan sebelumnya tiba-tiba melintas.

"Jadi kalau kalian sepakat buat pacaran diam-diam, kenapa mendadak sepakat tunangan?"

🍀🍀🍀

*ditulis sambil terus berharap hal-hal baik lah yang akan terjadi di masa depan... 💕

Atas Nama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang