[7] Saling Menyakiti

119 4 0
                                    

Hal yang meresahkan Asti ketika Rian menjadi tunangannya : level posesifnya naik beberapa tingkat.

Tidak boleh melepaskan cincin. Tidak boleh jalan dengan cowok kecuali keluarga. Tidak boleh banyak main keluar juga kalau tidak didampingi dia atau abangnya. Dan sederet larangan lainnya.

Asti menolerirnya karena toh sebulan lagi Rian berangkat kuliah juga. Jadi kemungkinannya mengawasi aktivitas Asti pun pasti tak seintens sekarang.

Tapi selama menunggu keberangkatan itu, hari-hari mereka hanya dipenuhi pertengkaran.

"Kalau kamu merasa nggak cocok sama aku yaa kita putus aja! Aku benci harus adu mulut terus tiap ketemu kamu", teriak Asti setelah pertengkaran kesekian ratus kalinya.

Seketika Asti bahkan lupa panggilan kakak yang biasa ia sematkan pada Rian. Asti melepaskan cincin pertunangan mereka di atas meja dan berbalik pergi meninggalkan Rian.

Tapi apa yang kemudian dikatakan Rian pada Asti?

"Kamu lupa perjanjian kita?"

Asti berhenti melangkah.

"Kamu yang memulai dan aku yang mengakhiri. Jadi jangan bermimpi melepaskan ini sebelum aku mengambilnya...", ujar Rian sambil memasang kembali cincin pertunangan mereka di jari manis Asti.

Lelaki itu kemudian meraih tubuh Asti. Memeluknya erat sampai Asti merasa sesak.

"Jangan lupa janjimu!!", bisiknya di telinga Asti.

Asti syok. Lelaki yang ia minta menjadi pacarnya di perpustakaan sekolah setahun yang lalu itu, setahunya bukan sosok seperti ini. Meski keras kepala tapi dia selalu lembut. Sekarang lihatlah, Rian jadi posesif dan sering memaksakan keinginan padanya!

🍀🍀🍀

"Rian berubah...", keluh Asti pada Heidi.

"Kamu yang merubahnya...", Heidi tak memihak Asti.

"Aku kenapa?", Asti tak mengerti.

"Aduh dek, aku sudah bilang sejak awal pas kamu pacaran sama Rian. Kalian itu nggak cocok"

"Kenapa nggak?", Asti tak terima.

"Rian meski keras kepala tapi selalu serius berkomitmen dengan sesuatu. Apapun itu. Sementara kamu itu angin-anginan dan suka banget cari perhatian!"

Asti ternganga. Tak menyangka abangnya akan menyerang dengan kalimat menyakitkan.

"Bukannya kamu menggoda Rian karena pengen membuktikan bahwa kamu bisa mendapatkan cowok paling digemari di sekolah?"

Asti menggigit bibirnya.

"Apa kamu pikir Rian nggak tahu?"

Kemarahan Heidi pada Asti sampai puncaknya jika ingat bagaimana sahabatnya itu datang bercerita.

🍀🍀🍀

"Asti nembak aku...", ujarnya dengan senyum bahagia.

Heidi terkejut.

"Apa?? Adekku kenapa??", seakan tuli telinganya.

"Nembak aku jadi pacarnya...", kali ini Rian berkata sambil memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi.

"Ya ampun tuh anak. Tapi sudah kamu tolak kan?", duga Heidi yakin.

Rian menggeleng.

"Sorry...", tapi ia tak tampak benar-benar menyesal.

"Serius??", Heidi mulai panik.

Rian masih tersenyum lebar. Tapi mengangguk yakin.

"Adikku nggak sepolos penampilannya...", Heidi memilih kata-katanya.

Tak mungkin dia mengatakan terang-terangan bahwa adiknya itu tipe perempuan cantik yang tahu bagaimana menggunakan pesonanya untuk kepentingannya, kan??

"Aku tahu...", ujarnya pelan. "Tapi aku nggak keberatan. Sejujurnya, sejak pertama main ke rumahmu dan ehm...melihat Asti, aku sudah langsung suka. Cuma karena dia adikmu aja jadi aku menahan diri..."

Heidi ternganga. Dia sama sekali tak menyadari fakta itu!

"Lalu kenapa sekarang pertahanan dirimu jebol?", Heidi kemudian mengkritiknya.

"Dia yang nembak duluan, Di. Jadi aku nggak bisa nolak...", Rian masih mempertahankan senyum sementara Heidi makin frustasi.

"Jangan bilang aku nggak pernah memperingatkanmu sebelumnya...", ujar Heidi.

Rian tersenyum. Saat ini, dia terlalu bahagia untuk memikirkan kemungkinan buruk itu. Dia hanya ingin menikmati semua momen manis bersama Asti.

"Aku suka kamu. Tapi aku lebih suka adekmu. Sorry...", candanya.

Mau tak mau Heidi tertawa. Rian temannya. Ia tipe orang yang tak banyak bicara. Tapi jika sudah memutuskan sesuatu, akan sulit mengubahnya. Meski begitu, dia teman baik yang dapat Heidi andalkan. Sayangnya Asti pasti akan membuat Rian banyak terluka. Heidi tahu itu!

🍀🍀🍀

"Apa kamu pikir Rian nggak tahu?"

"Apa maksud Abang?"

"Kamu taruhan dengan temanmu buat dapetin Rian kan?"

Mulut Asti ternganga. Darimana abangnya tahu??

"Dan itu karena Bagas kan?"


Pertanyaan terakhir Heidi melesat bak anak panah yang seketika menancap di hati Asti!


🍀🍀🍀

*ditulis dengan cinta... 💕

Atas Nama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang