Asti heran. Kata orang bijak, cinta itu berlomba untuk saling memberi bukan saling menuntut. Pada kasusnya, kaidah itu justru terbalik. Maka masihkah bisa disebut cinta? Atau hanya obsesi?
Obsesi Asti yang ingin memiliki cowok paling keren di sekolahnya?
Obsesi Rian untuk membalas luka yang diberikan Asti padanya?
Pikiran-pikiran ini terus berkelindan di benaknya!
🍀🍀🍀
7 tahun lalu...
Hari pertama Asti masuk SMA...
"Psstttt...itu dia kakak cakepnya, gaeees!", si informanwati berbisik namun dengan nada agak histeris saat seorang siswa melewati kantin menuju ke perpustakaan.
Semua mata otomatis tertuju pada sosok jangkung yang melenggang bak model itu. Rambutnya agak gondrong dengan bandana olahraga, sementara tangannya membawa bola basket.
Mata Asti terbelalak. Ia mengenalinya!
🍀🍀🍀
Keributan anak-anak baru mencari perhatian idola sekolah itu mau tak mau membuat Asti mulai memperhatikan Rian. Selama ini, meski Rian bolak-balik di sekitarnya, Asti tak pernah tertarik. Pikirannya sudah sibuk dengan kelakuan Bagas yang makin membuatnya jengkel sejak mereka masuk SMA. Dia seolah menikmati banyaknya perhatian perempuan di sekitarnya dan terang-terangan memprovokasi Asti agar cemburu.
"Katanya Kak Rian lagi nggak punya pacar lho..."
"Oh ya??"
"Wah, kalau begitu kesempatan ini!"
"Halah! Meskipun dia punya pacar, kamu bakal tetap mengejar Kak Rian kan??", tuduh salah satunya.
Yang dituduh langsung tertawa. "Mana bisa sih cowok kayak Kak Rian gitu dianggurin...", ujarnya. "Pokoknya nih yaa, aku pasti dapetin dia!"
Suara teman-teman sekelas Asti saat berkerumun di pinggir lapangan basket.
"Asti...mau ikutan nggak?"
Asti menoleh. Meski mendengarkan sekilas pembicaraan mereka, namun dia tak terlalu paham maksudnya.
"Ikutan apa?", dia mendekati mereka dengan sahabatnya, Rindi.
"Taruhan...", ujar salah satu teman sekelasnya.
"Taruhan apa?"
"Mendapatkan hati sang idola", sahut yang lainnya sambil tertawa.
"Ikut aja!", bisik Rindi. "Dibanding mereka, kamu punya kans lebih besar buat memenangkan games ini!"
"Gimana? Berani ikutan nggak??", tantang salah satu teman sekelasnya.
"Ikut aja. Lumayan kan, kamu bisa manfaatin Kak Rian buat bikin Bagas cemburu...", bisik Rindi lagi.
Dan Asti tergoda!
Dia memang sedang kesal dengan Bagas. Semua orang tahu bahwa mereka sudah dekat sejak SMP. Perasaan mereka yang lebih dari sekedar teman pun bukan lagi rahasia. Tapi dasarnya remaja labil, tak ada yang mau mengaku dengan mudahnya. Bagas bahkan sengaja membuatnya marah dengan memberi harapan pada cewek kelas sebelah yang nembak dia.
"Boleh nggak?", tanya Bagas pada Asti ketika cewek itu memberinya sekotak cokelat tepat di depan hidungnya.
Asti hanya menggedikkan bahu. Berlagak tak peduli. Padahal dalam hati jengkel setengah mati!
Beberapa hari kemudian, cewek itu kembali menghampiri Bagas yang sedang berdiri di samping Asti.
"Bagas, mau yaa datang ke pesta ulang tahunku lusa?", ujarnya manja.
"Tergantung Asti...", sahut Bagas. "Dibolehin nggak?", tanyanya dengan wajah sok lugu pada Asti.
Inginnya Asti memaki Bagas. Tapi sebelum itu terjadi, tiba-tiba Agus menerobos masuk.
"Eh, kalian berdua cepetan! Ditungguin dari tadi buat rapat juga!!", ujarnya sambil menarik kami berdua dari hadapan cewek kelas sebelah itu menuju ruang Osis.
Agus menutup pintu dan memelototi kedua manusia yang terjebak zona pertemanan akut itu.
"Kalian berdua tuh, coba kalo cinta itu bilang...", ujarnya.
"Iiih...", serempak Bagas dan Asti menyahut.
Inilah anehnya kedua orang itu. Sama-sama gengsi mengakui perasaan.
"Ah ih ah ih...ntar kalo keduluan orang, baru nyesel!", ujar Agus gemes.
"Nih yaa kubilangin, Bagas itu sebenarnya suka sama kamu...", tambahnya lagi pada Asti.
Bagas tak menampik namun juga tak membenarkan. Sikap diamnya itulah yang otomatis membuat Asti mencibir.
"Udah deh, rencana kalian mau bikin aku ge-er, nggak bakal mempan!", Asti menolak percaya.
"Serius! Dia udah suka kamu sejak orientasi siswa pas kita SMP dulu lho...", bebernya lagi.
Bagas masih diam. Asti makin kesal dibuatnya.
"Oh ya?? Kalau suka tuh bilang terus terang...", tantang Asti.
Tapi Bagas bersikap sama. Diam mendengarkan pembicaran Asti dan Agus dengan wajah lempeng, seolah tak terlibat sebagai salah satu aktor yang dibicarakan mereka.
"Horor tahu mau nembak kamu!", sahut Agus.
"Emang aku kenapa??", Asti bingung.
"Kamu tuh terkenal sadis kalo nolak cowok!", sahutnya.
Giliran Asti yang gemas. Dia nolak cowok-cowok itu karena menunggu Bagas. Tapi yang ditunggu kelihatannya tak ingin menyampaikan semua yang ingin didengar Asti.
"Ya mungkin takdirnya aku tuh bukan sama dia tapi jadi pacar idola sekolah kayak Kak Rian..."
Saat mengucapkan kalimat itu, maksud Asti pastilah hanya ingin memanas-manasi Bagas saja. Dia lupa bahwa kata-kata memiliki kekuatan laksana doa!
🍀🍀🍀
*ditulis dengan cinta...💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Atas Nama Cinta
RomanceMenikahi Rian. Kalimat itu terdengar paling menakutkan bagi Asti. Asti Pradipta. Pikirannya tak sepolos penampilannya. Dia penuh perhitungan. Dan sangat menikmati perhatian. Rian Mahardika. Lelaki pendiam dengan seribu satu pesona. Kekurangannya c...