Lalisa POV
Aku memberanikan diriku untuk masuk keruangan rawat Jennie, dan saat aku membuka pintunya, aku bisa melihat ibu mertuaku yang sedang terduduk di sebelah ranjangnya, dengan anak-anak kami yang tertidur pulas di dekapan Jennie.
"Jen-"
Aku menjeda kalimatku, karena tak mau mengganggu tidur si kembar, mereka terlihat sangat kelelahan, tak berbeda dengan Jennie, bahkan saat aku masuk, Jennie hanya melihatku sebentar,lalu mengalihkan pandangannya ke wajah anak-anak.
Aku perlahan mendekati ranjangnya, namun ibu mertuaku langsung berdiri.
"Jika kau ingin memukul anakku lagi, sebaiknya kau keluar dari sini Lisa"
Katanya dengan amat ketus,sambil menghalangi jalanku."Aku takkan pernah lagi melakukannya eomma, itu akan menjadi yang pertama dan terakhir kalinya, aku berjanji"
"Ya, itu memang akan menjadi yang terakhir kalinya, karena setelah ini, aku takkan membiarkan putriku bertemu orang sepertimu lagi"
"Apa maksud eomma?, eomma harus ingat,Aku ini masih berstatus suaminya,aku berhak atas dirinya"
Kataku agak meninggikan nada suaraku, aku sudah emosi sekarang."Diamlah Lisa, kau mengganggu tidur anak-anak"
Jennie akhirnya membuka suaraAku menarik nafasku dalam-dalam, lalu ku hembuskan, kukira itu dapat mengurangi emosiku.
"Mari kita bicarakan di luar"
Kata ibu mertuaku sembari menarik tanganku untuk diajaknya keluar ruangan.Jennie sama sekali tak menghiraukan kami, dia sibuk menepuk-nepuk pantat dan kepala anak kami.Setelah sampai di luar, ibu mertuaku kembali bicara.
"Aku tau kau suaminya, namun apa yang sudah kau lakukan sama sekali tak terlihat seperti seorang suami Lisa, kau menampar istrimu sendiri di depan karyawanmu? Tak berfikirkah kau jika istrimu sedang hamil saat itu?"
"Eomma ak-"
"Jangan memotong pembicaraan, aku belum selesai bicara. Apa aku harus memanggil seorang ahli untuk mengajarkanmu bagaimana caranya menjadi suami yang baik Lisa? Aku akui, aku senang bisa memiliki menantu yang disiplin, dan sukses sepertimu.Namun jika kau sampai mempermalukan seorang istri di depan karyawanmu hanya karena kesalah pahaman, itu tidak lagi membuatku senang, seharusnya kau tau bagaimana hormon wanita ketika hamil, seharusnya kau mengajaknya keluar ruangan lalu menjelaskannya baik-baik, bukan malah menamparnya, lalu mengusirnya!Jika sedari dulu aku tau kau sekasar itu, aku takkan membiarkan Jennie menikahimu!"
Kata ibu mertuaku dengan panjang lebar.
Bolehkah aku bertanya?Apa yang akan kalian lakukan saat melihat istri kalian menampar karyawan yang bahkan tidak melakukan kesalahan apapun.
Aku akui aku memang emosi saat itu, karena Jennie dengan gampangnya menampar karyawanku berkali-kali, tanpa belas kasih sedikitpun.
Tapi aku juga tau, aku salah karena aku telah menampar istriku sendiri di depan karyawanku, dan bahkan aku mengusirnya.
Namun, apakah aku pantas menerima ini?"Apa aku bisa bicara sekarang?"
Tanyaku"Bicaralah, aku menunggu penjelasanmu"
Setelah diberi ijin untuk bicara,aku menarik nafasku dan menghembuskannya pelan...
"Eommanim, sebelumnya aku minta maaf karena telah gagal menjaga putrimu,aku juga minta maaf, karena telah menghancurkan kepercayaanmu.Aku minta maaf untuk segala kesalahan yang aku perbuat pada eommanim.Aku tau aku salah,atas tindakan yang telah aku lakukan pada Jennie beberapa waktu lalu, aku tau itu tidak sepantasnya terjadi,namun..apa yang bisa aku lakukan saat diriku dipenuhi rasa emosi eomma? Aku tak bisa mengendalikan diriku saat itu, melihat Jennie datang lalu tiba-tiba menampar karyawanku, bahkan bukan hanya sekali, namun berkali-kali eomma. Bukannya aku bicara seperti ini untuk menyalahkan Jennie,bukan.Bukan juga untuk membela karyawanku itu, namun aku hanya minder saat itu, jennie melakukan itu seolah-olah aku baru saja berselingkuh, itu yang membuatku emosi, lalu secara tak sadar menamparnya, sungguh eommanim, maafkan aku yang telah lancang menampar putrimu. Kau benar..aku bukanlah suami yang baik, aku adalah suami yang buruk. Eommanim bisa katakan pada jennie, jika dia memang benar-benar ingin berpisah denganku, aku tak apa, asalkan dia bahagia dengan keputusannya, dan untuk hak asuh anak, jika Jennie menginginkannya aku juga tak masalah.Tapi aku akan tetap membiayai kebutuhan mereka."
Saat aku mengatakan itu, kulihat ibu mertuaku menatapku dengan tatapan kosong.
"Eomma, menjadi pengusaha ada sekolahnya"
"Tapi menjadi suami yang baik tak ada sekolahnya, aku pergi eomma"
(Ada yang inget ini dialog di film apa??😁"Lalu aku pergi meninggalkan ibu mertuaku yang mematung di tempat.
--
Jennie POV
Ceklek
Kulihat ibuku datang dengan tatapan yang sulit ku perhatikan,lalu tak lama dia duduk di sebelah ranjangku.
"Dimana dia eomma?"
Aku menanyakan Lisa"Eomma rasa dia ada keperluan mendadak"
Jawab eommaku"Kau lihat eomma, bahkan saat kondisiku seperti ini , dia tetap sibuk dengan urusannya sendiri"
Kataku"Kau tak boleh seperti itu Jennie, dia juga melakukannya untuk kehidupan keluarga kalian"
Aku terdiam...
"Jennie"
Panggil ibuku"Kenapa eomma?"
"Apa kau yakin dengan..hm..berpisah?"
Tanya ibukuJujur saja, aku tak yakin dengan itu, aku mencintai Lalisa dengan segenap hatiku, aku juga tak bisa menyalahkan semua yang terjadi sepenuhnya padanya, karena kesalah pahaman itu terjadi karena ku.
Hanya saja, aku sangat terpukul atas kehilangan bayi kami."Aku belum tau eomma...akan kupikirkan lagi nanti"
"Jennie, dengarkan eomma, kau memiliki 2 anak yang masih kecil, mereka membutuhkan kasih sayang kedua orang tua mereka, mereka akan sangat sedih jika tau mommy dan daddynya berpisah Jen...setidaknya kau pikirkan anak-anakmu, eomma yakin,sedikit demi sedikit kau akan bisa melupakan masalah ini, tapi jangan dengan berpisah, kasihan cucu-cucu eomma"
Kata-kata eommaku tadi membuatku terdiam, dengan pikiran yang ambur adul.
Aku harus bagaimana?Harus bagaimana manteman?
Sedikit dulu ya😅
Nanti tak double dehh✌️
Tunggu next part
Siiyuu😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Life Of JENLISA
FanfictionCerita ini menceritakan kehidupan sehari-hari dari keluarga Jenlisa. Warning! Mengandung unsur 🔞🔞