Prologue

34 5 0
                                    

2016
Raina POV

Matahari menyapa lembut sang langit, menghembuskan sedikit angin pagi yang menerpa rambutku diiringi kesunyianku pagi ini didalam kelas. Aku bukanlah sosok introvert, aku mendeskripsikan seperti itu karna aku benar-benar seorang diri didalam kelas karna akibat terlalu rajin datang terlalu pagi. Faktanya, aku hanya menghindari ocehan guru jangkung beranjak paruh baya yang berdiri di gerbang meneriakkiku. Atau mungkin guru gemuk yang sangat tegas atau mungkin galak yang akan berceloteh saat datang 'nyaris' terlambat. Bagaimana bisa sepagi ini, aku menyambut awal hariku dengan ocehan dan celoteh yang keluar dari mulut mereka.

Aku berumur 15 tahun dan kini tengah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama di semester 4. Satu persatu siswa/siswi mengisi ruang kelasku, beberapa ada yang tampak mengangkat alis menyapaku, tersenyum atau bahkan bertegur sapa menyambut pagi dengan sangat ceria. Pengecualian untuk lelaki bertubuh pendek, berkulit sawo matang dengan jambul klimis setiap paginya, wajah manis itu adalah lelaki yang aku sukai entah layak disebut kagum atau bahkan lebih. Aku belum bisa mendeskripsikannya. Sudah 1 semester aku menyukainya, dan mungkin bertingkah menjengkelkan dihadapannya dan membuat matanya menatap malas ke arahku. Aku sangat yakin, seumur hidupnya ia hanya menyebutkan namaku sekali dihadapanku. Itupun, sebelum ia tahu aku memendam rasa.

Aku selalu mencuri perhatiannya dengan segala cara dengan beribu-ribu penolakan darinya, aku tampak agresif bukan? Ya aku juga heran. Ia tidak sesempurna lelaki lain, bisa dibilang sama sekali tidak tampan. Berkali-kali aku dibilang bodoh hanya karna menyukainya dengan membutakan segala hal. Saat itu, tatapannya saja bisa membuatku tenang. Aku selalu bertingkah baik tanpa sepengetahuannya, aku tau jika ia tahu yang berbuat baik adalah aku. Ia pasti langsung membencinya. Aku pernah mendengar pujiannya untukku, ya walaupun ia berkata.

"Siapapun yang udah ngasih meja buat gua yang bagus, baik banget gila." Ujarnya yang antusias di samping sahabatnya.

Di sudut lain, sangat jelas aku tersenyum mendengarnya. Karna yang menukar mejanya itu adalah aku. Saat aku bahagia, aku tak pernah mengingat ucapannya yang mungkin sangat menyakitkan.

"Gua gak suka sama Raina."

"Mending gua jomblo seumur hidup daripada sama Raina."

"Apaan sih, sama bopung."

Ya! Semua celotehannya itu berasal dari mulut Yasa. Aku tak mungkin lemah, justru semakin ia menolakku semakin dalam juga aku menyukainya.

Hari ini, aku tengah berkutat dengan bukuku. Tampak seorang lelaki lumayan tampan, lebih tinggi dariku dengan kulit sawo matang namun tak sematang Yasa. Ups. Aku melirik kearahnya yang kemudian beralih pada Yasa yang ternyata menghampiri lelaki itu.

Siapa dia? Temannya Yasa? Batinku.

Aku berusaha mengembalikan fokusku dan melupakan lelaki itu. Setelah beberapa minggu, akhirnya aku tau lelaki itu adalah sahabat Yasa yang rumahnya satu cluster dengan Yasa. Awalnya aku tak mengetahui namanya, tapi karna ia sahabatnya Yasa tentu aku mendapatkan banyak informan. Entahlah aku tak memperdulikan namanya, lebih baik aku berfokus pada Yasa.

2018

Tahun ini adalah tahun dimana aku duduk di semester akhir. Sudah 1 semester juga aku tidak sekelas dengan Yasa dan selama itu pula aku hanya memandangi aktivitasnya dari balkon kelasku, sedangkan kelasnya berada di lantai bawah yang sangat jelas tampak dari balkon kelasku. Saat pagi, aku menunggunya datang dari bawah tangga, saat istirahat aku memandanginya yang tengah memakan bekalnya dari balkon, saat ia mendapat jam olahraga, aku memandangi Yasa yang tengah bermain futsal dan menjadi kipper. Ya, Yasa adalah kipper terbaik di sekolahku. Tentu, lelaki itu juga tak luput dari pandanganku. Bagaimana tidak, ia selalu bersama Yasa.

Saat Yasa memakan bekalnya, tepat dihadapannya ada lelaki itu. Saat bermain futsalpun ia menjadi anggotanya. Aku bosan sekali melihat wajahnya yang ku akui lebih manis dari Yasa, justru wajahnya itu membuatku muak karna menutupi wajah Yasa yang ingin aku lihat.

Di jam istirahat kali ini, aku ke kantin seorang diri. Sudah kubilang, aku bukan gadis introvert, aku sendirian karna selalu telat rasa laparku. Aku berjalan perlahan menyusuri lorong kantin, langkahku terhenti diujung lorong karna mataku mendapati lelaki itu yang juga menatapku. Aku mengkerutkan keningku yang kemudian diiringi dengan kakinya yang berlari ke salah satu gerai kantin.

Pasti ada Yasa, tahan Rai, tahan. Gak boleh gugup apalagi salah tingkah. Gumamku yang memantapkan langkahan kakiku.

Aku berjalan didepan Yasa dan teman-temannya, terlihat dari sudut mataku 'mereka' meledekku.

"Yasa, tuh ada cewe lu" ledek lelaki yang aku puji manis itu.

Aku tak menggubrisnya, namun..

"Dih, mending gua jomblo seumur hidup daripada sama dia." Sahut Yasa yang kini aku mulai merasakan sedikit sakit saat mendengarnya. Terlihat lelaki itu seperti menghentikkan omongan Yasa yang mungkin bisa menyakitkanku.

Setelah membeli makanan, aku kembali berjalan di depan mereka yang kini tampak lebih tenang. Aku berjalan tanpa menunduk malu atau takut. Selama pelajaran berlangsung, aku sangat murung mengingat ucapan Yasa. Bel pulang sekolah berbunyi, aku berjalan bersama teman-temanku menuju parkiran motor. Kan aku sudah bilang, aku ini bukan introvert. Aku tak menemukan keberadaan Yasa, dan aku rasa pasti ia sudah pulang. Saat kami sampai diujung parkiran, aku bertemu lelaki 'itu'. Iya. Lelaki manis itu. Aku berharap bertemu dengan Yasa, kenapa justru melihat dia.

"Eh ada cewenya Yasa." Ledeknya yang kini sangat lantang.

Kenal saja tidak, asal ngeledek. Gumamku.

Aku menatapnya bingung dengan tingkahnya, saat aku hendak membuka mulut lelaki itu langsung naik ke motor dan temannya yang lain menancap gas. Lelaki iti terkadang menolehku diiringi tawanya yang ku akui manis sekali. Tapi lebih manis Yasa.

Mungkin bisa saja aku menyukai lelaki itu tapi, aku terlalu pesimis. Karna lelaki itu termasuk dalam kalangan populer di sekolahku. Dan aku? Hanya wanita agresif yang sibuk memuja-muja Yasa.

Di hari lain, aku tengah berlatih menjadi petugas upacara di upacara terakhirku di sekolahku. Aku bertugas menjadi pemimpin barisan yang kini tengah berdiri di depan kelas Yasa. Sebenarnya jauh, namun searah dengan pintu kelasnya. Saat aku sedang tegap serius, telingaku berhasil menangkap suara teriakan lelaki itu.

"Yasa!!" Seru lelaki itu yang langsung masuk kedalam kelasnya.

Aku menoleh ke belakang sebentar dan benar saja, Yasa dan lelaki itu beserta teman-temannya berdiri di celah pintu. Aku tak menggubris mereka.

"Bopung!!!" Seru Yasa yang sangat jelas itu untukku. Kakiku sebenarnya gemetar saat mendengarnya. Bagaimanapun, aku juga manusia, gadis berhati lemah. Tanganku spontan memasang jari tengah di belakang menunjukkannya kepada mereka yang mungkin saja tengah mentertawaiku.

Jika aku ceritakan, mungkin akan banyak kisah-kisahku bersama dengan Yasa. Aku bisa membuat novel berjudul Yasa mungkin. Dengan aku yang agresif menjadi pemeran utamanya. Namun, jika aku menjadi penulisnya, aku berharap bisa merubah akhir ceritanya menjadi yang ku mau.

-END PROLOGUE-

Hy Enemy! I MISS YOU. [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang